700 tahun kemudian setelah kematian Shion, eksistensi Eliza kian dianggap malapetaka yang tak dapat dihindari. Keberadaannya menimbulkan ketakutan di setiap sudut alam semesta, menjelma sebagai sosok kehancuran paling mengerikan yang dihadapi sebagian besar makhluk kecil hingga malaikat.
Tiada ampun, tiada belas kasih, hanya keinginan yang tak tergoyahkan untuk menegakkan kehancuran demi meraih ambisinya yang tinggi.
Sejak kematian Shion, Eliza hanya dapat melihat keindahan dari kehancuran. Baginya, kehancuran adalah sebuah seni yang layak untuk dinikmati. Diiringi sebuah tangisan akan kematian yang ikut memeriahkan suasana, kehancuran yang dia ukir menjadi semakin indah tak terbantahkan.
Kejahatan Eliza yang semakin mengancam keseimbangan alam semesta membuat sasaran utama malaikat, terutama archangel, tak lagi tertuju pada dunia iblis. Melainkan, pada eksistensi Eliza yang mereka anggap lebih berbahaya dari seisi Planet Helheim, atau dunia iblis itu sendiri.
Sebab, kehancuran yang diberikan oleh Eliza bukan hanya pada dunia di dekatnya, planet yang memiliki jarak paling jauh pun tak luput dari ukiran karya seni kehancuran Eliza.
Dalam 700 tahun ini, Eliza semakin berkembang seiring berjalannya waktu. Energi sihir atau disebut sebagai Mana Vitae yang dia miliki, seolah tak memiliki batas tertentu sebagai mana hukum batasan pada umumnya. Dia juga telah menaiki tahta menjadi penguasa iblis di Planet Helheim, sejak kematian ayahnya dalam beberapa ratus tahun yang lalu.
Bahkan, sihir Gerbang Astral yang dia gunakan sebagai portal penghubung antar dirinya dengan dunia asing, dapat dia gunakan dengan mudah tanpa batas, meski setiap gerbang yang diciptakan membutuhkan daya sihir dengan jumlah yang tidak masuk akal.
Kehancuran yang Eliza ciptakan bukanlah sekedar kehancuran biasa. Sebagai iblis yang gemar meneliti dan menciptakan teknik sihir, Eliza dapat dengan mudah menghancurkan apa pun dengan sihir yang dia ciptakan. Skala kehancuran dari teknik sihirnya pun jauh lebih dahsyat daripada teknik sihir penghancur pada umumnya.
Hal ini dapat membuktikan, betapa mengerikannya Eliza sebagai iblis kuno yang telah melampaui tingkat tertinggi untuk seukuran makhluk kecil. Tentu saja, kekuatan yang dia miliki sebagian besar diperoleh dari jerih payahnya selama ini.
Tidak ada satu pun makhluk bahkan seorang iblis yang akan menduga, jika Eliza, iblis lemah di masa lalu, akan berubah menjadi sosok paling ditakuti di antara bintang-bintang.
Dengan perubahan itu, mereka, iblis-iblis di Planet Helheim yang dahulu menghina kelemahan Eliza, kini telah menerima keberadaannya, dan menyembah Eliza sebagai kiblat baru menggantikan posisi ayahnya, Achnologia La Giga.
Sebagai respon malaikat terhadap kekejaman Eliza di berbagai planet, mereka terus memburu Eliza di mana pun wanita iblis itu berada. Tak ada henti-hentinya para malaikat selalu mencari Eliza untuk membunuhnya, demi menjaga keseimbangan dan keamanan alam semesta.
Tapi sayangnya, dari sekian banyak upaya malaikat membunuh Eliza, tak pernah sekali pun mereka berhasil menghentikan kegilaan Eliza. Dengan kemampuan luar biasa yang Eliza miliki, dia selalu berhasil lolos dari cengkaraman utusan dewa tersebut dengan sangat mudah.
Hingga pada suatu ketika, kegilaan Eliza semakin menarik perhatian sebagian besar anggota Perkumpulan 11 Dewa Dewi Surga, Assembly of Celestials. Mereka mulai ikut menanggapi bencana yang diberikan oleh Eliza dengan mengirimkan sebagian besar malaikat tingkat atas, beserta monster surga yang mereka ciptakan untuk menghukum Eliza dengan sebuah kematian.
Semua itu sebagai tanda akan keseriusan para penguasa alam semesta yang ingin menghukum Eliza atas perilaku buruknya. Jika monster surga telah dikerahkan ke dunia fana, pertanda penghakiman telah datang tanpa bisa dihindari oleh siapa pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
World Destruction I : Initium Viae
Fantasy[HIATUS, LAGI FOKUS KE SERI 2] [LEBIH DISARANKAN BACA SERI 2 DARIPADA NOVEL INI] Alam semesta adalah panggung sandiwara dari segala penciptaan. Segala sesuatunya saling terhubung membentuk sebuah harmoni yang seimbang. Namun, seiring berjalannya wak...
