Luka Itu Semakin Dalam

23 7 0
                                    

Selamat  datang dan selamat membaca
Udara di Langit Kota
Semoga kalian betah dan nyaman

Heheh.... Terima kasih sudah mampir❤️

****


Udara memasukkan bajunya ke dalam tas yang berukuran besar. Ia sudah memutuskan untuk tinggal bersama Desma dan Muhammad. Meskipun rumah ini banyak kenangan tetapi harus ia tinggalkan sebab luka yang mereka torehkan cukup dalam.

"Sudah selesai, Cung?" tanya Desma kepada cucu kesayangannya.

"Sebentar lagi, Nek," balas Udara lalu mempersilahkan Desma untuk duduk sebentar di kasurnya.

"Nenek janji akan menjagamu sebaik mungkin,  " kata Desma tersenyum manis kepada Udara.

"Terima kasih sudah menjaga Udara selama ini, Nek." Udara memeluk Desma dengan wajah sedih. "Kalau bukan karena Nenek, mungkin Udara makin tersiksa tinggal di sini."

"Sudah, jangan nangis, ya. Nanti cantiknya hilang," gurau Desma membuat Udara tertawa.

Setelah melihat Udara cukup tenang, Desma melerai pelukannya. Ia tidak tega melihat Udara yang setiap hari selalu saja mendapat perlakuan kurang baik dari Hafshah. Mereka seolah-olah menutup mata ketika Udara meringis kesakitan.

Seseorang yang sedang berada di dalam pikiran Desma kini berdiri diambang pintu. Wanita itu memasang wajah memelas agar Desma tidak membawa Udara.

"Bu, Hafshah janji nggak bakal menyakiti Udara lagi." Hafshah bersimpuh di kaki Desma.

"Udara tetap tinggal bersama, Ibu." Keputusan Desma sudah bulat tidak bisa ditawar.

Hafshah mendongak menatap Desma setelah itu beralih kepada Udara. Ia menggenggam erat tangan Udara sampai sang empunya merasa kesakitan.

"Kamu sayang, kan, sama Bunda?" tanya Hafshah sambil meremas kuat tangan Udara. "Bunda yakin kamu pasti sedih kita berpisah."

Udara menahan rasa sakit akibat genggaman tangan Hafshah. Ia melihat tatapan tajam yang dilayangkan oleh bundanya agar Udara mengiakan ucapan Hafshah.

"Udara?" panggil Hafshah pelan tetapi menusuk sampai ke ulu hati.

Udara mengangguk lalu berkata,"Udara sayang sama Bunda tapi untuk sekarang biarkan Udara tinggal bersama Nenek."

Hafshah menepis tangan anak keduanya. Ia kesal atas perkataan yang keluar dari mulut Udara. Sia-sia dia memasang wajah protagonis pada akhirnya tetap menjadi peran antagonis di hidup Udara.

"Jangan membuat Bunda semakin benci sama kamu, Dara!" tekan Hafshah.

"Berani-beraninya kamu mengancam cucuku, Hafshah!" bentak Desma tak terima.

"Udara anakku, Bu." Suara Hafshah meninggi.

"Iya, Ibu tahu kalau Udara itu anakmu. Tetapi, Ibu tidak suka melihat perlakuan burukmu kepada cucuku!" Desma tidak membiarkan mental Udara dirusak oleh ibu kandungnya.

"Baiklah, Udara boleh tinggal bersama Ibu." Akhirnya Hafshah memberi izin. "Tapi, Udara harus memberiku uang setiap minggu!"

Desma menghela napas berat mendengar syarat yang diberikan Hafshah. Kenapa anaknya itu gila uang?

"Ibu macam apa kamu, Hafshah! Seharusnya kamu yang menafkahi Udara," marah Desma setelah itu menyuruh Udara untuk cepat membereskan pakaiannya.

Setelah selesai, Hafshah mengajak Udara keluar rumah tak menghiraukan teriakan Hafshah menyuruh mereka untuk berhenti. Muhammad tak menyangka sikap manis Hafshah berubah menjadi buas hanya karena uang.

UDARA DI LANGIT KOTA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang