Pukul 08.00, tepat seperti prasangka buruknya selama 90 menit belakangan, Breanna akan bertemu dengan Ben yang siap dengan segala amunisinya, termasuk tebar pesona senyuman mengagumkan yang diartikan sebagai ledekan oleh Breanna saat ini. Beruntung pengalaman aktingnya selama ini menjadi modalnya untuk tidak berpaling dari tatapan mata lawannya. Diam-diam ia berterima kasih pada seluruh lawan main dan Panji, berkat mereka, ia tidak mudah goyah ketika digoda oleh seseorang berperawakan rupawan seperti Ben. Karena jelas saat ini Ben sedang menebarkan godaan lewat mata, senyum dan gesture pria itu. Setiap pergerakan pria itu baik yang disengaja atau tidak, segera membuat mata Breanna memicing dan dahinya berkerut. Breanna terlalu dapat membaca niat Ben, dan sialnya Ben sengaja memancarkan niatnya itu tanpa sembunyi-sembunyi. Breanna hanya berharap ia tidak kewalahan menangani Ben.
"Sepertinya ada sesuatu yang mengganggu mata dan dahimu Nana."
"Nana?" Dahi Breanna kembali berkerut bersamaan dengan pertanyaan dalam hatinya. "Tunggu! Sejak kapan aku menerima pria ini memanggil diriku seperti itu?" Kali ini matanya memicing mengingat-ngingat percakapan demi percakapan terakhir mereka, kemudian menemukan pria ini mulai memanggil nama kecilnya sejak percakapan mereka pagi ini di handphone. Nana merasa terjebak, ia mengigit bibir bawahnya spontan.
"Kewarasanku yang terganggu." Ben tidak dapat menyembunyikan keterkejutannya, walaupun dengan cepat berganti dengan kekehan. "Sejak kapan kau kuizinkan memanggilku begitu akrab?"
"First, I feel honoured to hear that." Breanna memutar mata nyaris gila karena apa pun yang keluar dari mulutnya, pria ini menerjemahkan sesuai dengan keinginan hatinya. "Lalu tentang pertanyaanmu, aku melakukannya karena sebelumnya kau tidak mempermasalahkannya."
"Tapi..." Breanna nyaris menyemburkan bantahan dan alibinya, tapi kalimatnya terpaksa direm ketika staf The Raven berdatangan memasuki meeting room, lagi-lagi ia merasa keki karena harus mengulum kekesalannya.
"We'll talk later, okay? Lunch? My treat." Ben mengedipkan matanya nakal sebelum tersenyum ke para stafnya yang memiliki raut berbanding terbalik dengan kesantaian pria itu. Mereka yang datang seperti sedang mengantri di tempat penjagalan, untuk segera di eksekusi. Breanna menarik nafas. Belum memulai, mengapa rasanya sudah begitu melelahkan. "Ms. Nana." Breanna serta merta menengok dan melotot kepada Ben yang berani memanggil nama kecilnya di hadapan para stafnya. "Mr. Indra Hamdi, Front Office Manager. Mr. Kurniawan, Chief Security. Dan Mr. Topan Azhari, Housekeeping Manager." Ketiganya langsung duduk di hadapan Breanna, mereka seakan menunggu bom yang akan dijatuhkan Breanna dalam setiap kata-kata yang akan keluar dari mulutnya. "Silahkan Ms. Nana, you're in charge."
"Anda belum memberitahu mereka?"
"Aku akan melakukannya sekarang, atau seperti yang telah kukatakan sebelumnya, you're in charge. Kami akan melakukan apa pun yang Anda inginkan Ms. Nana, our assistance. Kewajiban kami, karena kelalaian kami."
Breanna menatap bengis Ben yang tanpa sungkan bertumpang dagu memperhatikan dirinya seakan mereka hanya berdua di ruangan itu. Kesal karena kemarahan yang dilemparkan melalui sorot matanya tidak digubris oleh Ben, otak Breanna seperti terkena sengatan hebat yang membuatnya tidak berpikir ketika menulis pesan pada lawannya.
Mengapa tidak sekalian kau duduk di sampingku?
Kau sengaja ingin menciptakan rumor?
Breanna menekan 'send' dengan bernafsu sambil menunggu beberapa detik untuk melihat reaksi Ben, yang celakanya tidak sesuai dengan dugaannya, pria itu tersenyum puas membaca pesan darinya, bahkan dengan santai menggerakkan kursinya agar bergeser tepat ke samping dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hallo Again! "Stranger"
RomanceSeri Terakhir Keluarga Raven (Romansa CEO Player Raven dan Aktris Kelas A) Pertemuan pertama antara Ben Raven dan Breanna Harfi terjadi sembilan tahun silam ketika Breanna dijebak oleh manajernya, dimana Ben Raven menyelamatkannya dari jurang prosti...