6. KAEL DAN EMOSINYA

529 82 1
                                    

Happy reading love🍉
VOTE DULU

"Kalo nanti kamu mengandung anak saya. Saya janji, nggak akan ngasih tau siapapun, termasuk suami kamu, kalo adik Kael itu anak kita berdua." Tubuh Laura gemetar, mendidih marah mendengar kalimat menjijikkan itu.

PLAK!!

"Kurang ajar! Aku nggak sudi!"

Tamparan Laura yang keras menyulut kemarahan Feradi.

"Akhh.." Feradi menekan rahang Laura ke tembok dengan telapak tangannya. Sementara Laura tak lagi bisa berkata-kata, merasakan nyeri dirahang.

TRINGG!! "FERADI!"

Laura terkejut, bahkan sangat, tapi pria dihadapan Laura tidak. Feradi tidak terkejut saat mendengar suara bariton khas milik Alvian terdengar dari pintu masuk.

Melihat kedatangan Alvian yang kini melangkah mendekati mereka, Feradi reflek mendorong lengan Laura. Wanita itu sampai hampir terjungkal disebabkan dorongan kasar.

"Berani kamu datangi tempat ini?" Geram Alvian marah. Kedua tangan besarnya terlihat berurat meremas kerah kemeja yang Feradi kenakan.

"Kamu pikir aku takut?" Feradi tertawa mengejek. "Aku nggak pernah takut, Alvian."

Tak bisa menahan diri, Alvian lepas menghajar wajah Feradi. Mereka saling adu pukul, namun Alvian lebih mahir menghindari pukulan sehingga bogeman Feradi kerap melesat dari sasaran wajahnya.

Laura hanya berdiri mematung tak bisa melakukan apapun. Ia sendiri takut untuk melerai. Tepatnya bukan takut, tapi enggan. Ia lebih takut jika sudah melerai, Alvian malah balik marah padanya karena menghalangi nafsunya menghajar Feradi sampai puas hati. Jadi daripada Alvian nanti marah, baiknya Laura tak ikut campur dan menghalang-halangi. Sudah benar jika Feradi menerima tonjokan dari Alvian.

Menekan punggung dan wajah bagian kanan Feradi ke lapisan kaca meja kasir, Alvian kembali memperingati. "Dengar aku Feradi. Aku bisa hancurin karirmu kapanpun yang aku mau." Meremas rambut Feradi dan kembali menekannya dengan kasar hingga Feradi mengeluh sakit. "Ingat, aku bukan lagi Alvian yang dulu ada dibawah kuasamu. Dan aku nggak akan ngalah untuk apa yang aku punya!"

"Sehebat apapun kamu sekarang Alvian, kamu nggak pernah terlihat hebat dimata aku, kamu tau?" Feradi tersenyum melirik Alvian yang menekan wajahnya semakin kuat ke meja.

"Kita buktiin aja." Tantang Alvian balik. "Sekarang pergi!" Alvian mendorong Feradi dengan kasar menuju pintu dan mendorongnya lebih kasar keluar.

Feradi tak membalikkan badan, ia langsung pergi begitu saja.

Baru saja Alvian membalikkan badan, Laura langsung terlihat gelagapan dan mengambil pakan ikan, memberikan makan Gogom, Cio, Dommy serta ikan lainnya. Laura terlihat sebisa mungkin mengatur mimik wajah dan sikap seolah ia baik-baik saja dihadapan Alvian. Tapi kedua mata pria itu bisa melihat tangan Laura yang masih bergetar ketakutan memberi ikan-ikan pakan.

"Kamu nggakpapa?" Tanya Alvian dengan wajah datar. Namun mata tajamnya terus mengamati setiap jengkal tubuh Laura, memastikan tak ada luka.

Tanpa menoleh Laura menjawab. "Nggakpapa." Suara itu terdengar kecil, tapi Alvian masih bisa mendengarnya. "Ma-makasih,"

Alvian tak menjawab. Dan entah kenapa ia masih tak berani menoleh kearah Alvian. Meskipun ia terlihat asik memperhatikan ikan-ikan milik Kael, tapi Laura tau Alvian terus memandangi dirinya.

Membalikkan badan, Laura melepas cilemek merah muda dari tubuhnya dan sedikit membereskan meja dengan buru-buru. Ia baru mengingat Kael. Laura ingin segera pulang dan menemui putranya itu.

StillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang