18

171 6 0
                                    

“Kenapa kamu tidak meneleponku sejak kemarin?” tanya Jessi dengan nada merengek.
Pagi sekali, Wanita itu sudah duduk di ruang kerja milik Drako. Jessy bahkan acuh saat tadi sempat ditanyai ayah Frans karena pagi sekali sudah berada di gedung kantor ini.
Drako meletakkan tas kerjanya lalu duduk di kursi putarnya. Jessy yang semula duduk dengan kaki menyilang di atas sofa, lantas beranjak dan langsung bergelayut manja menghampiri Drako.
“Kenapa kamu diam saja?” desah Jessy lagi. “Kamu sudah membicarakan rencana pernikahan kita dengan kedua orang tuamu kan?”
Drako diam saja saat Jessy dengan santainya duduk di atas pangkuannya.
“Aku masih belum sempat. Kamu tahu kan kalau aku sedang mengurus proyek besar? Aku akan membahasnya kalau sudah beres.”
Saat itu juga Jessy mendengkus kesal. Ia memutar badan masih dengan posisi duduk miring di atas pangkuan Drako lalu kedua tangannya merangkul pada leher Drako.
“Kamu tahu kalau aku tidak bisa jauh darimu kan? Aku bahkan ingin selalu tidur denganmu.”
Drako tidak akan bisa menghindar kalau Jessy sudah mulai bertingkah. Satu tangannya yang lihai bahkam sudah mulai menyelusup masuk ke dalam kemeja mengusap dada Drako yang bidang dan sedikit berbulu.
“Bagaimana mungkin kamu tahan sehari tidak menyentuhku?” bisik Jessy dan tangan itu semakin liar.
“Jessy,” ucap Drako dengan suara berat. Tampaknya Jessy sudah berhasil meraih sesuatu yang di bawah sana. “Ini di kantor, berhentilah menyentuhku.”
“Apa kamu sedang menolakku?” sungut Jessy sambil memasang wajah kesal. Ia Tarik tangannya lalu melipatnya di depan dada. “Kamu sangat menyebalkan!”
Jessy berdiri lalu menghentak kaki.
“Bukan begitu. Ini di kantor, bagaimana kalau ada yang datang? Kita bisa melakukannya di rumah bukan?”
Jessy yang semula sudah memasang wajah kesal perlahan menoleh dan tersenyum. “Baiklah, hari ini aku akan datang ke rumahmu. Aku tunggu di sini dan kita makan siang bersama.” Jessy mendaratkan pantat di atas sofa.
Tidak mungkin Drako mengelak meskipun sebenarnya hari ini ia enggan berurusan dengan Jessy. Untuk saat ini, Drako hanya ingin lebih fokus dengan pekerjaannya yang kesuksesannya sudah di depan mata.
Drako sudah menyalakan layar komputernya. Entah apa yang dikerjakannya, tapi raut wajahnya begitu serius. Sementara Jessy, dia sedang senyum-senyum sendiri sambil menatap layar ponselnya. Tidak lama senyum itu hilang dan menjadi wajah yang sedikit serius. Ternyata ponselnya bergetar dan ada panggilan masuk. Sebelum beranjak, Jessy menoleh lebih dulu ke arah Drako. Merasa Drako sedang sibuk, barulah Jessy berdiri dan melenggak menuju ke arah jendela kaca.
Jessy kembali menoleh ke arah Drako sebelum mengangkat teleponnya. Begitu melihat Drako masih focus dengan pekerjaannya, barulah Jessy berdehem dan mneyahuti seseorang di balik ponselnya.
“Kenapa meneleponku?” tanya Jessy dengan suara pelan.
“Tentu saja aku merindukan kamu. Bukankah sebaiknya kita bertemu?”
“Aku sedang bersama Drako, mana mungkin kita bertemu?”
Pria dibalik ponsel spontan berdecak. “Kamu tidak merindukanku?”
Kali ini Jessy yang berdecak. “Bukankah semalam kita baru saja bercinta?”
“Kamu pikir itu cukup?”
Jessy tertawa mendengar kalimat itu sampai Drako yang semula masih focus dengan komputernya mengangkat wajah dan menatap Jessy. Jessy yang sedikit panik langsung tersenyum tipis dan mengerlingkan mata.
“Sudah dulu, kita bertemu nanti malam.”
Tut!
Jessy mematikan panggilan lalu memasukkan ponselnya ke dalam tas kembali.
“Siapa?” tanya Drako.
“Teman. Dia mengajakku makan siang.”
“Terus?”
“Aku menolaknya. Aku bilang akan makan siang denganmu.”
Drako membuang mata jengah. “Bukan mantanmu kan?”
Jessy melenggak dengan sedikit meliukkan tubuhnya. “Tentu saja bukan. Aku sudah memiliki pria sempurna sepertimu, untuk apa mengurusi mantan?”
Drako menghela napas pasrah saat Jessy sudah mulai menciumi wajahnya.
Tok! Tok! Tok!
Seketika Jessy langsung beranjak dan menjauh dari Drako. Sambil tersenyum menggoda, Jessy berjalan menuju sofa dan duduk di sana. Sementara Drako, dia susah payah mengusap wajahnya yang basah karena ulah kekasihnya itu.
“Masuk!” seru Drako kemudian.
Seseorang di balik pintu muncul. Bukan orang asing, melainkan ayah yang datang.
“Ayah?” celetuk Drako. “Sedang apa di sini?”
Johny masuk dan sempat melirik ke arah Jessy. “Ayah hanya mampir. Tadi sempat mampir ke toko di cabang satu dekat salon ibumu.”
Drako membulatkan bibirnya lalu kembali fokus pada komputernya lagi.
“Kamu di sini, Jess?” tanya Johny.
Jessy mengangguk. “Aku mengajak Drako makan siang.”
Baru saja menjawab demikian, Drako mendapat panggilan dari seseorang yang mengharuskannya pergi ke tempat proyek.
“Ada apa?” tanya Jessy yang ikut berdiri Ketika Drako juga berdiri.
“Aku ada panggilan dari proyek. Sepertinya makan siang kita batal dulu.”
Wajah Jessy langsung merengut dan masam. “Kenapa begitu? Aku sudah menunggumu sedari tadi.”
Drako mengambil jasnya lalu berjalan menghampiri Jessy. “Kita akan bertemu saat makan malam bukan? Aku akan semalaman bersama kamu.”
Satu kecupan mendarat di kening Jessy.
“Kebetulan ayah di sini.”
“Ha?” Johny menoleh. “Ada apa dengan ayah?”
“Ayah bisa temani Jessy makan siang kan? Kasihan dia sudah menunggu sedari tadi.” Pinta Drako. “Bagaimana Jessy?” Drako mengusap pipi Jessy.
“Baiklah. Berhubung aku sudah kelaparan jadi aku akan makan siang dengan paman Johny. Nanti aku akan sekalian mampir ke salon bibi Rachel.”
“Kalau begitu, aku pergi dulu.” Drako memakai jasnya lalu berjalan cepat meninggalkan ruangannya.
“Pandai sekali kamu merayu,” celetuk Johny saat Drako sudah menghilang.
Jessy tersenyum miring lalu merangkul kan satu tangannya pada leher Johny. “Tentu saja. Kalau aku tidak pandai merayu, kamu tidak mungkin tergiur denganku.”
Johny spontan tertawa lalu dengan cepat meraih pinggang Jessy hingga tubuhnya saling menempel. “Kamu memang paling pandai merayu. Tapi aku cemburu melihat cara kamu Drako.”
“Oh, tenanglah , Paman tampan.” Jessy mengusap dagu Johny yang sedikit berjengkot. “Kamu juga tetap aku utamakan.”
Inikah pengkhianatan? Jessy merayu dua pria sekaligus dan berhasil.
Mereka benar-benar makan siang berdua dan yang orang lihat akan seperti ayah menggandeng putrinya. Itu yang akan orang lihat.
“Bukankah itu Tuan em ….” Mayumi berdengung sambil mengetuk-ngetuk dagunya saat melihat Johny dan Jessy berjalan masuk ke dalam restoran sambil bergandengan tangan.
Di belakang Jessy, Frans langsung mengetuk ujung kepalanya. “Siapa?”
Mayumi memanyunkan bibirnya. “Aku melihat Tuan yang ada di rumah. Tapi entah siapa, aku belum tahu Namanya.”
“Tidak penting!” sungut Frans. “Yang terpenting sekarang bawa saja belanjaanku, dan bawa masuk ke dalam mobil.” Frans mendorong paper bag berukuran besar ke arah Mayumi.
Mayumi membopong paper bag itu dan meletakkannya di jok belakang. Kemudian ia membukakan pintu depan untuk Frans.
Sebelum mobil berjalan, Mayumi berdengung kembali seperti ingin mengatakan sesuatu. Dia meremas-remas jemarinya dan bibir bawahnya.
“Ada apa?” tanya Frans.
“Eum, apa aku boleh minta makan? Aku lapar.”
“Oh, astaga!”
Frans mendesah dan membuang mata jengah lalu melajukan mobilnya.
***

Pesona PelayankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang