CHAPTER 5

98 54 27
                                    

Sebuah video beredar bahwa Galin telah melakukan hubungan seksual dengan seseorang yang begitu terkenal di dunia klub. Seluruh mahasiswa maupun mahasiswi berkumpul menjadi satu dilapangan kampus, menunggu Galin datang.

Jelas semua mahasiswa tahu lelaki yang bersama Galin kemarin adalah lelaki yang menjadi bandar narkoba paling terkenal di Asia hingga menjadi buronan polisi.

Yang ditunggu-tunggu datang, semua bersorak meneriaki Galin. Bahkan banyak yang melempar telur busuk dan sayur-sayuran busuk. Lebih parahnya lagi ada yang melemparnya dengan bebatuan kecil. Galin yang posisinya tidak tahu apa-apa memilih untuk melindungi diri dengan tas yang melindungi kepalanya.

"Woy jalang!"

"Oh jadi ini si pelacur viral yang membawa nama buruk kampus?"

"Pantes sih muka-muka jahanam."

Galin memberanikan diri menatap seluruh mahasiswa dengan tatapan tajam. Dihampirinya salah satu pemimpin demo tersebut yang tak lain adalah Arvin.

Plak!

Tamparan keras mendarat mulus di pipi Arvin. Dengan keadaan kotor dan bau, Galin menampar lelaki itu dengan bekas tangannya yang baru saja menghilangkan telur busuk di rambutnya.

"Apa motivasi lo selalu rundung gue?!" teriaknya dengan posisi jarak antara dirinya dengan Arvin terhitung satu jengkal

Arvin diam. Diam bukan karena tak mampu membalas tetapi karena melihat tatapan tajam milik Galin. Dalam tatapan tajam itu ada titik sendu yang menyalurkan pada diri Arvin. Seolah hatinya berbisik untuk dirinya berhenti melakukan itu pada Galin.

"Menjauh lo dari gue!" Arvin mendorong Galin hingga perempuan itu jatuh

"Lo tuh harusnya sadar, jadi anak yang membanggakan dikit napa. Kasian orang tua lo yang udah mati nangis liat kelakuan anaknya yang murahan!"

Tatapan tajam itu berubah menjadi bendungan.  Hatinya teriris pilu mendengar ucapan Arvin yang menyayat hatinya. Perempuan itu segera berlari namun seseorang telah menjambaknya dan menariknya ke tengah lapangan.

"Gue belum turun tangan kenapa lo udah cabut aja?" Mahasiswi senior itu kembali menarik rambut Galin kuat, hingga sang empu berteriak kesakitan.

"Kak please, semua salah paham. Gue gak pernah ngelakuin itu!" teriaknya diantara banyak orang yang ramai membicarakannya

"Berani lo ngegas ke gue!"

"Kak, please kepala gue sakit." rintihnya kesakitan akibat tarikan kuat di kepalanya

Ketika senior itu akan menamparnya, Galin sudah lebih dulu pingsan. Membuat seluruh mahasiswa bertanya-tanya apakah pingsan itu pura-pura?

***
Suara decitan pintu yang samar-samar terdengar di telinga Galin, membuat gadis itu bangun dari pingsannya. Dilihatnya ia berada di sebuah ruangan yang sangat ia tak sukai.

Rumah sakit. Dua kata yang membuat Galin membuang nafasnya kasar. Lagi, ia dirawat dengan sebuah infus yang menempel di punggung tangannya.

"Kamu sudah sadar?" tanya dokter cantik itu ramah sembari menyuntikkan cairan di selang infus miliknya

"Siapa yang bawa Galin kesini?" tanya Galin balik

"Tidak tahu, mungkin temanmu?"

Teman? Bahkan teman pun Galin tak punya, ia hanya punya teman lewat sosmed.

"Sus, antar Galin ke atas, ketempat biasa. Boleh kan?" minta Galin, sungguh ia sekarang hanya ingin ketenangan dan pelampiasan lewat udara.

"Jangan terlalu lama ya, kondisi kamu belum sepenuhnya stabil." Galin mengangguk lemah, ia segera duduk di kursi roda dibantu suster.

Rooftop merupakan tempat favorit Galin ketika ia harus rawat inap. Berdiri menatap kota yang padat dengan bangunan-bangunan besar, Galin berteriak melampiaskan semua masalah yang sedang ia alami. Contohnya sekarang,  ia dirawat karena perundungan yang bertempur dengan penyakitnya.

"Sus."

"Iya? Ada yang bisa saya bantu?"

"Ponsel saya ada?"

"Oh ada, bentar saya ambilkan."

Sembari menunggu suster kembali dengan membawa ponselnya, Galin memilih duduk di kursi dengan memainkan infus ditangannya.

"Tuhan? Apakah bahagia itu ada?" gumamnya sembari menatap langit yang mendung, seolah ikut mewakili perasaan Galin dihari ini.

"Ada." Galin menoleh kebelakang, mendapati Galih yang datang menjawab gumamnya

"Pak Gal-"

"Saya yang akan buat kamu bahagia, Galin." balasnya, Galin diam dengan pikiran linglung nya.

"Pak Gal-"

"Tidak terima penolakan."

"Tap-"

"Akan ada status baru di antara kita, Galin. Saya harap, kamu menerimanya."

Dibelakang Galih, ada Haris yang masih diam tak ingin menyapa Galin. Tujuannya ikut Galih hanyalah ingin bertemu Galin, satu-satunya gadis idaman Haris saat ini.

"Pak Haris ikut juga?"

"Saya tahu berita tentangmu. Tujuan saya kesini adalah membantu. menurut pelacakan saya, seseorang yang kemarin datang ke rumah mbak Galin adalah buronan polisi yang terkenal sebagai bandar narkoba."

"Saya tahu itu. Tapi, kenapa menghilang?"

"Sebab polisi masih terus mencari. Dia akan terus menghilang demi keamanannya sendiri."

Galih duduk disebelah Galin, mengelus puncak kepala Galin penuh sayang. Dilihatnya selang infus yang Galin mainkan tadi hampir lepas dari punggung tangannya.

"Kembali ke ruangan, infusnya hampir lepas itu." ujar galih merangkul Galin untuk mengikuti kemana ia jalan

"Dia bilang dia disuruh."

"Itu ulah Arvin." sahut Haris

"Tapi kenapa?"

"Dia salah paham, dia keras kepala dan dia tidak akan mau mendengar nasehat siapapun. Biarkan dia mengerti dengan sendirinya. Kamu tidak perlu khawatir, ada saya dan Haris yang akan selalu ada buat kamu." ujarnya penuh memenangkan, Galin meresponnya dengan senyum yang tulus, berharap akan ada orang seperti Galih di hidupnya. Jika takdirnya bersama Galih, sudah tentu Galin sangat bahagia.

"Pak galih, pak Haris."

"Iya?" keduanya serentak menjawab bersamaan

"Terimakasih, saya sangat beruntung ada kalian yang siap membantu, saya merasa tidak sendiri lagi."

"Saya bisa bagi waktu untuk kamu, Galin." ujar Galih

"Saya harap kesendirian kamu ada saya yang akan menemani sepanjang hidup." Haris ikut menyahut

"Jangan mengharap!" sungut Galih sedikit tidak terima jika Galin bersama Haris nantinya.

PELACUR GALINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang