Bab VI : Letter Of Agreement

70 10 2
                                    

Selena mengetuk dua kali bagian belakang ponselnya saat mendengar derap langkah beberapa orang memasuki ruangan. Diletakkannya benda pipih yang kini berlayar hitam itu ke atas meja di depannya.

Dia beranjak dari tempatnya duduk saat melihat ibu, ayah dan kakaknya masuk secara bergantian ke dalam ruangan di mana dia berada.

Sebuah ruang santai yang merangkap sebagai perpustakaan pribadi khusus keluarga inti kerajaan.

"Ada apa? Apa kondisi Andrew menurun? Apa dia di ibukota sekarang?" tanya Selena beruntun sambil meraih lengan ibunya dan membantunya duduk.

Wajah ibunya yang terlihat pucat dan penampilannya yang tidak seanggun biasanya membuat dia yakin sang ibu baru saja sampai dari perjalanannya ke Owlsville Court.

Raja Andreas duduk di sebelah istrinya yang masih memilih diam. Laki-laki yang bergelar Raja X itu sekilas terlihat seperti Martin dalam versi yang lebih tua. Selain beberapa helai rambut yang mulai memutih, mereka benar-benar terlihat sama.

"Aku juga menanyakan hal yang sama, tapi ibu bilang ingin membicarakannya saat kita semua sudah berkumpul, " ucap Pangeran Martin yang memilih duduk di kursi kayu dengan bantalan busa nyaman di depan ketiganya.

"Apa yang terjadi, Ayah?" Selena beralih pada ayahnya karena sang ibu belum juga bersuara. Segala hal tentang Andrew benar-benar menghilangkan ketenangannya.

Selena melihat bagaimana ayahnya yang menatap sekilas ke arah sang ibu sebelum akhirnya memusatkan perhatian kepada dirinya dan Martin.

Namun, alih-alih menjawab pertanyaan darinya, laki-laki yang menginjak usia 52 tahun itu justru mengeluarkan tumpukan kertas yang tidak cukup tebal dan meletakkannya di meja depan mereka.

Martin yang bergerak lebih cepat dari Selena segera memindahkan kertas-kertas itu ke pangkuannya. Karena penasaran dan tidak sabar menunggu giliran, Selena memutuskan untuk berpindah ke sebelah kakaknya berada, mencoba membaca berkas itu bersama-sama.

"Letter Of Agreement?" tanya Selena terkejut. Dia mengulum bibirnya, sebisa mungkin menahan agar tidak mengeluarkan tawa.

Diliriknya sang kakak yang juga melakukan hal yang sama. Jika tidak mengingat keadaan ibunya saat ini, keduanya mungkin sudah tertawa dengan keras.

Dia sudah mendengar tentang pemberontakan kecil-kecilan yang Andrew lakukan belakangan ini.

Namun, membuat surat persetujuan seperti ini jelas tidak terbayangkan olehnya. Cara berpikir adik bungsu mereka benar-benar luar biasa. Cerdas dan di luar perkiraan.

"Ehemm ... jadi bagaimana keputusan Ayah?" ucap Martin akhirnya setelah sampai di bagian akhir berkas.

Selena melihat bagaimana kakak sulungnya itu berusaha agar suaranya terdengar sebiasa mungkin di depan orang tua mereka. Cukup sulit karena semakin lama berkas itu mereka baca, semakin menggelikan isinya.

"Ayah sebenarnya sudah mempertimbangkan ini sejak lama. Kita tidak bisa menjauhkan adikmu dari ibukota selamanya."

"Kau sadar apa yang sedang kau ucapkan, Yang Mulia?" ucap Sybill pelan sambil menatap tajam ke arah suaminya.

Selena menyadari perubahan suasana yang terkesan mendadak itu. Ruangan yang biasanya membuatnya merasa santai itu seakan kehilangan kedamaiannya.

Ketegangan tiba-tiba menggantung di sekitar mereka. Sesuatu yang sempat akan menjadi bahan tertawaan antara dirinya dan Martin sepertinya adalah hal yang serius untuk kedua orang tuanya. Dan dia mulai menyadari itu, sungguh bukan saat yang tepat untuk tertawa.

"Sybill, kau ibunya, kau yang paling tahu bagaimana pikiran anak bungsu kita bekerja. Ada saat di mana hal-hal seperti ini akan terjadi. Dia sudah beranjak remaja. Cukup turuti saja kemauannya kali ini. "

The Hidden Prince (Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang