CHAPTER 4

94 51 40
                                    

"Drama mana lagi yang lo lakukan, Galin nadiva?"

Suara lantang itu mengalihkan atensi Galin dan Surya. Keduanya menoleh ke belakang, mendapati sosok Arvin yang menatap keduanya tanpa ekspresi.

Galin menoleh pada Surya dengan pandangan bingung campur takut. Takut kalau Arvin membocorkan semua rahasia dirinya dan juga Surya. Sedangkan Emely berlari mendekati Arvin dengan balon yang ia pegang.

"Om, main sama Emely yuk." ajak Emely dengan menggandeng tangan Arvin.

Arvin menarik tangannya spontan, membuat Emely jatuh dan balon ditangannya terbang melayang ke langit. Hal itu membuat Galin segera membantu Emely berdiri, merayunya supaya tidak menangisi balonnya yang terbang.

"Om jahat! Emely malah!" Emely merajuk dengan berdiri membelakangi Arvin.

"Emely sayang, om itu nggak sengaja. Maafin om itu ya." bisik Galin berharap Emely menuruti ucapannya

"Balon....mama, Emely mau balon...hiks." Galin segera memeluknya dan menggendongnya guna memenangkan gadis kecilnya.

Entah mengapa, Arvin merasa tersentuh dengan obrolan dua perempuan di depannya. Namun, dalam hati Arvin ada sisi yang mengganjal dan mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja.

"Ar, lo jangan langsung tangkap apa yang lo liat barusan. Gue sama om sur-"

"Punya anak dari hubungan gelap!" potong Arvin cepat

"Arvin, om jelasin sekarang. Biar kamu ngga salah paham lagi." Surya angkat suara, ia tidak akan membiarkan Galin terus di rundung pertanyaan oleh keponakannya sendiri.

"Mau jelasin kalau itu cuma kecelakaan kecil sampe punya anak?! Udah berapa kali om chek in ke hotel sama cewek murahan ini? Benar-benar ga ngotak sama manusia tua Bangka kebanyakan tingkah!"

Plak!

Surya menampar Arvin spontan. "Jaga ucapan kamu, Arvin! Saya ngga-"

"Nggak salah kan?" potong Arvin cepat

Terik matahari berada di atas kepala, Galin ngode Surya untuk segera pergi dari taman dan kembali ke hotel. Dikarenakan ada Emely yang ia takutkan kalau  kondisinya jika terus-terusan ada di bawah teriknya matahari.

"Gue jelasin ke elo besok, ar. Please jangan tangkap apa yang lo liat barusan." ujar Galin berharap jika Arvin menuruti ucapannya

Arvin menyunggingkan senyum miringnya. "Gue bukan anak kecil yang bisa lo perbudak! Selain suka om-om, manusia apalagi yang lo target? Murahan?!"

Arvin melenggang pergi meninggalkan taman. Mengoperasikan ponsel untuk menghubungi seseorang. Haris tak mampu membantunya, ia punya banyak cara untuk menjatuhkan cewek murahan yang terus-menerus akan semakin membuat keluarganya rusak.

"Tawaran lima juta cash kalau lo mau. Tugas lo gampang, temui gue sekarang. Gue tahu lo cowok handal."

***

Arvin menyodorkan amplop coklat berisi uang cash lima juta yang ia janjikan pada lelaki yang menutup seluruh wajahnya dengan masker dan hodie.

"Cewek ini bernama Galin. Dia buka bisnis pelacur, anehnya pihak kepolisian nggak ada yang nanggepin laporan gue. Gue tahu semua ditutup rapat dengan sogokan. Gue tahu lo sering chek in sama cewek, tugas lo minta dia layanin lo, rekam apa yang lo lakuin sama dia. Bawa rekaman itu ke gue besok." terang Arvin yang setelahnya mengantar lelaki itu menuju rumah Galin

"Tugas gue udah pasti aman dan rapi. Banyak pengalaman gue dibidang kek gini." ujar lelaki itu merapikan tudung hodie

"Gue tahu. Lo cowok hyper."

"Lo juga hyper!" Sarkas lelaki itu segera berjalan menuju rumah Galin.

Lelaki itu mengetuk pintu rumah Galin, menunggu pemilik rumah keluar dan mempersilahkan dirinya masuk. Dilehernya ada kamera yang berada didalam pulpen. Siap merekam pergerakan yang akan ia dan Galin lakukan.

"Bener lo, Galin?" Suara berat itu membuat Galin menelan ludahnya susah payah. Galin mengangguk kecil, sedangkan cowok  itu main nyelonong masuk tanpa izin. Duduk di kursi sofa, menatap Galin yang begitu ketakutan.

"Lo takut?"

Galin menggeleng, dengan segera ia membuang pikiran aneh tentang cowok didepannya. "Dengan siapa?"

"Gak usah kelamaan, gue mau lo sekarang."

"Pelayanan tanpa alasan, tidak ada disini."

"Welcome pelacur Galin, pekerjaan lo cukup menarik." ujar cowok itu setelah membaca banner yang terpajang tak jauh dari tempat ia duduk sekarang.

Galin memberanikan diri mendekati cowok itu, membuka tudung hodie yang menutup kepala cowok itu, hingga kini tatapan kedua mata itu bertemu. Disela itu, Galin juga melepas masker cowok itu tanpa permisi.

Tak ada pergerakan pada diri cowok itu, mungkin karena terhipnotis tatapan teduh milik Galin.

"Butuh hiburan atau pelampiasan?" tanya Galin menawari

"Dua-duanya."

"panas-panas gini pakai hodie? Kelainan atau kedinginan?"

Tanpa pikir panjang, cowok itu melepas hodie nya dan melemparnya asal. Seketika ia lupa akan tugas yang diberikan Arvin padanya. Menyisakan kaos hitam dan celana selutut, kembali menatap Galin dengan penuh harapan.

"Udah makan?" tanyanya, cowok itu mengangguk malas

"Minum?" Lagi, cowok itu mengangguk malas dengan pertanyaan Galin.

"Karena semuanya nanti butuh banyak tenaga."

"Yaelah, gue cowok kali. Udah pasti kuat, angkat lo sekarang aja kuat." Cowok itu merasa ada yang aneh dengan cewek didepannya yang secara terang-terangan membuka bisnis pelacur.

"Yakin kuat?" tanya Galin disela tawa renyahnya. Njir, tawanya real menenangkan. Batin cowok itu

Galin menutup mata cowok itu dengan tangannya, meminta cowok itu menulis dan menggambar sesuatu di kertas yang ia sediakan. Namun, yang dirasakan cowok itu bukanlah hal aneh, tapi ketenangan.

"Ngapain jadi kek gini, njir?! Langsung aja!"

"Semua butuh awal persiapan sebelum melakukan apa yang kamu inginkan." balas Galin santai

Cowok itu tetap menuruti perintah Galin. Hingga tiba-tiba Galin menarik tangannya dan  disuguhi senyum manis milik Galin.

"Yang sabar ya, semua butuh proses. Alur kehidupan memang pahit, kalo kita tetap dijalan yang tanpa arah udah pasti sakit. Jangan memaksa diri untuk melakukan yang bukan kehendak diri sendiri, cukup jadi diri sendiri yang tidak pernah menyakiti hati."

"Langsung masuk ruang sini, yang kamu butuhkan sekarang adalah pelampiasan."

PELACUR GALINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang