17

153 6 0
                                    

Mayumi membelalak sempurna begitu memasuki kamar Frans. Dua matanya terbuka tanpa berkedip sementara mulutnya melompong menahan syok.
“Apa-apaan ini?” ucapnya tidak percaya. “Apa semalam baru saja ada badai?”
Kamar yang semalam terlihat tertata rapi, kini tampak seperti kapal pecah yang hancur menabrak karang seperti dalam film Titanic. Selimut melambung entah ke mana, dua bantal jatuh di atas lantai, lalu ada barang-barang lain yang berserakan. Sepertinya orang gila itu baru saja membongkar lemarinya.
“Dasar gila!” celetuknya dengan kedua tangan mengepal kuat.
“Siapa yang gila?”
Eh! Mayumi spontan menjerit kecil dan berjinjit. Mayumi langsung menunduk dan meringis sambil menyingkir.
“Itu … aku, aku tadi melihat orang gila,” jawab Mayumi asal.
Mayumi membuang muka sambil menggigit bibir, berharap Frans tidak memarahinya apa lagi sampai mengancam akan memecatnya.
Frans melenggak menuju pintu kamar mandi. Sebelum masuk, ia kembali menoleh ke arah Mayumi yang masih berdiri terbengong.
“Bersihkan semuanya. Selesai mandi, aku mau semuanya sudah beres.”
What? Mayumi kembali dibuat melongo. Memang seberapa lama dia akan mandi? Untuk membereskan kekacauan kamar ini bahkan mungkin akan menghabiskan waktu sekitar satu jam lebih. Selama itukah dia mandi?
“Ya Tuhan beri aku kekuatan,” batin Mayumi sambil mengusap dadanya. Ia kemudian merengut lalu mendesah berat dengan wajah seperti akan menangis, tanpa air mata. “Tolong aku, Tuhan.”
Mayumi hanya ingin hidupnya tenang. Impiannya menikahi seorang pria yang perhatian dan lembut dan tidak pernah terpikirkan akan jatuh sebagai pelayan pria gila yang angkuh. Kalau terus berada di dalam istana ini, bagaimana bisa menemukan pria yang waras?
“Oh, Ayolah Mayumi, apa yang sedang kamu pikirkan?” Mayumi menjitak kepalanya sendiri yang selalu berpikiran terlalu jauh.
Untuk saat ini, harusnya Mayumi tidak memikirkan tentang pasangan, ia masih harus membahagiakan sang ibu. Mayumi tidak mau sampai sang ibu kelelahan apalagi memikirkan hal-hal yang berat.
Mayumi lantas menghela napas lalu segera membereskan kamar yang berantakan ini mulai dari bagian ranjang. Ia merik setiap ujung seprei lalu menepuk-nepuknya supaya tidak kusut. Stelah itu Mayumi beralih menata bantal dan selimut. Sepertinya harus dikerjakan dengan kecepatan lebih sebelum penghuni di dalam kamar mandi ke luar dan mengamuk.
“Beres!” celetukannya sembari menepuk kedua tangan saat bagian ranjang sudah terlihat rapi.
Mayumi kemudian berbalik badan dan menjumpai beberapa buku yang berserakan dan juga barang-barang lain di atas lantai, sebelum menjatuhkan diri duduk di atas lantai, Mayumi menoleh lebih dulu ke arah rak besar. Terlihat semua buku masih tertata rapi, itu artinya buku yang ada di atas lantai muncul dari dalam laci atau lemari lain.
“Kenapa ada begitu banyak barang?” gumam Mayumi seraya duduk di atas lantai dengan kedua kaki menyamping.
“Aku harus mulai dari mana ini?” gumamnya lagi karena barang-barang di hadapannya terlihat membingungkan.
Ada manik-manik kecil dan dekor lain seperti bingkai foto dan juga pajangan berbagai macam benda yang sepertinya mahal.
Mayumi beranjak tanpa berdiri. Ia mencondongkan padan bertumpu pada kedua lututnya, lalu satu tangannya meraih buku-buku lebih dulu untuk ditata. Dalam posisi seperti itu, Mayumi tidak tahu kalau dua mata di depan pintu kamar mandi sudah menatapnya dengan senyum miring.
“Bagaimana dia bisa terlihat menggoda?” batin Frans.
Ketika dua matanya masih menatap Mayumi, bahkan kepalanya sampai sedikit miring seperti sedang mendetail lebih jelas lagi seperti apa bentuk tubuh itu. Detik berikutnya, Mayumi kembali duduk, lalu setengah berdiri menghampiri sebuah lemari setinggi satu meter yang pintunya terbuka. Namun, Ketika Mayumi hendak memasukkan buku itu ke dalam sana, Frans mencegahnya.
“Bang saja buku itu!”
Spontan Mayumi menoleh. Mulanya ia tertegun dan matanya tidak berkedip, tapi tidak lama kemudian ia langsung menjatuhkan pandangan ke bawah dan memeluk buku yang ia genggam dengan erat.
“Maaf, sebaiknya aku ke luar dulu,” ucapnya tanpa mendongak.
Jantung Mayumi berdetak begitu cepat. Ia merasakan keringat dingin tiba-tiba menyerang seluruh tubuhnya. Mayumi bahkan merasakan kedua tangannya mulai gemetaran saat ini.
Apa itu? Putih dan bersih. Dada basah itu membuatku ingin berteriak sekarang, dan perutnya yang datar, oh astaga! Aku gemetaran sekali sekarang.
“Ambilkan baju untukku!”
“Astaga!” Mayumi tersentak kaget Ketika tiba-tiba Frans sudah membungkuk di hadapannya. Mayumi yang kaget sampai terjungkal membuat buku yang ia pegang jatuh kembali ke atas lantai.
Dengan cepat Mayumi membuang mata lalu segera bangkit dan pura-pura sibuk sendiri memunguti buku-buku itu. Matanya sempat melirik ke arah dua kaki basah dan sedikit berbulu itu masih berdiri di hadapannya.
“Aku bilang, ambilkan aku pakaian,” perintah Frans dengan nada memaksa.
Mayumi yang sudah panik dan gugup segera meletakkan buku di atas lemari kecil itu lalu berdiri. Ia menggenggam kuat kedua tangannya sendiri yang terasa basah.
“Di mana aku harus mengambil pakaianmu?” tanya Mayumi tanpa mendongak. Ia tidak mau kedua matanya kembali ternoda karena tubuh setengah telanjang itu,
“Hei!” sembur Frans sambil menjentikkan kedua jari di depan wajah Mayumi yang masih menunduk, “Bagaimana aku akan memberitahumu kalau kamu menunduk begitu?”
Mayumi sudah gemetaran hebat. “Maaf, bukan begitu, tapi aku ….” Perlahan satu tangan Mayumi terangkat dan jari telunjuknya menunjuk tepat di dada Frans.
Frans sepertinya memang sengaja. Entah apa motifnya, yang jelas ia suka melihat reaksi Mayumi yang seperti orang bodoh itu.
“Apa kamu tidak pernah melihat dada seorang pria?” tanya Frans.
Mayumi diam saja.
Mulai merasa gemas, dengan cepat Frans meraih dan mengangkat dagu Mayumi. Ia tatap dua mata sayu dengan bulu mata lentik itu. Sangat sempurna! Dua bibir atas bawah yang merah dan lebih tebal di bagian bawah, sungguh menggoda.
“Ma-maaf.” Mayumi menangkis tangan Frans dan mundur. Hampir saja Mayumi terpesona dengan tatapan dua mata berlensa biru itu.
“Di mana aku mengambil pakaianmu?” tanya Mayumi seraya menata Frans. Jangan ditanya bagaimana perasaan Mayumi saat ini, yang jelas sangat gugup, takut dan ingin sekali menghilang dari dunia kalau bisa.
Frans tidak menjawab melainkan hanya menunjuk dengan tatapan ke dua matanya ke arah lemari besar yang ada di dekat pintu menuju balkon. Dengan cepat, Mayumi memalingkan pandangan dan melenggak menuju ke mana pandangan Frans mengarah.
“Tenang, Mayumi. Kamu harus tenang.” Mayumi menarik napas dalam-dalam lalu mengeluarkannya secara perlahan.
Di belakangnya, Frans sudah duduk di sofa sambil mengeringkan rambutnya. Ia duduk masih dengan berbalut handuk putih yang melingkar pada pinggangnya.
“Baju seperti apa yang ingin kamu pakai?” tanya Mayumi.
“Ambilkan saja celana jins dan kemeja putih.”
Mayumi kembali menghadap ke arah lemari lalu mulai mencari kemeja berwarna putih.
“Setelah ini, bersiaplah, temani aku ke luar.”
“Ha?” Mayumi ternganga dengan kedua alis terangkat.
***



Pesona PelayankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang