1.3. Rencana

35 6 0
                                    

Lo nggak layak untuk ada di sini!

Galih baru saja mengganti seragamnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Galih baru saja mengganti seragamnya. Tampaknya dia tidak senang. Mungkin karena seragam batik itu didominasi oleh gambar burung bangau terbang. Dia tidak tahu apa filosofinya. Yang jelas---menurutnya---ini sama sekali tidak keren.

Hari ini terasa begitu lambat. Entah itu hanya perasaannya atau bukan. Aisha yang sejak tadi di tunggunya di depan kelas tak kunjung keluar. Seolah sengaja menjauh setelah Galih menanyakan perihal prestasinya ketika di perpustakaan tadi. Aneh. Gadis itu seperti ketakutan dan khawatir akan suatu hal. Dan Galih baru saja teringat tentang perkataan Aisha bahwa semua orang akan berbicara dengan kebohongan yang ada. Lalu setelahnya ia akan berpikir tidak akan menemui satu pun manusia dengan kejujuran di tempat ini. Sekalipun itu Aisha.

Bosan menunggu lama, ia pun berlalu. Ia menurut ke mana pun kaki itu akan membawanya pergi. Kalau bisa... pintu gerbang dan ia akan pulang.

"Gimana hari pertama masuk sekolah? Keren?" Galih menoleh ke sumber suara. Sejak kapan gadis yang ditemuinya malam itu tiba-tiba ada di sini? Entah bagaimana ceritanya Galih bisa berada di depan gedung olahraga.

Dan untuk menjawab pertanyaan itu, sama sekali tidak keren. Mengakuinya dalam hati.

"Lo ngapain ke GOR? Ikut club anggar juga?" tanya Rinnai masih dengan pakainya anggarnya.

Galih menggeleng. "Ikut ke mana pun kaki gue melangkah."

"Aneh, ya!" tukas Rinnai, "hidup lo tuh nggak punya tujuan tahu nggak! Pertama, lo nggak tahu alasan kenapa lo ada di sini dan kedua... bahkan lo nggak bisa kontrol kaki lo sendiri!"

"Lo semua yang aneh!" Maksudnya segalanya yang ada di sini.

"Oke, kita memang aneh, gue akui itu!" Rinnai berbalik masuk. Gadis itu memang mengikuti club anggar sejak kelas sepuluh dan selalu rutin mengikuti latihan setiap hari rabu. Sebenarnya dia tidak terlalu berbakat di sini. Pelatihnya bilang bahwa Rinnai menyerang terlalu menggunakan emosi, "sebaiknya kamu ikut karate saja! Anggar bukan bidang kamu, Rin!" Namun Rinnai tidak peduli dengan komentar pelatihnya hari itu.

"Rin!" panggil Galih. "Gue tahu prestasi lo!" Rinnai tidak terkejut, gadis itu biasa saja. "Dan semua tentang lo!" lanjutnya.

Rinnai tersenyum sumir. Meski tak terlihat manis, tapi Galih melihat gadis itu jauh lebih baik dengan senyum itu. Cukup untuk menggambarkan sosoknya yang suram. "Tidak semua tentang gue! Lo belum tahu apa-apa! Tapi kita bisa ngobrol nanti, setelah gue latihan!"

Galih mengikuti Rinnai memasuki ruang latihan. Gadis itu menutup pelindung muka, sekilas sedikit melirik ke arah Galih. Kemudian siap memasang kuda-kuda.

"En garde!"

Laki-laki itu bertepuk tangan. Entah apa maksudnya, itu membuat Rinnai tidak fokus.

Insidious SchoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang