Thorn sedang duduk ditepi air mancur dengan Ice. Siang ini dia memang sudah berencana mengajak Kakaknya itu untuk melihat air mancur.
“Hei Thorn,” panggil Ice.
Thorn menoleh, “Kenapa, Kak?” Manik cerah Ice masih setia melihat sekitarnya dengan takjub.
“Kira-kira berapa luas taman ini 'ya?” tanyanya.
Thorn merautkan alisnya, sedangkan tangannya kini berada didagu, ia sedang berusaha memikirkan jawaban dari pertanyaan Ice. “Mungkin... seratus kilometer!” jawab Thorn asal.
Ice menghela nafasnya sambil tersenyum miring. “Tidak mungkin, Thorn,” katanya.
“Panjang lapangan sepakbola saja hanya seratus meter. Bagaimana mungkin taman ini punya luas seratus kilometer,” lanjutnya.
Thorn terlihat tidak terima, “Bisa saja 'kan.” Ia menggembungkan pipinya lucu.
Tangan Ice menoel jahil pada pipi Thorn, mereka terlihat senang berada rumah besar itu.
“Thorn rasa kalau nantinya Thorn tidak akan merindukan rumah kecil Thorn yang dulu,” ucap Thorn tiba-tiba.
“Thorn senang disini. Disini ada air mancur dan banyak bunga.” Ice menarik kembali tangannya yang tadinya bermain-main dengan pipi Thorn.
“Tapi 'kan ada mereka.” Thorn menoleh pada Ice, yang lalu dibalasi tatapan datar. “Anak Paman Amato pasti akan mengganggu kita. Seperti yang Gempa lakukan padamu kemarin.”
“Seperti dalam buku cerita Kak Ice?” tanya Thorn.
Ice mengangguk.
“Banyak orang tidak akan mudah menerima saudara angkat mereka. Sangat wajar bukan jika mereka nantinya akan mengganggu kita,” ujar Ice.
Setelah mendengar tuturan Kakaknya, Thorn menampakkan raut lesu.
“Thorn jadi takut lagi kalo ketemu mereka,” kata Thorn.
Saat ini Blaze dan Solar sedang belajar, lebih tepatnya mereka sedang les. Berbeda dengan Taufan dan Gempa, yang saat mereka sampai dirumah langsung pergi.
Kalau boleh jujur Ice dan Thorn ingin sedikit menghabiskan waktu dengan Taufan. Mengingat hanya dia yang menerima mereka.
“Kita pasti ketemu mereka saat makan malam. Paman Amato pasti sudah pulang, kau tenang saja.” Ice mencoba menyemangati Thorn.
Keduanya kembali hening, mendengarkan air yang jatuh dan sejuknya angin yang menyapu.
Namun, tak lama– sebuah bola mengenai kepala Ice. Membuatnya terjatuh dalam air mancur. Beruntung air mancur itu dangkal, yang tak membuat Ice tengelam.
Thorn menoleh melihat siapa yang berani melakukan itu pada Ice. Melihat Blaze yang bersendikap dada dengan arogannya– membuatnya takut.
Thorn memasuki air mancur, memilih menolong Ice.
“Berapa lama 'sih kalian tak mandi? Sampai-sampai mandi di tempat 'kek gini?!” ejek Blaze.
Ice tak suka mendengar itu. Ia mengambil bola milik Blaze lalu melempar bola kearahnya, lemparan pelan itu dengan lambat mengenai kaki Blaze.
Blaze bersiul, “Susah berdiri, 'ya? Makanya tubuh itu jangan di gembrot-gembrotin!” seru Blaze tertawa.
Ice mengulum bibirnya menahan kesal. Matanya memerah semerah wajahnya sekarang. Dirinya berdiri mengabaikan Thorn yang ada disampingnya.
“Lapangan luas, kau bisa bermain ditempat lain,” nasihat Ice.
Blaze menghentikan tawanya. Memandang Ice dari atas hingga bawah, rautnya terlihat jijik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mawar dibelakang Mansion
FanficHidup digelimahi harta dan sudah diatur sebagai penerus perusahaan besar. Hidup Taufan sudah keras sedari kecil, terdoktrin dalam dirinya yang pasti akan menjadi penerus dari ayahnya membuatnya sungguh-sungguh menjadi sempurna. Namun, dalam semalam...