19

152 4 0
                                    

Mereka berdua masuk ke sebuah restoran berlantai dua. Frans sudah duduk, sementara Mayumi pergi menuju meja samping kasir untuk memesan makanan. Stelah itu, Mayumi duduk di depan Frans.
Tidak ada yang bicara saat ini. Mayumi duduk sambil memangku kedua tangannya, sementara pandangannya mengarah ke dinding kaca di mana ia bisa melihat pemandangan ke luar sana. Di hadapan Mayumi, Frans masih saja sibuk dengan ponselnya.
Sepuluh menit mereka menunggu, makan siang pun datang. Semua menu yang dipesan sudah mendarat di atas meja. Sebenarnya ini bukan lagi makan siang, tapi lebih tepatnya makan menjelang sore. Seharian ini Mayumi harus ikut ke mana kaki panjang Frans melangkah.
“Sepertinya sangat enak,” celetuk Mayumi dengan mata berbinar.
Tanpa menunggu lagi, Mayumi langsung menyantap pasta itu dengan lahap. Ia tidak peduli jika cara makannya saat ini kelihatan sangat norak. Mayumi Sudah terlalu lapar dan tidka mau menyia-nyiakan makanannya.
“Apa kamu tidak pernah makan makanan mewah?” cibir Frans sambil mendecih.
Badannya masih sedikit membungkuk, sementara wajahnya terangkat. Mayumi berkedip menatap Frans masih ambil mengunyah makanannya. Setelah sadar tatapan itu semakin dalam, dengan cepat Mayumi menelannya lalu meraih tisu dan mengelap bibirnya yang belepotan.
“Maaf, aku kelaparan.”
Frans membuang mata jengah lalu meneguk minumannya. “Kenapa tidak bilang tadi?” ucapnya usai gelas berkaki itu mendarat kembali di atas meja.
Mana mungkin Mayumi akan bilang sementara ia harus terus mengikuti ke mana langkah Tuannya itu melaju. Jika tadi bilang, bisa saja Tuannya akan marah dan membentaknya.
Mayumi selesai lebih dulu dengan makanannya. Dia duduk tenang, mendaratkan kedua tangan di atas meja menunggu tuan mudanya menghabiskan makan juga. Mayumi cukup kesal sebenarnya karena Frans makan terlalu lambat. Pria itu masih saja sibuk dengan ponselnya.
“Apa seperti ini setiap kamu bersama seseorang?”
Frans mengangkat wajah lalu menaikkan satu alisnya.
“Eum, maksudku selalu sibuk sendiri? Mungkin saat bersama ibumu mungkin.”
Frans meletakkan ponselnya di atas meja. Dia tertegun, tapi tatapannya tertuju lurus ke arah Mayumi.
Sepertinya aku sudah salah bicara?
Mayumi mengerutkan wajah dan menundukkan kepala. Ia gigit bibirnya dan mendesis lirih.
“Memang kamu siapa?” tanya Frans. “Kamu hanya pelayan, tidak ada hak bicara seperti itu. Dan satu lagi, bicaralah yang sopan. Panggil aku Tuan Frans.”
Glek!
Mayumi menelan ludah. Ia benar-benar menyadari kalau saat ini sudah bicara sangat lancang.
“Ma-maaf, Tuan. Aku ….”
Belum selesai bicara, Frans sudah berdiri. Frans bahkan tidak menghabiskan makanan dan minumannya. Ia berjalan begitu saja tanpa bicara apa pun pada Mayumi. Mayumi yang mendadak panik, segera mengambil ikut berdiri dan menyusul tuannya yang sudah menuruni anak tangga.
Huh! Apa dia sangat marah? Aku kan hanya bertanya.
Mayumi memasang wajah cemberut seperti anak kecil yang gagal beli es krim.
Sebelum masuk ke dalam mobil, Frans berbalik badan dan bersandar pada badan mobil. Ia melipat kedua tangan lalu mengamati Mayumi yang berdiri di hadapannya.
Apa lagi ini? Kenapa dia menatapku seperti itu?
“Berikan aku ponselmu,”
“Heh?” Mayumi menarik dagunya sedikit ke dalam. Dia lalu berkedip dan memasang wajah bingung.
“Apa kamu tuli?” cerca Frans. “Aku meminta ponselmu dan kamu malah bengong seperti orang bodoh.”
Sekali lagi Mayumi menelan ludah. “Untuk apa?” tanyanya.
“Tidak usah banyak tanya. Kemarikan saja ponselmu!” frans menjambret tas Mayumi lalu merogoh dalam ta situ. Saat berhasil meraih ponsel Mayumi, Frans berdecak dan kembali bersandar.
“Bisa kan kalau lain kali tidak usah membantah dan banyak tanya? Aku ini majikanmu.”
Oke, sekali lagi Mayumi harus sadar dengan posisinya saat ini. Ini bukan seorang teman atau sahabat, melainkan antara majikan dan bawahannya. Camkan itu, Mayumi!
“Baik, Tuan,” ucap Mayumi kemudian.
Tidak lama kemudian, Frans menyodorkan ponsel itu dengan cepat hingga ujungnya mengenai bagian perut Mayumi. Mayumi yang kaget dan cukup merasakan sakit sempat meringis dengan wajah berkerut dan membungkuk.
“Cepatlah! Atau kamu mau kutinggal.” Frans sudah masuk ke dalam mobil.
Fiuh! Tenang Mayumi. Kamu harus tetap tenang.
Mayumi menarik napas dalam-dalam sambil mencengkeram ponselnya. Ia latas mendesah dan sedikit menggidikkan kepalanya sebelum masuk ke dalam mobil.
Ketika Frans sudah menyalakan mesin mobil, ia menoleh lebih dulu ke arah Mayumi. Wanita itu tampak sedang sibuk dengan sabuk pengaman yang tak kunjung bisa terpasang. Wajah Mayumi yang serius kini terlihat sekali mulai jengkel.
Apa-apaan ini? Kenapa dia sangat menggemakan sekali!
Frans malah dibuat tertegun dengan tingkah Mayumi. Bibir merah jambu itu sudah berdecak dan kedua pipi chubby itu tampak menggembung dan ada suara erangan tanda kesal.
“Kenapa susah sekali, sih!” sungut Mayumi.
Frans seketika mendesah lalu melepas sabuk pengamannya sendiri dan kini maju mendekati Mayumi.
“Eh!” pekik Mayumi saat ia menyadari kalau wajah Frans sudah ada di hadapannya. Mayumi langsung membuang muka ke samping sementara Frans sudah lebih dekat lagi coba memasang sabuk mengaman pada Mayumi.
Wajah itu sungguh sangat dekat. Mayumi bahkan bisa mencium aroma sampo pada rambut Frans. Saking wanginya dan enak saat dihirup, Mayumi sampai memejamkan mata. Saat mat itu masih terpejam dan hendak terbuka, Mayumi merasakan ada benda kenyal yang menggesek bagian hidungnya.
Apa itu?
Mayumi membuka mata lebar-lebar, dan Ketika pandangannya sudah jelas, ia melihat Frans sudah kembali duduk di jok kemudi lagi. Mayumi langsung menelan ludah dan mengalihkan pandangan lurus ke depan pada jalan raya yang Panjang dipenuhi kendaraan lain.
“Astaga, apa yang menyentuh hidungku?” batin Mayumi. Mayumi sudah meringis dengan wajah merengut karena otaknya benar-benar sudah kotor.
Sampai di rumah kembali, Mayumi masih saja memikirkan hal tadi. Sentuhan singkat itu seperti sudah menyengat ke dalam tubuhnya dan bersemayam di sana. Ingin rasanya berpikir posistif tapi tidak bisa.
“Hai, Frans.” Seseorang menyapa Ketika Frans dan Mayumi baru saja turun dari mobil.
Frans menoleh dengan tatapan malas. Ia bahkan tidak tersenyum sedikit pun. Di sampingnya, Mayumi yang sedang membopong barang-barang belanjaan milik Frans sedang tertegun mengingat-ingat sesuatu.
“Kenapa tidak masuk?” Drako berdiri di teras rumah sambil melipat kedua tangannya.
“Halo, Sayang!” ucap Jessy sambil berlari menghampiri Drako.
Frans sungguh tidak peduli dengan hal itu. Ia berjalan masuk begitu saja dan Mayumi membuntutinya di belakang.
“Bukankah itu Wanita yang aku lihat tadi?” batin Mayumi sambil terbengong.
“Aw!” jerit Mayumi tiba-tiba saat ujung hidungnya menabrak benda keras.
Mayumi mendesis menahan sakit pada hidungnya dan ternyata yang ia tabrak adalah punggung Frans.
“Ma-maaf,” ucap Mayumi.
“Lain kali tidak usah melamun,” sungutnya. “Apa kamu sebegitu terpesonanya dengan Drako?”
“Heh! Mana mungkin. Aku hanya sedang—”
“Stop!” Frans menutup mulut Mayumi yang hendak nyerocos menggunakan satu telapak tangannya. “Diam, dan buatkan saja aku kopi.”
Mayumi menelan ludah kemudian mengangguk.
***

Pesona PelayankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang