19

48 3 0
                                    

Tidak banyak yang berubah dinegri ini. Hawanya sama seperti 3 tahun lalu, tepat dimana kakeknya memejamkan mata untuk selamanya, dan sekarang april kembali hadir untuk melihat neneknya dikuburkan. Walaupun tidak terlalu dekat entah mengapa april merasa kehilangan. Jika boleh jujur ia sedikit membenci wanita tua itu, sejak kecil kakek dan neneknya tidak pernah menanggapnya ada.

"Tumben lo sesedih ini?" Tanya rahel dengan polos, tanpa menghiraukan april yang tengah berduka.

April diam sejenak, mencerna pertanyaan rahel yang sedikit relate.

"Parah lo yaa, gue lagi berduka gini, bisa bisanya lo nanya hal itu ke gue" ketus april walaupun perkataan rahel ada benarnya.

"Ya maaf, cuma gue heran aja selama perjalan loh lo nangis, emang sekehilangan itu kah, secara lo pernah cerita ke gue kalau lo rada ga suka sama kakek nenek lo" jelas rahel.

"Hmm... ntahlah gue pun heran kenapa ya gue se sad ini, tapi gue jadi sadar gini ya rasanya ditinggal" ujar april menyeka air mata nya yang ingin menetes.

"Yee, soal kehilangan lo jangan tanya lagi, baru aja ditinggal sama orang yang gak terlalu lo cinta udah begini, apalagi ditinggal orang yang benar benar lo sayang beuh sakit banget tau gak, rasanya tuh kenapa sih perginya ga sama sama aja, kenapa harus pergi duluan" jelas rahel sambil melihat jalanan negri upin ipin.

Mendengar ucapan rahel, april kembali merenung. Kali ini bukan tentang kematian mendiang neneknya, melainkan tentang rafi.

"Gimana ya kalau dia pergi, duh belum nyata aja sakitnya nusuk, apalagi beneran, ga sanggup gue liat dia sama yang lain" batin april.

"Turut berduka cita ya ril, semoga tuhan kasih lo kesabaran" ucap rahel bersandar di pundak april sambil mengelus punggung tangan april yang kaku karena kedinginan.

~~~

"Kiw kiw keliatannya ada yang lagi menggalau nih" sorak bintang dengan nada jahilnya yang mengundang perhatian.

"Mana langitnya mendukung lagi, senja dengan luka, ckckckck" sambung alan.

"Azzek"

Yang diejek pun akhirnya melemparkan tatapan tajam, pasalnya rafi menatap senja sendirian di saat temannya yang lain asik bakar bakar. Dengan kesabaran penuh rafi mencoba menahan emosinya, kelakuan jahil mereka belum tentu hilang jika dirinya melawan.

"Nape lu fii, menung menung, ntar kemasukan jin iprit lo" ujar alan membawa sepiring bakso bakar menghampiri rafi. "Weh jangan gitu lah lan, ngeri gue dengernya" sahut aril dari belakang. Kini mereka berlima tengah menikmati senja bersama, diatas lereng bukit nan indah.

"Yee, gue bukan galau. Noh gue lagi liat burung burung yang lagi bikin formasi" ketus rafi menunjuk burung burung tersebut.

"Senja indah banget ya" ujar aril dengan nada penuh puitis. "Masih indahan mutya sih" potong bintang.

"Bulol" tukas ghani.

"Uwekkk" tiba tiba saja ghani memuntahkan bakso yang ada si dalam mulutnya.

"Kampret lo bin, sengaja lo ya kasih gue yang gosong" jari telunjuknya tegas menunjuk nunjuk bintang yang tidak berhenti tertawa.

"Sabar gan, doain aja biar dibuntuti jin iprit si bintang"

"Wah sudah azan, mari kita pulang" ujar bintang lalu mencibir, berusaha untuk tidak mendengar perkataan alan. Padahal dari tadi bulu kuduknya sudah berdiri.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 14, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Senja dengan LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang