Udara di Langit kota, update lagiii....
Yee, akhirnya cerita yang kalian tunggu, aku publish juga..
Selamat membaca
****
Sinar mentari pagi masuk ke kamar Udara melalui celah jendela. Pohon jambu air yang biasanya sepi sekarang telah berdatangan sekawanan burung kenari berkicau dengan amat merdu. Gadis itu sedikit melenguh ketika suara Hafshah masuk ke indera pendengarannya.
Seperti biasa wanita kelahiran 1978 itu akan berteriak kencang karena Udara belum menyiapkan sarapan. Apakah Hafshah lupa kalau anaknya itu sedang sakit?
Tak lama dari itu terdengar ketukan yang terbilang cukup keras karena hampir menjatuhkan hiasan di belakang pintu kamar Udara.
"Udara!" teriak Hafshah.
"Masuk saja, Bunda," kata Udara dari dalam dengan suara parau.
Ketika Hafshah masuk matanya langsung melotot dan menarik selimut Udara. Ia langsung memaksa gadis itu bangun dan menyiapkan keperluan rumah.
"Mau jadi apa kamu kalau malas-malasan seperti ini Udara!" bentak Hafshah.
"Badanku masih lemas, Bunda," kata Udara.
"Itu cuma alasan kamu biar tidak sekolah dan bisa bermalas-malasan di rumah!" seru Hafshah lalu menarik lengan Udara agar secepatnya turun dari ranjang.
"Sakit, Bunda." Udara meringis kala Hafshah mencekal lengannya begitu kuat dan berjalan menuju dapur.
"Bunda tidak suka punya anak yang sakit-sakitan!" marah Hafshah.
"Bunda kapan, sih, sayang sama Udara? Setiap hari selalu saja marahin Dara, " ujar Udara meminta belas kasihan Hafshah.
Hafshah mengendurkan cengkraman tangannya pada lengan Udara lantas ia tepis dengan kuat sampai Udara meringis kesakitan.
"Kamu mau disayang?" tanya Hafshah lantas diangguki Udara. "Jangan jadi anak yang penyakitan! Karena kamu akan menjadi beban!"
"Jadi selama ini Udara cuma beban di hidup, Bunda?" Udara menahan tangis dengan menggigit bibir bawahnya. Bagaimana bisa seorang ibu tega mengatakan hal menyakitkan seperti itu.
"Kamu bukan hanya menjadi beban di hidupku tetapi pembawa sial," bentak Hafshah.
"Apa salah Udara, Bunda? Kenapa Bunda selalu mengatakan hal yang menyakitkan?" tanya Udara dengan dada yang terasa sesak.
"Salah kamu banyak, apa pun yang kamu lakukan di mataku tetap salah!" Hafshah kembali menarik Udara hingga berada di depan wastafel yang penuh dengan piring-piring kotor.
Udara terisak-isak mendapat perlakukan yang berbeda dari bundanya. Setelah kejadian beberapa tahun silam membuat Hafshah sangat membenci Udara. Bahkan, tak segan-segan Hafshah memukul anak keduanya itu untuk melampiaskan rasa amarah.
"Jangan makan dan minum sebelum semua pekerjaan kamu selesai," kata Hafshah lalu melenggang pergi.
Perasaan Udara terluka saat mendengar kata-kata manis dari Hafshah untuk kakaknya. Setiap hari ia melihat pemandangan yang menyakitkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
UDARA DI LANGIT KOTA
RomanceKisah ini menceritakan tentang seorang anak tengah dari keluarga sederhana. Dia adalah Udara Medina Sophia. Udara menyesal bertemu dengan Hans Bumantara Selatan. Laki-laki yang mengejarnya bukan karena cinta melainkan obsesi semata. "Jangan sentuh...