Flashback
Laura senang sekali, setelah membujuk sang mama berbulan-bulan, akhirnya ia diizinkan untuk kuliah diluar daerah, tepatnya di kota sebelah. Perjalanan kesana hanya beberapa jam saja. Tapi meski begitu, ia tak bisa berharap mama bisa sering datang mengunjunginya.
Meskipun terlihat setengah hati, Laura senang, mama memberinya kesempatan untuk merantau dan hidup mandiri. Dan seperti yang Laura sepakati, ia akan menurut pada apapun keinginan mamanya. Ia sudah berjanji.
"Laura, kamu emangnya nggak khawatir sama mama disini?"
Bukannya tidak khawatir, Laura tau juga mamanya sedang sakit, tapi Laura memang sangat ingin ke kota itu.
Laura tak setuju dengan mama yang selalu bilang, menikah dengan pria kaya akan membuat kita bahagia. Boleh jadi itu benar. Tapi, untuk bertemu dengan pria latar belakang keluarga terpandang, kaya, bukankah kita harus mencari cara untuk bisa masuk dan diterima dalam circle itu? Lantas, bagaimana Laura bisa bergabung jika pengetahuan dan kualitas dirinya biasa-biasa saja? Itu sulit. Minimal mereka bisa terpukau dengan pengetahuan dan wawasan Laura yang luas bukan? Tak mempan hanya dengan wajahnya yang cantik jelita saja.
"Ma, Laura pergi bukan untuk senang-senang. Laura sadar, kalo Laura terus ada di kota ini sama mama, Laura sulit berkembang. Laura pengen belajar mandiri dan tanggungjawab, ma."
"Kenapa harus kota itu?" Suara mama terdengar makin sendu.
Laura mengerti. Mungkin berat bagi mama ditinggalkan. Setelah papa pergi, mama hanya punya Laura, dan Laura hanya mempunyai mamanya. Mama pernah ditinggal demi wanita lain hanya karena himpitan ekonomi keluarga. Papa menceraikan mama dan memilih menikah dengan janda kaya. Memulai hidup yang sudah terjamin dan nyaman meskipun bukan dengan wanita yang dicintainya, serta putri kandungnya sendiri.
Laura saat itu masih kanak-kanak. Setelah perceraian papa dan mama, ia masih sering bertemu dengan papanya. Kadang pulang sekolah dijemput papanya dengan mobil, mobil milik istri barunya. Namun Laura tidak sadar jika pertemuan mereka terjadi secara sembunyi-sembunyi, tanpa sepengetahuan mama. Dan saat mama tau, mama sangat marah. Mama langsung mengambil tindakan nekat untuk pindah. Tak hanya pindah kontrakan, tapi pindah kota. Hal yang secara tak langsung membuat Laura akhirnya tak pernah bisa bertemu dengan papanya lagi. Hingga detik ini.
Jika dulu saat baru cerai mama bilang papa jarang pulang karena kerja. Kini setelah mereka pindah, mama lebih jujur pada Laura. Tak menutupi lagi kenyataan bahwa papanya sudah menikah dengan wanita lain. Sudah memiliki keluarga baru, serta dua anak tiri dari istri barunya. Kenyataan yang menghantam perasaan Laura. Ia benci papanya, tapi tak bisa memungkiri jika ia juga merindukan sosok papa.
Dan kini, ia ingin kembali datang ke kota itu. Tempat dimana kenangan tentang keluarga kecil mereka terkubur.
"Laura? Mama tanya, kenapa harus kota itu?" Ulang mama sekali lagi. Matanya menyiratkan kesedihan yang tak tertutupi.
"Jurusan dengan akreditasi A yang Laura incar ada disana, ma." Jawab Laura singkat.
Mama menggeleng. "Disini juga ada."
Laura memegang kedua tangan sang mama. "Enggak ma, beda. Laura udah cari tau semuanya." Laura menimpali. "Ma, Laura kesana untuk belajar dengan harapan bisa pulang menjadi gadis yang lebih baik lagi dan bisa membanggakan mama. Mama kan udah izinin Laura tadi."
"Iya, kamu pengen mandiri, mama ngerti. Tapi mama takut." Mama terdiam, mengamati setiap inci wajah putrinya yang minggu depan akan pergi merantau. "Jangan temui 'dia' nak." Ucap mama dengan tatapan penuh arti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Still
ChickLitMencintai Alvian seorang diri adalah hal yang menyakitkan. Itu yang Laura rasakan selama 5 tahun. Bahkan Tuhan telah menganugerahkan mereka seorang anak sebagai pelengkap kebahagiaannya. Tapi, sikap acuh, cuek dan dingin itu tak pernah berubah. Kelu...