5. Siapa Iblis Misterius Itu?!

96 20 8
                                    

Suasana di dalam tenda semakin dipenuhi ketegangan yang serius. Bangsawan-bangsawan dan jenderal Kerajaan Brigham saling bersikeras memperdebatkan pandangan mereka tanpa henti seolah tak mau kalah.

Pasalnya, pasukan Kerajaan Brigham yang dipimpin oleh Tuan Putri Laviana semakin dekat dengan kekalahan, barisan strategi bertahan mereka juga hampir sepenuhnya diobrak-abrik pihak lawan yang menyerang semakin ganas.

Di kursi yang berada di ujung meja, Luviana hanya merenung di tengah perdebatan para pengikutnya. Suasana di dalam pikirannya lebih berisik dibanding suasana di dalam tenda atau pertempuran di kaki bukit. Dia terus mencari cara yang terbaik demi menyelamatkan harga diri tanpa menyumbang korban jiwa lebih banyak dari ini.

Namun, walau ribuan kali Luviana pikirkan, tetap saja dia tak menemukan satu pun jawaban, seperti terjebak di dalam labirin yang dipenuhi jebakan yang mematikan.

Luviana sadar bahwa dirinya terbilang naif, dan dia pun mengakui jika pihak lawan jauh lebih unggul dari segi apa pun. Jika pertempuran ini berakhir dengan kekalahan pihak mereka, Luviana merasa jika nyawanya tidak sebanding dengan harga diri kerajaan yang telah dia nodai.

Hati kecilnya terus menangis, teriakan kematian kesatria di kaki bukit terdengar begitu intens melalui angin yang berhembus merdu, dia tak kuasa menahan air mata yang terjatuh secara perlahan.

Luviana terus menyalahkan dirinya sendiri atas ketidakberdayaannya dalam menyelamatkan kesatria tercintanya, terutama harga diri kerajaannya. Dia merasa sangat bodoh, tak layak menjadi seorang pemimpin.

Sementara itu di sisinya, wanita yang memakai kostum pelayan menyadari apa yang dirasakan oleh majikannya. Perlahan dia menyentuh pundak Luviana, memberi belaian lembut sebagai dukungannya yang tulus. Dengan senyuman yang lembut, dia mencoba memberi nasehat.

"Nona, tolong angkat kepala Anda. Tidak sepantasnya Anda menyalahkan diri sendiri. Dalam kondisi genting seperti ini, peran Anda adalah membangkitkan moral mereka. Anda tidak boleh bersikap yang akan menurunkan moral mereka."

Luviana seketika tersentak dengan kedua mata terbuka lebar, dia baru saja tersadarkan oleh ucapan pelayannya yang setia. Dengan rasa ragu, dia menatap pelayan yang tengah tersenyum manis ke arahnya.

Apa yang diucapkan pelayannya itu memang sepenuhnya benar. Sebagai pemimpin, Luviana tidak boleh bersikap bodoh di situasi genting seperti ini. Jika dia tidak mampu memberikan solusi, setidaknya dia harus tetap berwibawa dengan sikap tegas, menyatukan semua suara dengan tenang.

Kemudian, Luviana bangkit berdiri, menyeka air mata dengan penuh rasa percaya diri. Tekad yang dia miliki perlahan berkumpul menjadi satu, melawan rasa takut dan gelisah yang menyelimuti sekujur tubuhnya.

Dengan penuh ketegasan, Luviana berteriak mengejutkan seisi tenda. "Semuanya! Tolong perhatikan aku sebentar. Aku mengerti situasi pihak kita semakin dirugikan. Sebagai pemimpin, aku mengakui kekuatan lawan kita jauh lebih unggul dari yang kita miliki. Tapi, ini bukanlah akhir untuk kita! Kita memiliki semangat juang yang tinggi, tekad membara demi harga diri bangsa. Percayalah! Yakinilah! bahwa kemenangan akan berada di pihak kita."

Luviana melangkah dengan anggun memutari para bangsawan. "Tidak ada strategi yang aku miliki, tidak ada senjata rahasia yang kita ciptakan, tidak ada sihir pemusnah masal yang aku kuasai, apa berarti kita tidak ada harapan? Tentu tidak! Kita memang tidak memiliki sesuatu yang dapat membalikan keadaan, tapi kita punya ini." Luviana menepuk dadanya dengan tegas. "Kita punya harga diri demi bangsa, kita punya harapan yang tak pernah pudar, kita punya keyakinan demi melindungi apa yang dicintai. Teruslah berjuang! Sampai titik darah penghabisan. Kita akan tetap berdiri, menyatukan hati dan jiwa demi mereka yang kita cintai!"

World Destruction I : Initium ViaeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang