9. DUA BOCAH LUCU

522 65 12
                                    

Happy Reading Love🍉❤️‍🔥
Vote sudah?

Laura tersentak dari tidurnya. Ia menyibak selimut dan membuka kedua gorden kamar. Dilihatnya keadaan tampak basah, sepertinya tengah malam tadi hujan turun. Laura yang sangat kelelahan bahkan tak menyadari hujan tadi malam.

Ia segera bergegas bersiap ke dapur dengan handuk dibahu, meminta mbok Lis saja yang menyiapkan sarapan pagi ini. Dan Laura segera mandi dan berpakaian.

Usai sarapan bersama.

"Kael, kalo udah selesai sarapan jangan lupa sikat gigi sama mbok Lis!"

"Tapi adek bisa sikat gigi sendiri."

"Mbok Lis liatin aja. Nggak nyikatin gigi adek."

"Tuh, mbok denger kan kata mamah?" Lirik Kael kearah mbok Lis seolah mengingatkan jika nanti ia tak butuh bantuan.

"Iya iya." Mbok Lis terlihat pasrah.

"Mbok, tolongin yah!" Saat Kael sudah duluan ke kamarnya, Laura berbisik.

"Aman bu."

Didepan cermin, Laura baru saja menyisir rambutnya. Ia baru mengingat sesuatu setelahnya. Benar-benar baru ingat. Dengan panik ia segera berlari keluar rumah, menuruni anak tangga teras dan melangkah tergesa kearah pohon bonsai halaman.

"Kok kotak kucingnya udah nggak ada?!" Kotak beserta kucing-kucing itu sudah tak ada lagi disana. Jangan tanya dimana dan bagaimana keadaan mereka sekarang. Belum lagi semalaman turun hujan dan Laura begitu terlelap hingga tak sadar. Tak bisa ia bayangkan bagaimana semalam mereka basah kuyup akibat kehujanan. Kotak terbuka tempat mereka berteduh itu pasti rusak dan melapuk lembab. Laura miris membayangkan ibu kucing serta tiga anaknya.

Saat Laura membalikkan badan, disanalah ia tertegun melihat isi kotak yang lengkap dengan ibu kucing dan anak-anaknya. Mereka tampak nyaman berteduh dibawah susunan kayu serta pipa yang disusun asal, dilengkapi spanduk bekas yang membentuk atap, amat cukup melindungi mereka dari panas dan hujan semalam.

"Ya ampun, kalian disini?" Laura tersenyum lega. Setidaknya melihat keadaan kucing liar yang numpang lahiran dirumahnya dalam keadaan baik setelah semalam turun hujan. "Ahh... baru bisa tenang."

Laura berjongkok untuk mengamati susunan dalam kotak yang hanya bertumpu pada kayu dan pipa yang digunakan untuk menahan spanduk. Ia juga memastikan keadaan dalam kotak aman. Air hujan tidak merembes kedalam karena kotak berada dibawah pohon bonsai juga.

"Mamah?! UwaAahh~!!" Laura menoleh kearah Kael. Kedua mata bocah lelaki itu tampak berbinar-binar mengamati kardus. "Kucing siapa ini mah? Lucu banget, gemes."

"Lucu ya? Jangan dipegang sembarangan ya, apalagi kitten nya, nanti ibu kucingnya marah terus gigit."

"Adek mau elus-elus aja juga nggak boleh ya mah?"

"Kucingnya belum kenal kita. Jadi jangan dulu ya."

Kael mengangguk patuh meskipun tangannya terasa sangat ingin mengelus hewan itu. Sementara itu, terdengar derap langkah sepatu Alvian. Benar saja, pria bertubuh tinggi gagah itu sudah terlihat sangat rapi dan siap berangkat ke kantor.

Alvian menghampiri Laura dan Kael, mengamati wajah Laura yang masih polos tanpa polesan make up tipis seperti biasanya, Alvian bertanya. "Nggak berangkat?" Alvian melirik jam tangan besi ditangan kirinya.

"Laura udah janji mau temenin Kael privat. Nanti pelan-pelan kalo Kael udah nyaman sama Miss Amel, baru Kael bisa ditinggal." Alvian terlihat diam saja sehingga wanita itu menambahkan. "Nggakpapa kan mas?"

"Nggak." Alvian hendak berbalik badan menuju gerasi depan, tapi Kael memanggilnya.

"Papa liat itu kucingnya gemes ya!" Kael begitu antusias dan menarik-narik ujung jemari papanya untuk ikut melihat ke isi kotak.

StillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang