"Caramel Frappe tanpa whipped cream."
"Terima ka...." Breanna menahan nafas melihat senyum berbahaya Ben ketika membawakan pesanan yang seharusnya diantar oleh pelayan coffee shop.
"Pleasure." Kepercayaan diri yang sama, mata Breanna mengikuti gerakan perlahan Ben yang duduk di hadapannya tanpa meminta izin terlebih dahulu. Matanya memindai cepat Ben dari ujung rambut hingga ujung kaki, namun ia segera menyesalinya karena memiliki pikiran bahwa aura menarik pria ini tidak berkurang sedikit pun dari terakhir kali mereka bertemu, sembilan tahun yang lalu, bahkan sebaliknya. "Kau masih melakukannya."
"Maaf?" Breanna mengerjapkan mata, tidak yakin dengan maksud Ben.
"Cara memandangmu," Ben menyesap espresso dengan santai di bawah picingan mata kagum Breanna karena pria itu dapat menikmati minuman yang terlalu pahit bagi pecinta minuman manis seperti dirinya. "kau bisa membuat gemetar lawan bicaramu. Kau bisa menang kapan saja, hanya dengan sorot mata itu."
"Saya tidak ingat telah mengizinkan Anda untuk duduk dan mengganggu aktivitas saya." Breanna memelototkan matanya sedetik ketika Ben tertawa kecil seakan tidak terganggu sama sekali dengan kalimat menusuk darinya. "Saya sibuk sekarang." Breanna menunjuk skenario yang baru saja hendak mulai dibacanya.
"God! Aku tidak bisa membayangkan bagaimana cara lawan main priamu menghadapi 'kekuatan dahsyat'-mu ini." Breanna menarik nafas berusaha mengatur temperamennya agar tidak mulai mendidih.
"Saya tidak terkenal sebagai figur yang 'sangat menyenangkan', tapi saya juga tidak terkenal sebagai figur yang menyebalkan, jadi kurasa mereka baik-baik saja dengan saya."
"Kalau begitu aku beruntung dapat melihat kepribadian asli yang tidak kau tunjukkan ke setiap orang. I guess, I'm a special one." Breanna benar-benar tidak dapat menyembunyikan 'kekagumannya' terhadap kepercayaan diri Ben. "Karena itu, mulai detik ini kuharap tidak ada 'saya', 'anda' atau omong kosong basa basi sopan santun formal, mari kita bargaining Nana."
"Mr. Raven, kau telah melanggar banyak hal sebelum mengantongi izin dariku, salah satunya adalah memanggil namaku seenakmu."
"Permulaan bagus, kau menuruti permintaanku," Breanna mengrenyitkan dahinya, cukup panik dan membabi buta untuk menemukan statement apa yang membuat pria itu terdengar begitu bangga. "terima kasih telah mengganti 'anda' dengan begitu cepat." Breanna rasanya ingin menggigit lidahnya sendiri karena menyadari bahwa benar ia telah melakukannya, bahkan tanpa perlawanan sama sekali.
"Bargaining apa yang kau inginkan?"
Persetan dengan kata 'kau' yang digunakannya, Breanna terlalu penasaran dengan penawaran yang akan disampaikan Ben. Ia sudah mendengar dari Panji bila Ben akan menyetujui permintaannya tentang akses, dengan syarat pria itu meminta waktu untuk mendiskusikan langsung dengan dirinya. Sialnya, Panji juga membeberkan seperti apa bahaya yang mungkin dihadapinya bila berhadapan langsung dengan Ben, yang paling utama adalah godaan dari pria itu, walaupun Breanna tentu saja menyadarinya sejak pertama kali mereka bertemu.
"Setelah satu playboy garis keras tumbang, apa susahnya menumbangkan yang lain."
Itu adalah kalimat pongahnya ketika berusaha untuk menyakinkan Panji bahwa ia tidak akan mudah tergoda. Satu playboy garis keras seperti Panji mungkin mampu ia tumbangkan, tapi entah mengapa ia tidak sepercaya diri itu ketika akhirnya berhadapan langsung dengan Ben. Mungkinkah karena Ben terlihat begitu matang, atau karena memang Ben tidak bisa dipungkiri sangat menarik dari sudut yang berbeda dengan Panji, atau mungkin malah dirinya sendiri terlalu memandang tinggi Ben sehingga ia sendiri tersugesti sulit untuk menghadapi pria itu.
"Aku akan memberikanmu akses." Tubuh Breanna serasa ditarik seiring dengan berubahnya gesture santai Ben menjadi serius. "Dengan syarat, kau harus memberitahuku setiap step yang akan kau lakukan. Ceritakan! Diskusikan denganku! Aku akan membantu...."
"Why?"
"Why?" Ben mengulangi pertanyaan Breanna namun dengan nada yang berbeda.
"Kenapa kau ingin membantuku?" Breanna tidak mengedipkan matanya sama sekali saat memandang Ben. Tidak banyak pria yang berani memandang matanya seperti yang Ben lakukan saat ini. "Apa ini bagian dari bargaining yang kau sebutkan tadi? Apa yang harus kuberikan untuk membayar bantuanmu? Apa kau tidak ingin aku menyebutkan kesalahan The Raven ketika aku dipaksa melakukan konferensi pers? Apa ini demi nama baik The Raven dan kredibilitasmu? Aku telah membaca tentang kiprah bisnismu dan kau cukup terpandang dalam bidang ini, apa...."
"I'm not really care about that." Breanna merasakan gejolak di perutnya ketika pernyataan Ben dilontarkan dengan cukup santai. "Nama baikku? Bukankah dulu sudah pernah kukatakan, skandal adalah nama belakangku?" Senyum itu, Breanna lemas, pria yang bersama dengannya di dalam hotel sembilan tahun lalu, kini tengah bermain kata-kata dan kekuatan mental melawan dirinya. "Jadi apa kita sudah dapat mengakhiri peran sebagai 'orang asing' sekarang?"
"Kau belum menyebutkan harga yang harus kubayar atas bantuanmu, bargaining yang kau maksudkan?" Breanna merasa tubuhnya tegang, sangat bertolak belakang dengan gesture santai yang diperlihatkan Ben, mungkin karena tubuh pria itu yang ia condongkan dan satu tangan yang disimpan di dagunya yang kehijauan, tempat pria itu mencukur habis rambut di wajahnya. Breanna beruntung kembali ke kesadarannya tanpa harus menggeleng-geleng kepala di depan Ben, dan mempermalukan dirinya sendiri di depan pria yang sangat percaya diri itu. Ya Tuhan, Panji begitu tepat mendeskripsikan bahaya seorang Ben, dan ia saat ini sedang bermain-main dengan bahaya tersebut.
"Aku akan memikirkannya baik-baik." Breanna berdecak kesal dalam hati, ia menyesal dan jengkel karena dugaannya menjadi kenyataan. Ben tidak mungkin mengatakan maksudnya dengan frontal dan tergesa-gesa. Bahkan dalam urusan pribadi, insting pebisnis pria ini pun begitu tajam, ia tidak akan menawarkan sesuatu yang tidak menguntungkannya. "Sekaligus dengan yang lalu."
"Sebutkan berapa yang kau bayarkan, aku akan menepati janjiku."
Breanna kali ini tidak dapat menahan refleknya memejamkan mata ketika suara yang memuat janjinya pada Ben langsung terkumandang di ingatannya. Dan betapa benci dirinya ketika membuka mata, melihat Ben sedang menikmati wajahnya yang galau.
"Nama baik The Raven untuk nama baikku. Aku tidak akan menyalahkan atau menyinggung kelalaian The Raven sebelum ada bukti kuat. Seandainya berita ini dengan tidak sengaja tersebar luas, kau bisa percaya padaku, bahwa bukan aku yang menyebarkannya. Sebagai gantinya, kau pun harus menyimpan sampai ke dalam kuburmu apa yang terjadi sembilan tahun lalu. Aku tidak ingin ada cerita aneh apalagi mengasihani diriku tersebar liar di luar sana."
"Mengapa kau sangat bergantung dengan persepsi orang terhadap dirimu? Hidupmu tidak harus sempurna dan kau tidak berkewajiban menyenangkan semua orang. Kapan kau benar-benar hidup untuk dirimu sendiri selama ini? You're not born to please anyone."
Breanna merasa diserang langsung ke hati dan pikirannya, dan Breanna benci ketika hati dan pikirannya berhasil dikoyak oleh sebuah ujaran yang mampu mengoyangkan ketegakan dinding yang telah ia bangun.
"Aku memaafkanmu, karena kau tidak tahu apa pun tentang hidupku. Aku memaafkanmu, karena kau telah melepaskanku, sembilan tahun yang lalu." Breanna menundukkan kepala menyeruput caramel frappe-nya dengan tenang. Ketenangan yang merambatkan kekakuan yang janggal dan selalu tidak pernah gagal mengusik kepercayaan diri lawannya, kali ini pun Breanna berhasil tanpa disadarinya.
♡♥♡♥
KAMU SEDANG MEMBACA
Hallo Again! "Stranger"
RomanceSeri Terakhir Keluarga Raven (Romansa CEO Player Raven dan Aktris Kelas A) Pertemuan pertama antara Ben Raven dan Breanna Harfi terjadi sembilan tahun silam ketika Breanna dijebak oleh manajernya, dimana Ben Raven menyelamatkannya dari jurang prosti...