21

179 4 0
                                    

Sampai di depan pintu kamarnya, Mayumi tidak langsung masuk. Dia berdiri sejenak sambil mengusap sisa air matanya yang masih sembab. Mayumi menarik napas dalam-dalam kemudian mengembuskannya bersamaan dengan satu tangannya meraih knop pintu.
Ceklek!
Pintu terbuka, dan dua penghuni di dalamnya menoleh bersamaan.
Mayumi langsung melempar senyum supaya tidak ada yang curiga. “Hai, apa aku mengganggu?”
Emely menggeleng sementara Bibi Brown hanya dian saja sambil melipat baju. Mayumi menutup pintu lalu melenggak menuju ranjangnya yang posisinya di paling ujung.
“Mayumi,” panggil Emely.
“Ya!” Mayumi spontan menoleh.
Emely duduk sambil memangku kedua tangannya. “Boleh aku tanya?”
Mayumi mengerutkan dahi lalu tersenyum kaku. “Tentu saja boleh.”
Dari raut wajah Emely saat ini, jelas sekali kalau ada hal serius yang akan dibicarakan. Mayumi mungkin saja bisa menebak, tapi semoga saja tidak sesuai dengan apa yang dipikirkan Mayumi saat ini.
“Kenapa Tuan Frans bisa memanggil namamu?”
Tebakan Mayumi benar, ini pasti bersangkutan dengan Frans. Sebenarnya apa yang terjadi dengan pria itu?
Mayumi berdengung dan sedikit memiringkan kepala. “Bukankah memang selalu menyebut Namanya saat memanggil seseorang?”
Emely menoleh ke arah Bibi Brown yang masih sibuk sendiri sebelum kembali menatap Mayumi. Ada sesuatu yang belum Mayumi ketahui banyak di rumah ini.
“Apa ada yang salah?” tanya Mayumi. Ia berharap Emely akan segera menjelaskan dengan detail.
Emely kini berdiri dan membantu Bibi Brown menata pakaian yang sudah dilipat ke dalam lemari.
“Sebenarnya tidak ada apa-apa, aku dan yang lain hanya penasaran bagaimana kamu bisa menjadi pelayan pribadi Tuan Frans? Apa kamu pelayan di rumahnya yang mewah itu?”
Oh, jadi mereka juga tahu tentang rumah mewah di tengah hutan pinus itu? Aku sampai lupa tentang hal itu.
Mayumi kini menggeleng. “Sebenarnya bukan. Aku bisa bekerja di sini karena Nyonya Sarah.”
“Nyonya Sarah?”
Mayumi mengangguk. “Aku tidak sengaja menolong beliau waktu hampir saja di jambret. Dan aku sedang butuh pekerjaan, akhirnya Nyonya Sarah membawaku ke sini.”
Emely membulatkan bibirnya dan mengangguk paham. Tentang tragedi luka tembak itu, tentu Mayumi tidak mungkin menceritakannya kan? Cukup Mayumi dan si brengsek Frans yang tahu.
“Ya Tuhan, aku bahkan sampai lupa tentang luka itu?” gumam Mayumi.
“Kenapa Mayumi?” tanya Emely yang sempat mendengar celotehan Mayumi.
Mayumi dengan cepat menggeleng dan meringis. “Ah, tidak, aku hanya sedang asal bicara.”
Mayumi tiba-tiba beranjak lalu duduk di atas ranjang milik Emely. “Apa sekarang aku juga boleh bertanya?”
Bibi Brown yang duduk di hadapannya tampak menghela napas lalu membuang mata jengah. Apa hanya itu yang bisa Wanita tua ini lakukan? Mayumi sungguh ingin terkekeh karena sikap itu.
“Memang kamu mau tanya apa, hm?”
Mayumi menaikkan kedua kakinya ke atas ranjang lalu melipatnya. Sebelum bertanya, Mayumi sempat tersenyum lebar.
“Aku bingung harus bertanya mulai dari mana, tapi tadi aku … em, sebentar.”
Mayumi melompat turun dari atas ranjang dan bergegas menuju ranjangnya untuk mengambil ponselnya. Setelah mendapatkan benda pipih itu, Mayumi kembali terduduk di atas ranjang Emely lagi. 
Mayumi duduk dengan kedua kaki terlipat, sementara kedua tangannya memegang ponsel dan jarinya sibuk mencari sesuatu.
“Kemarilah,” pinta Mayumi pada Emely.
Emely lantas duduk di samping Mayumi.
“Aku orang baru di sini, aku hanya ingin tahu siapa saja penghuni rumah ini supaya tidak salah.”
“Hm, lalu?”
Mayumi mengulurkan ponsel ke arah Mayumi, menunjukkan sebuah gambar yang ia ambil di ruang keluarga. Sebuah bingkai besar dengan foto di tengahnya.
“Aku ingin tahu siapa saja mereka?”
Emely menghela napas lebih dulu sebelum bibirnya mulai bergerak. Ia menoleh lebih dulu ke arah Mayumi, barulah kemudian bicara.
Emely menunjuk mulai dari gambar yang paling ujung di dekat ibu jari Mayumi yang memegang ponsel itu.
“Ini Tuan Jeff Velton dan ini istrinya. Lalu ….”
Emely menunjuk satu persatu dan menjelaskan hubungan mereka bagaimana. Setelah beberapa menit mengamati, Mayumi kini tahu siapa kedua orang tuan dari Tuan Frans lalu yang lainnya juga.
“Oh, iya, siapa Wanita yang bersama Tuan Frans? Kenapa dia tidak ada di foto ini?” tanya Mayumi lagi.
Emely berdiri lalu menata bantalnya untuk istirahat. “Oh, itu Nona Jessy. Dia tunangan Tuan Drako.”
Mayumi mengangguk-angguk. Ia kemudian beranjak dari ranjang Emely dan beralih ke ranjangnya sendiri. Ada sesuatu yang mengganjal saat ini. Mayumi menumpuk bantalnya, lalu duduk bersandar di sana.
“Tunangan Tuan Drako, tapi tadi aku melihatnya bersama Tuan Johny.” Mayumi mengetuk dagunya seperti sedang berpikir. “Kenapa membingungkan sekali?”
Cukup lama Mayumi terduduk sementara yang lain Sudah tidur, Mayumi mendadak teringat tentang Frans. Bukan kejadian tadi di mana Frans hampir melecehkannya, tapi tentang luka tembak kala itu. Mungkin terlalu bodoh karena Mayumi melupakan kejadian tadi yang dengan kasar Frans berhasil menciumnya, tapi entah kenapa Mayumi bingung bagaimana cara untuk marah. Apakah Mayumi sudah terpesona dengan pria gila itu?
“Aku sungguh penasaran!” dengan cepat Mayumi melompat dari atas ranjang. Dia berjalan pelan saat ingin meninggalkan kamarnya supaya dua orang yang sedang tertidur tidak terbangun.
Saat sudah berhasil ke luar, Mayumi berjalan melalui Lorong pendek dan muncul sampai di ruang menuju ruang tengah dan taman belakang. Mayumi menoleh ke sana kemari menyapu pandangan takutnya ada orang yang melihat.
Setelah dirasa aman, perlahan Mayumi melenggak menaiki anak tangga. Mayumi berjalan sangat perlahan sesampainya di atas. Ia bahkan sampai menggigit bibirnya sementara tubuhnya sangat gemetaran.
“Sebenarnya apa yang aku lakukan?” gumam Mayumi. “Untuk apa aku ke atas sini hanya untuk melihat Tua Frans.”
Mayumi berdecak lirih dan mendesis hingga kedua matanya sempat tertutup.
Sampai di depan pintu kamar, Mayumi berdiam diri di sana. Mayumi mematung sambil menggigiti ujung jarinya sendiri.
“Kenapa juga aku kesini? Bodoh!” Mayumi menjitak keningnya sendiri. “Dia bahkan hampir saja melukaiku tadi. Tck!”
Mayumi mengurungkan niat untuk masuk. Ia berbalik badan dan ingin segera kembali turun ke lantai satu. Namun, baru saja satu kakinya terangkat dan belum sempat menapak sempurna, penghuni kamar itu ke luar dan mengejutkan Mayumi.
“Sedang apa kamu di sini?”
Mayumi menjerit kecil sampai terjungkat. Ia perlahan menoleh  dengan kedua bahu terangkat menurunkan sedikit kepalanya. Wajahnya tampak meringis dan pucat pasi.
“Eum, aku … aku hanya—”
“Hanya apa!” potong Frans dengan cepat.
Mayumi sudah gemetaran. “A-aku, aku … aish!” Mayumi malah mendesis dan meraup kasar wajahnya.
Di hadapannya, Frans hanya menatap dengan heran sambil bersandar pada bibir pintu. “Apa kamu tidur sambil berjalan?”
Mayumi ternganga, lalu menggeleng kuat. “Tidak. Aku tidak sedang tidur.”
“Lalu?”
Tatapan Frans dengan satu alis terangkat itu membuat jantung Mayumi berdecak begitu cepat.
Dia sungguh tampan!
Astaga Mayumi! Apa yang sedang kamu pikirkan!
“Aku permisi!” Mayumi membungkukkan badan lalu dengan cepat berbalik dan berlari pergi.
Frans yang masih berdiri hanya menggelengkan kepala. “Dasar aneh.”
***

Pesona PelayankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang