Empat

446 103 7
                                    

"Bu... Bisakah pernikahan ku di batalkan?"

Judith menatap bayangan wajahnya di cermin.

"Ehm... Bu... Pak... Judith, sepertinya Judith nggak bisa meneruskan pernikahan ini. Dia bukan lelaki impian Judith. Judith ragu bisa menghabiskan sisa usia dengan Malikh."

Judith terdiam lagi setelah bermonolog pada bayangan dirinya sendiri.

Judith mendesah. Besok ia akan menikah. Setelah beberapa Minggu persiapan dan Judith sama sekali tidak bisa berkutik karena kelakuan Malikh yang serba lain di hadapan orang tua dan lain lagi jika berdua dengannya.

Pintu kamarnya di ketuk.

Judith menoleh dengan cepat ke arah pintu karena pintu kamarnya memang tidak dikunci.

Ia mendesah kesal karena ternyata tamu tak di undang yang datang. Malikh menyeringai.

"Apakah gadis berbakti ini masih bertahan dengan semua rencana pernikahan yang... Hmmmm... Kurang dari 10 jam lagi." Ucap Malikh sambil menatap jam tangannya.

Judith memutuskan membuang tatapan dari Malikh.

Ia bergerak menuju pintu lalu mendorong pria itu keluar kamarnya. "Pergilah, aku sedang tidak mood bertengkar."

"Kita bisa menghentikannya. Temui Papa ku katakan kita akan batal menikah."

"Kalau kamu se nggak pengen nya nikah sama aku, kenapa kemaren kamu lamar aku di depan orang tua kamu? Segalanya jadi ribet karena mereka merestui kamu. Aku nggak mungkin bilang gimana liciknya kamu ke mereka."

Malikh terkekeh. "Itu sebabnya aku mau kamu yang membatalkan pernikahan kita karena kamu pantas mendapatkan pelajaran setelah dengan lancang menerima lamaran."

"Jika kamu tidak menerima lamaran dari Papa, aku tidak harus meninggalkan New York dan kembali ke Negara ini." Kata Malikh menatap Judith tajam.

Judith mendesah. Berarti Malikh sengaja baik-baik di hadapan orang lain agar ia tidak disalahkan jika pada akhirnya pernikahan ini gagal.

Lalu haruskah ia bertaruh hanya demi keegoisan Malikh? Ini bukan menyangkut balas membalas tetapi masa depan.

Judith tak pernah membayangkan jika ia akan menghabiskan kehidupan dengan orang sepicik dan selicik Malikh. Judith bahkan yakin ini belum seluruhnya kebusukan Malikh.

"Kenapa? Mau nangis?" Tanya Malikh tersenyum puas melihat mata Judith berkaca-kaca.

"Ini test yang kamu minta pada Papa. Takut banget kamu kena penyakit menular. Aku memang mantan pemakai narkoba, tetapi aku tidak pernah bermain dengan jarum suntik. Aku juga tidak pernah melakukan sex tanpa pengaman. Lagipula, buat apa test ini, aku juga tidak akan melakukan hubungan intim denganmu. Kamu bukan tipeku! Ohya... Jangan lupa serahkan hasil test kesehatan kamu juga." Setelah memberi sebuah amplop pada Judith, Malikh pun pergi.

Judith mendesah. Astaga... Sekarang saja sudah berat. Ucapnya dalam hati.

---

Judith sudah berlatih beberapa kali untuk berbicara pada Ibu dan Bapaknya di depan cermin. Namun saat ini, ia masih saja tidak berhasil menyampaikan niatnya.

"Bu... Malikh Arsen Madya, bukanlah pria baik." Ucap Judith tiba-tiba kala mereka makan malam bertiga terakhir kalinya sebelum Judith menikah besok.

Yoga menatap Judith yang menundukkan kepalanya setelah melontarkan kalimat menegangkan.

Yoga lalu menoleh pada istrinya Dewi.

"Kenapa kamu bilang begitu?" Tanya Dewi.

"Ibu lihat kan penampilan dia gimana? Dan kelakuan dia itu nggak semanis yang terlihat Bu. Judith ragu, bisa menghabiskan hari-hari Judith dengan suami sepertinya."

"Nak... Bapak dan Ibu paham. Malikh juga bukan sosok menantu idaman kami. Kami berharap kamu menikah dan bahagia dengan pasangan yang mencintai kamu dan kami. Kami berharap dia sudah mandiri akan hidupnya. Tetapi ini mungkin ujian buat kamu juga nak, bagaimana kamu berhasil membuat Malikh jadi sosok suami idaman. Malikh itu terlanjur punya banyak luka. Dan, Papa nya Arsen, menemui kami serta memohon secara pribadi karena dia yakin, sosok seperti kamu lah yang akan bisa membuat anaknya berubah dan jadi pria idaman."

"Ya tapi kenapa harus Judith, Pak? Masih banyak wanita lain di luar sana kan?" Kali ini untuk yang pertama kalinya, Judith berbicara dengan nada keras.

"Kami minta maaf jika kami sudah memaksa kamu nak." Ucap Dewi sedih.

Judith seketika menyadari kesalahannya. Ia lupa berhadapan dengan dua orang lansia.

"Maaf Bu. Suara Judith agak kuat tadi. Judith nggak maksud membentak." Ucapnya merasa bersalah menggenggam tangan keriput Ibunya. Dia memang bukan wanita yang mengandung dan melahirkan Judith dari rahim nya, tetapi ia wanita yang melahirkan Judith dari hatinya.

"Almarhumah Mama Malikh, adalah wanita yang memperkenalkan kami dengan kamu. Dulu, almarhumah memiliki kegiatan sosial dengan Ibu mu, mereka cukup dekat, bahkan hampir seperti saudara padahal tidak ada hubungan darah. Dia juga sering datang dan melakukan kegiatan sosial di Panti Asuhan tempat kamu dulu, nak. Katanya dia sangat menyukai seorang gadis kecil. Dan jika kami berkenan ingin mengadopsi seorang anak, ia mengusulkan kamu agar kamu jadi anak kami. Katanya, dia yakin kamu akan jadi anak berbakti dan baik hati." Ucap Yoga.

Judith terkejut. Ia tak pernah tahu cerita ini. Seingatnya sebelum diadopsi, Ibu nya ini memang beberapa kali pernah bertemu dengannya dan saat itu ia tak menyangka ada yang memperhatikan dirinya selain Ibu Dewi.

"Dia bilang ada seorang anak perempuan yang cantik dan baik di Panti. Dia juga rajin dan suka menolong Ibu Panti Asuhan untuk mengurus adik-adik yang masih kecil juga membantu pekerjaan orang dewasa di Panti seperti kebersihan bahkan berjualan untuk mencari uang tambahan. Lalu dia ajak Ibu dan Bapak ke Panti Asuhan dan menunjukkan kamu dari kejauhan. Saat itu, Ibu ingat sekali, momen pertama bagaimana kami jatuh cinta sama kamu." Ucap Dewi dengan mata berkaca-kaca.

Judith menoleh ke Bapaknya dan pria itu juga tampak karut dalam kenangan.

"Mungkin kamu lupa, tetapi kami pernah membawa kamu ke pemakaman beliau dulu. Saat itu, Papa nya Malikh bertanya, apakah Judit adalah sosok yang sering diceritakan Almarhumah dan kami adopsi sebagai anak? Itu berarti Almarhumah tetap mengingat kamu. Dan beberapa waktu lalu, kami bertemu dan dia teringat akan kamu, bertanya tentang mu, dan meminta kamu jadi istri anaknya."

Judith tak ingat itu, mungkin karena ia sering diajak ke acara pemakaman jadi ia tak ingat yang mana persisnya. Mungkin karena ia masih sangat muda jadi ia tak ingat wajah Arsen.

"Jadi, Judith, anak Ibu tersayang, bisakah kamu menerima pernikahan ini sebagai takdirmu? Ibu tahu ini berat, Ibu tahu ini sulit, menikah dengan pria yang tidak kamu cintai, apalagi memiliki karakter dan masalah kehidupan seperti Malikh. Tapi sungguh, Ibu dan Bapak t6akan mempermainkan masa depan mu nak. Malikh itu pria baik. Dia punya Orangtua yang baik, mungkin keadaannya terlalu sulit, mungkin dia terlalu kesepian, tapi setidaknya dia akan punya kamu sekarang." Pinta Dewi dengan segenap hati.

Astaga... Jika sudah begini bagaimana Judith bisa menolak. Ini permintaan paling tulus yang pernah dimohonkan Ibu dan Bapaknya yang sudah seperti malaikat dalam hidupnya. Dn ternyata, selain mereka, ada malaikat lain yang mempertemukan ia dengan kedua malaikat nya tersebut.

"Judith akan menikah dengan Malikh Bu, Pak. Insyaallah Judith ikhlas." Ucap Judith.

Dewi dan Yoga tersenyum terharu. Keduanya bahkan sampai menitikkan air mata bahagia. Mereka lega, karena seandainya sesuatu terjadi pada mereka, ada Arsen Madya yang akan menjaga Judith untuk mereka.

Meskipun masih ragu dengan Malikh, tetapi mereka berusaha percaya.

Lalu, bisakah Judith dan Malikh menjalani pernikahan normal bagaikan suami-istri pada umumnya???

---

TBC

Haiiii di aku udah selesai nich Malikh dan Judith nya...

Tapi masih aku revisi ya... Jadi yg ga sabar tunggu updatenya boleh nabung akan segera ready PDF dlm beberapa hari dn ebook nyusul ya...



Malikh & JudithTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang