Disembunyikan?
Apa akan menjadi hal yang baik atau merugikan? Di saat masalah tersembunyi apa akan terbantu atau buntu? Semua penuh pertanyaan yang belum tentu ada jawaban, terkadang menyembunyikan akan menghasilkan sebuah senyuman. Namun, tidak menutup kemungkinan tangisan pun bisa ikut datang. Bagai sebuah teror yang terus mengejar dan menghantui diri Angel yang entah mengapa ia sangat merasa bersalah ketika melihat Nobi ditampar hanya karena Angel bertanya. Bukankah itu keterlaluan?
Angel terus mondar mandi di belakang Steven yang kini tengah asik menonton televisi. "Sayang." Steven menghela napasnya. "Kamu kenapa sih? Mau nelpon siapa?" Steven berbalik menatap istrinya itu.
Angel yang tengah menggigit jari kuku tangannya pun menghentikan langkahnya. "Mas, semisal kamu punya anak, ter---"
"Hah? Kok aku?"
"Iya, kamu."
"Kok cuma aku? Kan aku punya istri," goda Steven.
"Ish, Mas. Yaudah iya." Angel langsung berjalan ke samping Steven yang kini dengan sangat tiba-tiba ia dirangkul oleh suaminya itu. "Ish, Mas geli."
"Kenapa? Kita kan suami istri." Steven tersenyum manis. "Lanjut sayang ceritanya." Mengedipkan satu matanya disertai senyuman termanis.
Angel diam beberapa detik, lalu kembali fokus kepada tujuannya. "Ekhem, jadi gini, Mas. Kali semisla kita punya anak terus anak kuta enggak sekolah tanpa sepengetahuan kita lebih dari satu hari. Apa Mas sebagai ayah bakalan marah?"
Steven berpikir sejenak. "Pasti."
"Kalo main fisik?"
"Nempar gitu?" tanya Steven yang dibalas Angel oleh anggukan. "Mas enggak akan maij fisik. Mas mungkin bakalan kurung dia di kamar atau hukum dia, asal jangan fisik. Karena Mas tahu kalo pukulan dari orsng tua enggak bakal pernah bisa dilupa."
Angel mengangguk. "Mas inget Nobi?" tanyanya yang dibalas oleh anggukan. "Dia bolos seminggu, dan ayahnya nampar dia, karena ketahuan bolos."
Steveb diam sejenak. "Itu masalah keluarga mereka, bisa jadi cara didik ayahnya si Nobi itu keras, jadi ya gitu."
Angel terdiam beberapa saat. "Mas tahu, Nobi korban bulli di sekolah. Dia benar-benar jadi pribadi yang beda, Mas."
"Dari dulu kamu cerita kalo Nobi dapet prilaku yang kurang baik dari ibunya, dan kamu pun enggak bisa buat lapor polisi karena Nobi enggak dapat kekerasan fisik 'kan? Dan juga Nobi sendiri yang ngebela ibunya." Steven kini melepaskan rangkulannya. "Dari cerita kamu mas sedikit paham, kayaknya Nobi masih dapet prilaku yang kurang dari ibunya, jadi dia pendiam. Tapi, di usianya yang udah remaja kayak enggak mungkin kalo dia diem cuma gara-gara dibentak ibunya."
"Apa aku harus ke rumah Nobi lagi?"
"Dalam rangka?"
"Main? Aku mau tau sifat orang-orang sana."
Steven terkekeh. "Sayang kamu kira ini kayak film pahlawan? Mana mungkin kita bisa asal masuk ke rumah orang yang kita curigain. Kecuali kalo Nobi ngaku dia dapet kekerasan, baru kamu bisa." Steven mengusap pucuk rambut Angel. "Apa dia pernah cerita?"
"Dia enggak pernah ngeluh, Mas. Dia terlalu tertutup dengan semua hal."
"Kamu bisa aja bantu dia, dan menurut aku emng itu keterlaluan banget, tapi kamu harus punya bukti, Sayang. Kalo kamu yang salah, nanti kamu yang kena getahnya." Mengusap lembut sisi wajah Angel.
○●○
Dalam perjalanan selalu ada hal yang sangat menyenangkan atau menyakitkan, setiap detik kehidupan selalu menyimpan hal yang sulit 'tuk didefinisikan. Begitu pun dengan rasa cinta yang sangat sulit untuk dipahami. Seperti kalimat jatuh dan cinta yang mengandung dua arti bertolak belakang. Namun, sungguh kejam jika kalat itu tidak sesuai demgan kenyataan, karena pada nyatanya cinta akan terlebih dahulu dirasa sebelum jatuh tercipta. Waktu yang terus berjalan sudah berbicara atau bahkan berteriak pada hatu yang selalu merasa sepi, pada cintanya yang 'tak pernah bersemayam indah dan 'tak sesuai dengan apa yang diharapkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SANG LIBRA TANPA WARNA
Teen Fiction🍂Semu yang kurindu, nyata yang mengukir duka.🍂 ⚠️Selamat membaca reader⚠️