Happy reading love🍉
Vote duluBersama dengan Dommi, Cio dan Gogom, Kael terlihat asik sendiri. Hingga akhirnya Laura menggeser kursi kasir yang ia duduki mendekat kearah Kael. "Adek, lihat deh! Nanti di sekolah-sekolah ini Kael bisa punya banyak temen!" Laura dengan riang memperlihatkan berbagai brosur sekolah pada putranya. Kael sama sekali tak terlihat tertarik.
Selain tak tertarik untuk belajar membaca menulis dan berhitung dengan Miss Amel, Kael juga tidak tertarik masuk sekolah. Ini adalah satu tantangan untuk Laura meyakinkan Kael bahwa sekolah tak seburuk yang ia kira.
"Ini kan temannya adek! Dommi, Cio, Gogom sama tiga ikan ini yang belum adek kasih nama."
"Itukan teman-temannya adek di kedai. Kalo disekolah kan belum ada, dek." Jawab Laura dengan sabar meskipun Kael terlihat tak senang dengan topik pembicaraan mengenai sekolahnya. "Adek mau sekolah dimana? Kalo di Justlome, nanti ada program unggulan sepakbola sama musik. Terus ada di Permata, disana ada program khusus musik juga, kelas anggar, taekwondo sama art. Kalo di Silvera, adek bisa ikut kelas memanah, anggar, renang sama berkuda. Disana juga basis bilingual school lho dek, jadi tiga bahasa gitu. Bagus yah? Adek tertarik sama yang mana?"
Kael menggelengkan kepalanya. "Adek nggak mau sekolah, mama."
Laura sudah lelah dengan jawaban ini. Namun dirinya masih berusaha sabar. "Kemaren adek marah sama papa karena nggak mau calistung sama Miss Amel kan? Bukan karena adek nggak mau sekolah."
"Adek nggak mau dua-duanya."
Laura memegang kedua bahu Kael dan menghadapkan tubuh mereka untuk saling berhadapan. Laura dan Kael saling tatap. "Kael, untuk jadi kapten penerbang itu, adek harus mulai belajar dari sekarang. Sekolah terus... sampai nanti kalo adek udah besar, adek bisa masuk ke akademi penerbangan."
Kael diam mendengarkan penjelasan mamanya.
"Nanti di sekolah adek bakalan ketemu sama miss-miss yang akan ngajarin adek belajar dan bermain. Ketemu sama coach yang bantu adek di setiap kelas peminatan. Basicnya disana cuma main-main aja kok." Kata Laura. "Kita coba aja gimana? Menurut mama, Kael cocok di Silvera school."
Entahlah, Laura hanya mengandalkan insting setelah melihat-lihat sosial media setiap sekolah untuk memilih sekolah Kael. Sepertinya Silvera billingual school cocok dengan Kael. Laura sedikit mengaitkannya dengan hobi yang suka Alvian lakukan disaat senggang. Selain pria itu suka membaca buku, ia juga suka berenang, berkuda, main golf. Alvian kerap kali mengajak Kael ikut, disaat pulang kerumah, Kael bercerita jika harinya bersama sang papa sangat menyenangkan. Ia menyukai hampir semua hobi yang sang papanya sukai juga, termasuk hal kecil seperti memelihara ikan. Dan dari semuanya, sepertinya Silvera sekolah yang paling tepat.
Saat keluarga Alvian masih berjaya, anak-anak di keluarga besar mereka juga bersekolah disana. Sehingga hal ini membuat Laura yakin.
"Terus, kalo nanti adek sekolah. Mama disini sama siapa?" Tanya Kael. "Mama sendirian dong?"
Laura tersenyum haru melihat Kael yang masih mengingat tentang dirinya. "Mama nggak sendirian. Kan mama sama Dommi, Gogom, Cio sama ikan-ikan yang lain."
Kael masih diam.
"Kael, sekolahnya nggak lama sayang. Jam 10 lewat dikit udah selesai kok. Paling beberapa jam aja Kael nggak ketemu sama mama. Nanti kita juga ketemu lagi abis pulang sekolah."
"Ohh gitu. Kael pikir sekolahnya sampe malam." Kael menyengir. Laura tertawa mendengar penuturan Kael yang begitu polos. Ia yang gemas lantas memeluk Kael. "Kalo sekolahnya sampe malam, semua ibu-ibu bakalan kangen anaknya." Ucapan Laura membuat Kael ikut tertawa dalam pelukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Still
ChickLitMencintai Alvian seorang diri adalah hal yang menyakitkan. Itu yang Laura rasakan selama 5 tahun. Bahkan Tuhan telah menganugerahkan mereka seorang anak sebagai pelengkap kebahagiaannya. Tapi, sikap acuh, cuek dan dingin itu tak pernah berubah. Kelu...