Taufan menutup laptopnya kemudian meregangkan tubuhnya. Meski usianya masih sangat muda dirinya sudah belajar untuk mengurus perusahaan milik ayahnya.
Mechabot, seketaris Ayahnya baru saja menghubunginya tentang masalah perusahaan yang dikelola oleh ayahnya sedang mengalami masalah. Akhirnya Taufan ikut membantu.
"Apa sudah selesai kakak?" tanya seorang laki-laki dengan wajah dan tubuh mirip dengan Taufan. Gempa namanya, seorang remaja ramah yang sensitif jika diganggu.
Taufan mengangguk, "Aku rasa aku akan menginap disini, bilang pada Blaze dan Solar untuk makan lebih dulu." Gempa mengangguk.
"Sebenarnya apa yang dilakukan ayah sampai membuat perusahaan mengalami masalah? Apa dia pergi jalan-jalan lagi?" heran Gempa.
Taufan menggeleng, "Entah, tapi aku sudah tak punya tenaga. Syukurlah besok pelajaran dilakukan secara daring."
Gempa mengangguk setuju dengan ucapan Taufan. "Oh! Aku lupa. Ayah baru saja menelfon tadi. Dia bilang dia kan pulang besok." Taufan menatap Gempa terkejut.
"Apa ada masalah perusahaan lagi?"
"Sepertinya begitu." Taufan menghela nafasnya. Ayahnya terkadang sering tak memperdulikan perusahaan keluarganya sendiri. Meski kerjanya bagus, tapi ayahnya sangat jarang pergi ke perusahaan kecuali urusan penting.
"Padahal kita kembar, tapi kenapa hanya kau saja yang sangat ingin meneruskan perusahaan ini?" tanya Gempa penasaran. Laki-laki dengan jaket coklat itu duduk di samping kakaknya.
Alis Taufan terheran, "Salah kalian yang tak ingin meneruskan perusahaan ini, bukan?"
"Blaze ingin menjadi pemain sepak bola, Solar ingin menjadi Ilmuan dan kau ingin menjadi Polisi. Bagaimana aku bisa membiarkan perusahaan yang didirikan Tok Aba ini terlupakan."
Gempa menyetujui ucapan Taufan, dirinya memang tak terlalu suka pekerjaan kantoran seperti ini.
Gempa terkekeh pelan, "Tentu. Lakukan apa yang kakak mau. Aku akan mendukungmu." Taufan membalasi kekehan Gempa.
"Hahaha."
Disebuah Mansion besar terlihat dua orang kakak beradik yang tengah sibuk dengan permainan mereka.
"Kak Blaze mengalahlah dengan ku! Apa kau memang sangat keras kepala seperti ini untuk kalah dengan adikmu sendiri?!" marah Solar memainkan psp-nya.
Blaze mendengus kesal, "Aelah! Udah noob, masih aja ngotot tanding! Kalo gak bisa nyerah aja Lar."
Solar menggertakkan giginya saat sebuah tulisan lose terpampang didepannya. Dirinya kalah dengan Blaze.
"Udah dibilangin noob ya noob, kalo sama kak Taufan ya baru pro!" ledek Blaze. Melihat wajah Solar yang memerah marah membuat Blaze semakin suka meledeknya.
Menjahili memang sifat Blaze yang bersumber dari Taufan.
Blaze menyentuh hidungnya dengan telunjuk lalu menariknya kebelakang sebagai ledekan akhir untuk Solar.
Kring...
Ponsel dengan merk apel gigit itu bergetar.
"Jelek banget nada deringnya Lar," ujar Blaze yang mendapat tatapan tajam dari Solar.
"Halo, Kak Gem sama kak Taufan dimana? Maaf, Solar sama Kak Blaze makan dulu, laper soalnya," ucap Solar memberi tahu Gempa yang menelfon ya.
"Bagus deh kamu udah makan. Ini kak Gem udah mau pulang, pintunya jangan di kunci."
"Cepet kak! Blaze mau tidur sama kak Taufan!" teriak Blaze di samping Solar. Solar menutup kupingnya erat, menurutnya suara Blaze sangat keras.
"Blaze? Kamu tidur sendiri aja, atau nggak sama Solar bisa. Kakak nginep di kantor." Itu bukan suara Gempa, namun Taufan.
Blaze terlihat kecewa, "Ya deh."
"Maaf, Blaze."
Solar menggeleng melihat kakaknya kecewa tidak tidur dengan kakak sulungnya. Manja, menurut Solar.
"Kak, Solar tutup telfonnya ya..."
"Iya. Inget! Pintu jangan di kunci!"
"Aman," balas Solar.
•••••
JjLl •> “Book satu belum end, dah ganti.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Mawar dibelakang Mansion
FanfictionHidup digelimahi harta dan sudah diatur sebagai penerus perusahaan besar. Hidup Taufan sudah keras sedari kecil, terdoktrin dalam dirinya yang pasti akan menjadi penerus dari ayahnya membuatnya sungguh-sungguh menjadi sempurna. Namun, dalam semalam...