Dua Puluh sembilan

265 51 0
                                    

Judith tak bisa menahan tawa melihat raut wajah Malikh yang menyedihkan bagaikan seorang yang ada di Padang Gurun lalu melihat oase namun saat dikejar ternyata cuma sebuah batu besar padahal dari kejauhan ia kira bisa melepas dahaga namun ternyata tidak. Hehehehe...

Sesampainya di apartemen Malikh dan Judith berciuman mesra sambil Malikh meremas payudara Judith.

"Aduhhh..." Judith meringis.

"Kenapa Didith sayang?" Tanya Malikh. Mereka sudah berantakan. Jas kerja sudah di sofa kancing kemeja sudah dilepaskan dan payudara Judith juga sudah terpampang meskipun masih tertutup bra.

"Kok sakit ya?" Ucap Judith.

"Apanya?"

"Yang kamu remas tadi." Ucap Judith.

"Tapi Dith aku remasnya pelan kok?" Malikh bingung.

"Iya justru itu, mmhhh perut ku juga kram nih. Apa mau haid ya?" Tanya Judith lebih pada dirinya sendiri.

"Ha??!!!" Tanya Malikh sedikit lemas. Astaga... Jangan sekarang please... Dia sedang turn on.

"Aku cek kamar mandi dulu ya?"

A few minutes latter

"Malikh.... Aku M." Kata Judith berteriak dari kamar mandi.

---

Haduhhh... Istilah sudah jatuh tertimpa tangga sepertinya sedang sangat tepat untuk Malikh saat ini.

Sudah berharap banyak, sedang sangat semangat, tau-tau dapat kabar jika sang istri sedang datang bulan alias menstruasi. Dan parahnya lagi, stok pembalut Judith tidak ada, tertinggal di lemari rumah lama mereka.

Jadilah, 1 jam menuju tengah malam, ia bukannya bermesraan dengan sang istri, malahan belanja di swalayan apartemen sendirian.

Judith nggak mungkin ikut dong karena dia sedang kram perut. Bisa-bisanya istrinya itu nggak terasa jika ia sudah keluar haid. Mungkin efek terlalu sibuk hari ini juga sih.

Ponsel Malikh terhubung dengan Judith karena ia bingung mau beli yang mana, padahal sudah disebutkan beberapa kali tetap aja dia bingung, mau nanya mbak penjaga swalayan malu, bedain yang wing dengan tidak padahal ada bacaannya sih.

Ini benar-benar pertama kalinya bagi Malikh.

Mau tak mau, malu tak malu setelah panggilan video call dengan Judith akhirnya ia membeli dua bungkus pembalut wanita, dengan panjang berbeda. 25cm dan 32cm.

Terus terang ya, Malikh tuh masih nggak paham, kok bisa panjangnya aja beda-beda, banyak banget variannya, apa emang seribet itu ya jadi cewek kalau sedang menstruasi?

Malikh akan kembali ke apartemen nya tetapi Barka datang menemuinya.

"Kamu bahkan mengikuti Judith sampai ke tempat tinggal kami?" Tanya Malikh tidak percaya pada mantan tak berarti Judith ini.

"Aku mengikuti kalian ke sini beberapa waktu lalu dan aku tinggal di gedung ini." Kata Barka.

Barka tersenyum menatap belanjaan Judith. "Dia masih saja ceroboh. Kamu beli yang wing kan? Panjang 25cm dan 32cm?" Tanya Barka.

Seketika darah Malikh mendidih. Jadi bahkan sejak dulu Judith juga melakukan ini pada pria lain? Ia kira karena ia suami Judith jadi Judith sangat berterus terang tentang hal pribadinya pada Malikh, tau nya... Ia tak seistimewa itu.

Malikh kesal lalu meninggalkan Barka.

Barka tersenyum lebar. Ia memang menyewa sebuah apartemen di tempat ini beberapa waktu lalu ketika tahu Judith dan Malikh pindah ke sini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 03 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Malikh & JudithTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang