Sequel

750 84 11
                                    

Aroma bunga kembali menyapa. Menaburkan wanginya disekitaran jalan, minimarket 24 jam, kantor yang besar bahkan sebuah sekolah yang kini tampak diramaikan oleh siswa yang telah selesai berlibur panjang.

Bunga bermekaran, berwarna putih, jingga, merah, dan juga merah muda. Bunga yang hanya mekar setahun sekali dan kemudian gugur. Menjadi bunga, tampaknya menyenangkan. Mereka akan mekar dengan indah walaupun layu, mereka tetap dicintai, walaupun layu mereka pun tetap di sesali.

Bunga selalu ditunggu dan membawa berbagai macam kenangan milik anak- anak remaja, dewasa bahkan mereka yang telah menikmati hidup selama setengah abad. Ada saja kisah nya dan ada saja yang mampu di kenangnya.

Beberapa bunga kini telah memenuhi jalanan, mungkin karena angin yang juga berhembus cukup kencang di daerah pegunungan. Udara masih terasa dingin, bahkan sangat dingin untuk beberapa pejalan kaki yang kini melangkah menggunakan pakaian hangat seperti musim dingin.

Salah satunya, sosok yang kini tengah menunggu lampu penyebrangan jalan berubah hijau. Sesekali matanya tertutup karena kantuk habis begadang semalaman. Sesekali juga ia menghela nafas dan berpikir siapa yang menciptakan sekolah di dunia ini. Apalagi di musim yang masih terasa dingin. Inginnya, ia berselimut ria sambil bermain game kesukaannya, mendapatkan rank baru dan memperlihatkannya ke seantero sekolah.

Namun, sekolah membuat hobi nya itu terhambat apalagi setelah kepindahannya ke daerah terpencil karena mengikuti pekerjaan Ayahnya yang seorang pembisnis tanaman dan pangan organik. Tempat ini memang cocok untuk pecinta tanaman. Entah berapa banyak pohon yang masih rindang dan berwarna asri. Tidak seperti di kota besar waktu itu, bunga sakura pun hampir tidak terlihat.

Setidaknya, ada yang bisa ia syukuri dari kepindahannya walaupun tidak terlalu banyak.

Iris cokelat nya kini menangkap lampu hijau untuk para pejalan kaki. Ia mulai mengambil langkah dan berharap tidak terlambat untuk hari kedua nya disekolah baru itu. Mengingat nya, membuat helaan nafas berat itu kembali terlihat. Terhitung sudah satu atau dua kali dirinya terlambat dan mendapatkan poin yang bisa mempengaruhi nya di kelulusan nanti. Sekolah itu memiliki peraturan yang luar biasa dan guru yang terkesan kolot. Seperti, tak boleh menulis menggunakan tablet dan harus memiliki minimal satu buku untuk satu pelajaran.

Ia menggelengkan kepala mengingat bagaimana hari pertama nya begitu tertekan karena tak memiliki buku dan mendapatkan guru cukup menyeramkan di pelajaran sejarah.

Di tengah lamunannya, pria beriris cokelat itu tersentak pula ketika jalan nya dihadang oleh seorang pemuda, bersurai hitam dan juga iris sehitam jelaga di sana. Pertama kalinya, siswa kelas 3 pindahan bermarga Kim itu melihat iris sehitam jelaga, sejenak dirinya takjub dan sejenak kembali terbangun dari lamunannya, memejamkan mata sejenak dan menghela napas.

"Apa yang kau inginkan sampai kau menghalangi langkahku?" tanya nya pada sosok pemuda yang masih terdiam, menatap raut wajah nya seolah dirinya adalah salah satu karya dipameran seni. Bahkan, pemuda itu menatap bola mata nya sampai kaki nya sendiri melangkah mundur, memperhatikan dirinya dari ujung kepala hingga ujung kaki.

"Siapa namamu?"

Pertanyaan itu terdengar dengan jelas oleh pria bermarga Kim itu, tetapi kening nya memilih berkerut, berpura-pura tidak mengerti mengenai pertanyaan yang diajukan. Sejujurnya, yang tidak dimengerti adalah apa alasan dari pemuda itu bertanya mengenai namanya.

Pernah hidup dikota besar cukup membuatnya berhati- hati pada orang lain, walaupun pemuda di hadapannya menggunakan seragam yang sama. Tak menggunakan pakaian hangat sama sekali. Ia bertanya- tanya mungkin pemuda di hadapannya ini adalah manekin yang kabur dari ruang penelitian.

Surai nya, bahkan iris mata nya tidak seperti manusia kebanyakan. Pemikiran yang cukup acak itu membawa Kim untuk mengambil langkah mundur, memperhatikan pemuda di hadapannya dari ujung kepala hingga ujung kaki hingga pemuda itu memperlihatkan tatapan penuh tanda tanya dan ia tak ingin menjawab sama sekali apapun yang pemuda itu katakan. Ini cukup berbahaya.

HiraethTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang