Bokes

68 7 4
                                    

Bokes=bocah kes...(Isi sendiri)





Una lagi suka sama seseorang. Sejak dia pindah ke tempat budenya yang berada di ibukota untuk dititipkan sementara oleh orangtuanya, Una bertemu dengan seorang mahasiswa semester 7 yang sering nongkrong di warung budenya. Fyi, rumah tantenya itu dekat dengan kampus si pemuda.

"Una berangkat dulu, bude." Una menyalami tangan Ani---budenya---untuk pamit berangkat sekolah.

"Hati-hati di jalan," ujar bude. Setelahnya, beliau menjawil hidung Una dan berkata, "nggak usah ikut berantem-berantem lagi."

Una malah cekikikan mengingat kejadian kemarin.

"Atau pakde laporin ke orangtuamu." Pakde tiba di samping bude sambil melotot---pura-pura galak.

"Laporin aja, pakde. Una nggak takut." Una buru-buru salim sama pakde karena sudah ditunggu ojek pribadinya a.k.a Banu a.k.a anak bungsu pakde sama bude. "Una berangkat. Assalamualaikum."

Banu ngegeplak pelan helm yang dipakai Una, pasalnya teriakan gadis itu langsung masuk ke telinganya. Banu segera menjalankan motornya setelah berpamitan kepada kedua orangtuanya.

"Waalaikumsalam," jawab bude dan pakde.

"Anak itu," gemas pakde melihat kelakuan Una dan Banu.

"Kak, sampein salam Una buat doi, ya." Sesampainya di depan gerbang sekolah, Una langsung berpesan demikian pada Banu. "Jangan telat makan, tidur yang cukup, kalo perlu mimpiin aku- eh, jangan deng. Nanti malah mimpi yang iya-iya."

Malah desisan yang Una dengar dari mulut Banu, ingin rasanya Banu mengarungi Una dan membuangnya ke Antartika, greget banget dia melihat tingkah Una. "Udah, sana masuk," usir Banu. "Nggak usah ngelantur, masih pagi juga."

Una mencebikkan bibirnya mendengar ucapan kakak sepupunya itu.

"Nggak usah cemberut gitu, nanti kakak sampein." Perkataan Banu berhasil membuat Una cengengesan. "Jangan nambah luka lagi, itu dahi sama pipi udah diplester." Una hanya mengangguk. Setelahnya, Banu pamit pulang.

Kemarin Una terlibat perkelahian dengan kakak kelasnya di parkiran selepas ekstrakurikuler tata boga selesai.

Awalnya Una yang berjalan di koridor melihat Meli---sahabatnya---dijambak sama kakak kelas di parkiran sekolah, otomatis dia langsung lari untuk melerai keduanya. Sekolah sudah sepi Karena sebagian besar anak-anak yang ada kegiatan ekstrakurikuler sudah pulang.

Niat hati ingin melerai, pipi kiri Una malah tercakar kuku panjang si kakak kelas. Tidak lama dari itu, dua guru dan pak satpam datang melerai Meli dan si kakak kelas---yang Una tau namanya adalah Laras.

Setelah diinterogasi di ruang guru, Una mendengus kasar mendengar alasan kakak kelasnya. Ck, cuma gara-gara cowok.

Mungkin salah satu guru yang menginterogasi Meli dan Laras ngeh dengan luka yang terlihat baru di pipi Una seperti bekas cakaran.

"Laras, Meli, taruh kedua tangan kalian di meja, Ibu mau periksa kuku kalian." Una menahan tawa saat mendengar perintah Bu Sari, selaku guru BK. Una seperti wisata masa lalu saat di sekolah dasar dulu.

Kuku Meli pendek, baru dipotong kemarin di depan kelas bersama beberapa anak kelas, termasuk Una. Terlihat di salah satu kuku panjang Laras terdapat darah segar dan bisa dipastikan bahwa darah itu adalah darah dari pipi Una.

Pantas saja Una merasa pipinya begitu perih.

Dan untuk luka di dahinya, itu karena Una tidak sengaja terpeleset dan dahinya terkena kerikil di parkiran sekolah saat berjalan pulang bersama Meli, setelah sesi interogasi selesai tentunya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 01 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ONE HALFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang