BAB 7 SISI LAIN

27 0 0
                                    

Halo semuaaa...

Menurut kalian cerita aku gimana?

Ngebosenin apa gimana?

Jujur ini pertama kalinya aku buat cerita novel jadi masih bingung gitu.

Selamat membaca ya...

Kring...kring...

"Halo."
"..."
"Siapa, ya?"
"..."
"Oh, ya, sebentar."
"Cilla, ini ada telepon untuk kamu." Ucap pria setengah baya bertubuh gagah yang menggunakan kaos berwarna biru tua.
"Iya, Yah, sebentar." Suara Cilla dari dapur.
"Siapa, Yah?" Tanya Cilla yang telah berdiri di depan ayahnya.
"Ini katanya teman kamu." Ucap ayah Cilla menyerahkan telepon jadul yang digenggamnya kepada Cilla.
"Hm." Tanpa basa-basi Cilla langsung menerima telepon itu.
Ayah Cilla berjalan meninggalkan Cilla untuk mengobrol dengan temannya.

Ayah Cilla berjalan meninggalkan Cilla untuk mengobrol dengan temannya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

(BAYANGIN AJA HPNYA KAYAK GINI)

***
"Bagaimana, Pak Ahsan?" Tanya laki-laki bertubuh gemuk yang usianya kurang lebih 40 tahunan kepada pria bertubuh tegap dihadapannya.
"Ya, gini-gini aja lah, kerjaan alhamdulilah baik." Jawab laki-laki itu.
"Minggu depan jadi kerja bareng saya?"
"Iya Pak Andi, jadi, tempat kerjanya juga nggak terlalu jauh, kan."
"Iya, Pak lumayan dekat."
"Yah." Panggil Cilla yang berada di ambang pintu.
"Ada apa, nak." Ucap laki-laki yang bernama Pak Ahsan itu.
"Besok, Cilla mau beli peralatan pramuka, Yah."
"Ya udah, besok Ayah anterin." Jawab Pak Ahsan menatap ke arah Cilla.
Nama ayah Cilla adalah Ahsan Adipta.
Cilla pun masuk setelah memberi tahu ayahnya untuk mengantarnya membeli peralatan Pramuka.
Sedangkan dua orang laki-laki itu masih setia mengobrol di teras rumah dengan dinding berwarna hijau muda dan beberapa tanaman hias di depan rumah membuat rumah itu terasa sejuk saat matahari terbit. Namun saat ini cahaya bulan yang tampak menyinari bumi dan menemani obrolan mereka.
***
"Pagi, Cilla." Sapa Nafisha saat Cilla menaruh tas pada bangkunya.
"Hari ini Lo jadi pergi beli peralatan pramuka?" Tanya Nafisha pada Cilla yang baru menjatuhkan dirinya ke bangku.
"Heem, jadi, kata ayah sepulang sekolah baru beli." Jawab Cilla pada Nafisha yang sedang menyapu.
"Lo udah beli? Sorry ya, Gue nggak bisa bareng belinya." Ucap Cilla dengan wajah sedikit menyesal.
"It's Oke, nggak apa-apa kok, tadi malam ayah Lo ya yang angkat?"
"Iya, Gue di dapur, Gue kan nggak tahu kalau Lo mau telepon."
"Hm, Gue kaget soalnya, pas telpon diangkat kok malah suara bapak-bapak kan Gue agak kaget." Ucap Nafisha dengan tangan memegang dada.
Sedankan Cilla hanya membalas dengan sedikit tawa.
"Lo, nggak piket?"
"G...ue?" Tanya Cilla bingung.
"Hm."
"Bentar deh, Gue...udah kemarin deh piket, Lo mau ngerjain Gue ya." Jawab Cilla mengarahkan jari telunjuknya pada dirinya lalu ke arah Nafisha.
"Hahaha, ada yang bingung nih, kena Lo." Jawab Nafisha terkekeh.
"Ih, pagi-pagi dah ngerjain orang, dosa loh ya." Ucap Cilla menggoda Nafisha.
"Cuma bercanda, sorry." Jawab Nafisha dengan tangan kiri memegang sapu dan jari tangan kanannya membentuk huruf v.

Walaupun belum lama mereka kenal tapi mereka memang sudah lumayan akrab. Tak lama kemudian terlihat Diana dengan rambut dikepang satu berjalan menuju bangkunya.
Diana menempatkan diri di samping Cilla, tapi gadis itu tidak memberikan respon apa-apa dan hanya memainkan jari-jarinya. Melihat hal itu, Fisha yang berada di ambang pintu kelas yang bercat putih itu merasa aneh, karena yang Ia tahu dua orang perempuan itu satu desa, dan bisa di bilang mereka satu SD, seharusnya mereka sangat akrab bukan? Tapi kemuadian Ia menepis pikiran buruknya itu dan melanjutkan menyapu.

"Minggir-minggir." Teriak siswa laki-laki bertubuh kurus.
"Ih, apa-apaan sih Lo, main tendang-tendang orang aja." Ucap Nafisha dengan alih tajam.
"Makanya minggir, udah ah males." Ucap laki-laki itu berlalu pergi begitu saja.
"Kampret, Lo, Ray, udah gue sapu Itu lho, jadi kotor lagi kan."
"Tinggal sapu lagi apa susahnya." Ucap laki-laki itu mendudukkan diri di bangku depan Cilla.
"RAYYAN ADITYA FIRMANSYAH, awas Lo ya." Ucap Nafisha berjalan menghampiri Rayan bersiap untuk memukulnya.
Namun dengan gesit Rayan menghindar dari amarah Nafisha.
"Nama Gue Rayan, y nya satu doang, nggak usah ditambah r, Gue nggak suka." Ucap Rayan yang ngeh pelafalan Nafisha salah, mungkin itu efek dari amarah.
Cilla yang melihat kejadian pagi itu hanya bisa tersenyum dengan sikap temannya itu. Rayan akhir-akhir ini memang suka berbuat usil. Padahal di ingat-ingat awal Ia bertemu Rayan, Ia terlihat kalem, tapi sepertinya dugaannya salah. Kini laki-laki itu menampilkan sisi yang lain dari dirinya.
***
Matahari sudah berada di atas kepala, Cilla melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul setengah satu, saat ini dia berada di depan toko yang menjual peralatan sekolah.

"Yok, La." Ajak Pak Ahsan beranjak masuk toko yang diikuti Cilla di belakangnya.

Tujuannya Cilla dan Pak Ahsan kemari ingin membeli beberapa perlengkapan pramuka seperti tongkat dan hasduk, juga tali temali.

"Udah semuanya?" Tanya Pak Ahsan pada Cilla di depan kasir.
"Udah, Yah." Jawab Cilla yang sedang membawa tongkat pramuka.
Pak Ahsan pun membayar semua belanjaan dan mereka keluar dari toko. Ketika ingin pulang, mereka tidak sengaja berpapasan dengan Diana.
"Eh, Pak Ahsan, Cilla, kalian juga habis beli peralatan pramuka?" Tanya Bu Sinta pada keduannya.
"Iya, Bu, Bu Sinta juga mau beli?" Tanya Pak Ahsan ramah.
"Iya nih, Pak, untuk Diana." Jawab Bu Sinta dengan senyum.
Cilla dan Diana hanya menampilkan senyum mereka saja tanpa saling menyapa.
"Kalau begitu saya duluan Bu." Ucap Pah Ahsan menaiki motornya dengan diikuti Cilla.

Jangan lupa vote makasih...

:)

Cinta dalam MimpiWhere stories live. Discover now