Rapunzel (2/2)

84 9 24
                                    

Puanjang

Masih gak percaya Mbak Yennie sama Mas Tiway buat challenge bareng😭😭

Warning!
Bahasa amburadul dan mengandung ketidakjelasan. Tidak menutup kemungkinan bahwa akan menyebabkan mual.

___

Rapunzel baru saja selesai mengunggah insta story tentang novel terbarunya yang sudah bisa PO. Tentu saja bukan akun pribadinya, tapi akun yang ia buat khusus untuk berinteraksi dengan pembacanya dan update seputar tulisan terbarunya.

"Udah masa PO, ya?" celetuk Diska saat mengintip ponsel Rapunzel.

"Hm." Rapunzel meletakkan ponsel di samping laptop dan jarinya kembali menari di atas keyboard. "Lo nggak malmingan? Biasanya jam segini udah ngilang."

Diska menyandar pada punggung sofa ruang keluarga Om Jo, "Sigit ikut pulang kampung."

Tanpa repot-repot mengeluarkan suara, Rapunzel hanya membulatkan mulut membentuk huruf 'O' sebagai respon.

"Laper," keluh Diska, mengelus perutnya yang keroncongan.

"Makan!" Rapunzel masih fokus dengan ketikannya.

Sahabat Rapunzel itu menegakkan duduknya, "ke depan kuy. Lagi pengen sate nih," ajak Diska. Yang dimaksud adalah depan komplek, tempat para penjual berbagai makanan.

"Nih, buat jajan." Om Jo yang sedang menonton TV di sofa lain menyodorkan dua lembar uang bergambar presiden-wapres pertama Indonesia yang langsung di sambut dengan senang hati oleh Diska. "Beli buat orang rumah juga."

"Siap," seru Diska, memberi hormat pada Om Jo. "Makasih, om."

Diska berdiri, melihat Rapunzel yang masih anteng, tangannya menarik tangan gadis itu.

"Bentar, satu paragraf lagi." Rapunzel menarik pelan tangannya dari Diska.

Tak berselang lama, Rapunzel sudah menggandeng tangan Diska dan menariknya menjauh dari ruang keluarga. "Makasih, om. Berangkat dulu," seru Rapunzel sambil lalu.

"Kebiasaan." Om Jo geleng-geleng kepala melihatnya.

Mereka makan sate di tempat, tidak lupa memesan empat porsi untuk orang rumah. Dua untuk orang tua Diska dan dua lagi untuk Om Jo serta Tanzel. Setelahnya mereka keliling untuk membeli jajan lagi.

Kedua tangan mereka sudah penuh dengan tentengan yang berisi jajanan. Mereka memutuskan untuk pulang, malam juga sudah semakin larut.

Dari jarak sepuluh meter seorang pemuda memandang Rapunzel yang sedang tertawa karena lelucon yang dilontarkan Diska, sorotnya sulit diartikan. Dia merogoh ponsel dan mengetikkan sesuatu, lalu pergi.

***

"Tinggal chat aja, nggak usah dipantengin terus." Bisikan itu membuatnya terlonjak kaget.

Arvin menoleh ke belakang, mendapati Hilmi yang mengintip isi ponselnya. Pemuda itu tadinya sedang berleha-leha di sofa ruang keluarga setelah pulang dari tempat nongkrong, memandangi room chatnya dengan seseorang yang masih kosong.

"Kepo banget, heran." Arvin mendengus jengkel, mendekap ponselnya.

"Kalo suka, ya bilang. Keburu diambil orang," nasihat Hilmi. Pemuda itu duduk di samping sang adik.

"Sok tau banget, ya, anda."

Hilmi mengedikkan bahu, "saran doang." Dia memandang adiknya serius, "kalo Rara jadi kakak ipar lo, tolong sambut dia dengan baik."

ONE HALFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang