Beberapa hari Galin tinggal di apartemen Galih, kini ia baru saja keluar dari ruangan dokter dengan beberapa kertas ditangannya. Sengaja ia tak pulang ke rumah karena setiap hari ada pelanggan di rumahnya. Bukan berarti jika Galin tidak mau tapi, ia sedang ingin menjaga diri dari berita miring tentangnya.
Di apartemen Galih pun Galin jarang bertemu karena Galih sementara tinggal bersama Haris di rumah Arya. Semua saling menjaga demi nama baik Galin kembali normal.
Niatnya mau langsung pulang tapi, banyak orang sedang menunggu dirinya di parkiran. Siapa lagi kalau bukan para wartawan?
Galin memilih untuk naik ke rooftop rumah sakit. Tempat paling nyaman sejagat raya bagi Galin. Disana, ia menemukan banyak ketenangan. Dan sejak itulah Galin sering ke rooftop untuk menjadi teman kesendiriannya.
Deg!
Didepannya sudah ada Arvin dan beberapa anak-anak kampus lainnya. Jangan bilang mereka tau kalau gue....
"Oh, jadi ini si duta malam yang sekarang lagi bolak-balik rumah sakit karena penyakit jijik itu?" Salah seorang bertanya dengan kedua tangan dilipat ke dada, memperlihatkan sifat angkuhnya.
"Galin nadiva." Arvin berjalan mendekati Galin, namun Galin segera menyimpan kertas-kertas ditangannya ke dalam tas. "Cewek sok polos ini ternyata punya riwayat HIV ya?" tanyanya dengan mencengkram pipi Galin kuat.
"Gu-"
"Mau mengelak? Sudah berapa kali lo hub seks sama manusia berakal babi-babi itu?" potongnya semakin mencengkeram kuat pipi Galin
Galin memberanikan diri untuk menatap Arvin. Tangannya melepas paksa tangan Arvin yang mencengkram kuat pipinya. "Dan apa peduli lo? Gue yang penyakitan kenapa lo yang repot?"
"Lo pernah berhubungan sama bokap gue?" tanyanya pelan tapi sangat menusuk. Tatapan tajamnya tak berhenti menelisik pergerakan mata Galin. Mencoba mencari celah kebohongan yang diciptakan cewek didepannya.
"Gue memang ad-"
"Njir! Dia ngaku coy!" salah seorang teman Arvin berucap
"Tapi gue bis-"
"Persetan gue percaya sama cewe manipulatif kayak lo!" bentaknya menyeret Galin hingga berada di pinggir rooftop. Sejengkal lagi dipastikan Galin akan pergi meninggalkan dunia.
"Ar, gue sama bokap lo cum-"
Plak!
Tamparan keras mendarat di pipi mulus Galin hingga menciptakan bekas tamparan yang kemerahan. Lelaki dengan puncak emosional itu tidak peduli lagi dengan siapa ia berhadapan. Dalam prinsip Arvin, entah perempuan atau laki-laki yang berani mengusiknya pasti akan tetap mendapatkan balasannya.
"Cuma apa?! Cuma sekedar tidur bareng, seneng-seneng, manja-manja lalu minta duit? Iya?!" bentaknya lalu mendorongnya hingga jatuh membentur kursi lusuh yang tak terpakai.
Diam-diam Galin menghubungi Galih untuk ia mintai tolong. Karena hanya galih yang percaya padanya. Belum sempat ia mencari kontak galih, Arvin sudah lebih dulu merampas ponselnya dan membuangnya kebawah.
Galin bangkit hendak meraih ponselnya, namun ia malah jatuh dengan tangannya yang bertahan di pinggir rooftop. Kiri dirinya diambang mati dan hidup. Jika Galin melepas tangannya, nyawanya juga akan ikut terlepas dari tubuhnya.
"Ar, tolongin gue." pintanya penuh memohon
Arvin tertawa. "Apa keuntungan gue kalau gue tolongin lo?"
"Gini aja deh syaratnya, Arvin tolongin lo tapi lo jadi babunya Arvin." Salah satu teman Arvin menambahi
"Tubuh lo aja tuh kasih ke Arvin. Pasti dia seneng tuh, hahaha." semua tertawa terbahak-bahak tak terkecuali Arvin yang menatap penuh kebencian pada Galin.
"Gue lebih pilih lo mati. Hidup gue, keluarga gue akan tentram kalo lo mati."
Galin menggeleng. Ia tidak ingin mati sekarang, banyak tanggungan yang belum Galin selesaikan. "Ar, please. Kepala gue pusing." Darah keluar dari hidung Galin. Bersamaan dengan itu, tubuh Galin sangat lemas dan penglihatannya mulai kabur. Ia pasrah jika Arvin membiarkannya pergi meninggalkan dunia.
"Njir, mati!"
⏳
Haris dan Galih tengah berdiskusi bersama Arya. Ketiga lelaki berbeda umur itu membahas tentang Galin yang semakin marak di media sosial. Dikabarkan jika sekarang Galin mengidap penyakit HIV, akibat sering berganti pasangan saat berhubungan seksual. Rumor beredar seperti itu, Haris sampai kuwalahan menghapus artikel yang hampir setiap menitnya selalu muncul berita terbaru tentang Galin.
"Galin tidak punya riwayat apapun." ujar Galih membenarkan
"Dari mana kamu tau?" tanya Arya
"Dokter yang memeriksanya saat Galin dibawa ke rumah sakit."
"Saya mendengarnya juga seperti itu, pak." Haris ikut bersuara
Dert....dert....dert...
"Baik, sus. Saya akan segera ke rumah sakit. Terimakasih untuk informasinya."
⏳
"Kondisi pasien sudah kembali normal. Jangan biarkan pasien berpikir berat apalagi sampai kecapean. Harus lebih banyak istirahat."
"Dok. Apakah Galin tidak punya riwayat apapun?" tanya Galih memastikan
"Sejauh ini tidak, pak. Pasien hanya kekurangan waktu istirahat." terang sang dokter
"Tapi, kenapa sering mimisan?" tanya Galih masih tidak percaya dengan penjelasan dokter tentang apa yang dialami Galin.
"Itu sebab kecapean. Semua orang juga bisa mimisan karena kecapean dan istirahatnya kurang."
Galih pun akhirnya mengangguk. Setelah kepergian dokter, Galih dan beberapa orang lainnya masuk kedalam ruangan. Didalam ternyata sudah ada Arvin yang terbaring di sofa panjang dengan mata tertutup.
"Jelaskan sama saya." ujar galih dengan mendudukkan Arvin paksa, alhasil lelaki yang baru sampai ke alam mimpi itu terbangun linglung.
"Ah elah, untung gue baik. Gue selamatkan tuh cewek lo." ujar Arvin kembali tidur tetapi matanya masih menatap orang-orang yang masuk ke dalam ruangan.
Galih dan Haris berjalan ke arah brankar tempat Galin istirahat. "Galin." panggilnya lembut, mengusap rambut Galin penuh sayang.
Perlahan, kedua mata Galin sang semula menutup kini terbuka. Menatap beberapa orang disekelilingnya yang juga sama menatapnya.
"Saya...." lirihnya "Belum mati?"
"Kamu bicara apa, Galin? Siapa yang bilang kalau kamu mati?" tanya Galih ikut bingung
Galin mengedarkan pandangannya ke arah samping. Terdapat seorang Arvin yang tengah berbincang dengan Haris.
Galin tersenyum. "Ar, makasih udah tolongin gue." ucapnya penuh ketulusan
"Gue juga ga mau kali masuk penjara." balas Arvin tanpa menatap.
"Setidaknya, lo masih mau menyelamatkan nyawa gue."
"Selain manipulatif, ternyata lo juga suka pede."
KAMU SEDANG MEMBACA
PELACUR GALIN
Teen FictionGalin Nadiva. Seseorang yang mendirikan bisnis pelacur di umurnya yang tergolong masih sangat muda dan baru saja lulus masa SMA. Dengan status dirinya yang menjadi leader pelacur, hidupnya tak seburuk masa lalunya. Menjadi pelacur tentunya tak mudah...