Bab 2 Sang Incognito

3 0 0
                                    

Breanna tidak dapat mengalihkan pandangannya dari si pria Adonis yang berada di balik punggung Panji. Ia begitu panik dan gemetar, sehingga ketika bel unitnya berbunyi dan ia menemukan sosok Panji di ambang pintu, tanpa ragu ia menghambur ke pelukan menenangkan Panji. Saat itu juga matanya menangkap sosok pria Adonis yang sempat mengganggu ketenangan tidurnya sembilan tahun yang lalu. Ikrarnya, bahwa mereka tidak akan bertemu lagi sampai kapan pun ternyata tidak sesuai dengan garis ketentuan Tuhan. Breanna berdecak tidak percaya dengan dunia yang terlalu sempit ini.

"Maaf Miss?" Kesadaran Breanna kembali terserap ke dalam kepala setelah melanglang buana ke berbagai tempat, terutama sebuah kotak yang tersimpan rapi di salah satu lemarinya. Tengkuknya terasa hangat karena ia tertangkap basah tidak fokus pada kalimat si pria Adonis, dan lebih memilih memandangi wajahnya yang terlihat tidak banyak berubah, hanya terlihat lebih matang dan lebih 'berbahaya'. Pria ini akan sangat cocok menjadi sugar daddy bagi gadis belasan tahun seperti dirinya sembilan tahun yang lalu.

"Nana, kemana kaburnya pikiranmu?"

"Apa?" Breanna akhirnya dapat menata kembali susunan pikirannya dan fokus pada pertanyaan Panji yang duduk di sebelahnya.

"Mr. Raven dan Pak Indra, meminta maaf atas kejadian ini dan menanyakan kronologis kejadian. Mereka tidak akan membiarkan hal ini berlalu begitu saja. Harus ada yang bertanggungjawab atas semua ini."

"Satu lagi," semua menengok ke arah Windy – manajer Breanna, yang baru saja keluar dari salah satu kamar. "di main bedroom." Breanna menarik nafas lelah, kemudian menutup kedua matanya dengan telapak tangan, sambil menundukkan tubuh seakan ia tidak sanggup lagi menegakkan tubuhnya. "Ini tidak bisa dibiarkan. Bagaimana dengan sistem keamanan kalian? Bagaimana bisa ada tiga kamera pengintai di dalam kamar tenant? Apa kalian tidak tahu kalau kamar adalah wilayah privasi?" Windy menaruh kasar kamera kecil di meja yang memisahkan Breanna dengan Ben. Indra dan Chief Security yang juga tidak dapat mengeluarkan pembelaan apa pun. Tiga benda kecil berwarna hitam di hadapan mereka, berhasil membuat lidah mereka kelu di hadapan Breanna. "Entah sejak kapan kamera itu aktif?"

"Windy, cukup!" Breanna bergumam lirih tanpa menegakkan kepalanya.

"Entah berapa banyak gambar Breanna telah terekam dan dikoleksi oleh pemilik kamera ini!" Nada Windy semakin cepat dan meninggi.

"Sudah cukup!" Breanna mengulangi permintaannya, masih dalam nada pelan dan lirih seakan sudah terlalu banyak beban yang bertumpuk di tengkuknya.

"Apa kita akan membiarkan orang itu menyebarkan gambar Breanna? Atau menggunakan gambar-gambar atau video-video itu untuk mengambil keuntungan. Ini bisa membahayakan reputasi Breanna! Apa kalian tidak tahu image Breanna di masyarakat? Hal seperti ini dapat...."

"Windy!" Breanna menegakkan tubuhnya sekaligus membungkam kepanikan Windy.

"Nana, are you okay?" Panji tahu betul jawaban Breanna, tapi ia tetap melontarkannya dan mendapatkan senyuman lemah perempuan itu, terlalu cepat dan aura ironi menyeruak dari senyuman tersebut.

"I'm not okay." Jawab Breanna menusuk dan secara magis dapat menghentikan Panji dari niatnya memberikan penghiburan. Karena itu, ia pun membiarkan Breanna ketika bangkit dari sisinya menuju ke arah Windy.

"Win, sudah cukup!"

"Tapi..." Windy tidak rela dengan keputusan Breanna. "hal ini bisa menghancurkanmu Nana."

"Omelanmu tidak akan mengubah apa pun. Orang itu tetap telah memiliki gambarku. Lakukan yang perlu kita lakukan! Kalau kau ingin selangkah lebih dulu, lakukan konferensi pers, tapi aku tidak ingin berada di tempat itu. Kalau kau ingin meneruskan ke jalur hukum, lakukan. Tapi untuk malam ini, cukup sampai disini dulu, biarkan aku tidur, aku lelah." Kalimat Breanna disambut dengan keheningan, tidak ada yang berani untuk membantah keinginan Breanna ataupun menghalanginya meninggalkan living room menuju kamar, hanya Panji yang berjalan mengikuti Breanna diiringi pengawasan dari sepasang mata elang Ben. Ketika pintu kamar Breanna ditutup, Ben tidak dapat menahan reflek krenyitan dahi yang dalam.

Hallo Again! "Stranger"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang