11. Gue Bukan Banci!

7 0 0
                                    

SMA Nusantara masih disibukan dengan ulangan pertengahan semester, ini meruoakan hari terakhir pelaksanaan diadakan, semua murid di sekolah ini sangat menantikan hari terakhir ulangan, karena setelah pelaksanaan ulangan SMA Nusantara selalu mengadakan sebuah liburan satu pekan. Suasana kelas masih hening di menit-menit terakhir penilian, semua bersunguh-sungguh agar mendapatkan nilai terbaik. Kini seorang siswa berambut hitam lebat yang sangat fokus memeriksa setiap lembar jawabannya terus bergelut pada kekhawatirannya sendiri, sebenarnya ia sejak tadi sltelah selesai. Namun, rasa takut akan nilainya yang kurang selalu menghantuinya sampai akhirnya ia menjadi siswa yang paling akhir mengumpulkan jawaban.

Setelah selesai melaksanakan semua ulangannya akhirnya semua murid keluar, tersisa waktu satu jam lagi sebelum pulang, sebagian siswa mengahabiskan waktu menunggunya dengan bermain sepak bola, sedangkan para siswi sibuk dengan berdiskusi prihak masalah kehidupan manusia---gosip---Berbeda halnya dengan siswa lain, Nobi yang sering menhabiskan waktu kosongnya untuk melihat bunga dandellion seraya membawa buku ataupun memotret.

Dengan wajah teduhnya Nobi fokus ke sebuah buku fisika, ia memeriksa jawabannya kembali, rasa takut yang menyerang dirinya benar-benar seperti hantu. Dengan keringat memenuhi wajahnya dan napas yang menggebu. Nobi terus mencari jawaban dari kekhawatirannya, hingga akhirnya Nobi bernapas lega di saat apa yang ia isi benar. Dengan menarik napas lega ia menutup buku tebal yang berada di pangkuannya.

Nobi kini menikmati pemandangan taman dandellion di hadapannya, seketika angin berembus sejuk yang membuat kelopak bunga dandellion itu berterbangan, seulas senyum tercipta. "Selamat atas kebebasanmu," gumamnya.

"NOBI!" teriakan dari arah belakang Nobi yang membuat anak bermata almond eyes itu menoleh.

Nobi menyipitkan pandangannya. "Iya. Kenapa?" tanyanya di saat dua otang siswa berjalan ke hadapannya.

"Ini kita." Dengan tersenyum siswa bernama Adit itu menepuk pundak Nobi. "Kita kurang pemain nih."

"Main?"

"Bola. Nah, yuk lo ikut."

"Sorry, gue enggak mau."

"Ayolah, Sob. Lo buktiin kalo lo bukan banci."

"Gue gak peduli."

Adit menatap seorang teman di sampingnya, dengan tersenyum penuh misteri. "Lama lo, Jing." Menarik kerah baju Nobi kasar, lalu diikuti dengan siswa lain yang menarik lengan Nobi.

Kini, suasana lapangan sudah sangat ramai dengan beberapa siswa yang sudah siap 'tuk bermain bola, sementara sebagian siswi menonton dari bangku stadion lapangan sekolah itu. Nobi yang sudah di tengah lapangan pun hanya bisa terdiam menatap semua orang yang seolah memperhatikan dirinya, seketika ia melihat seperti semua orang tengah mempertawakan dirinya yang seakan membuat Nobi kerdil.

"Lo kenapa?" Sebuah tepukan tepat do pundak Nobi yang membuatnya tersadar dari lamunannya.

Nobi yang kini memposisikan dirinya sebagai kiper pun hanya bisa berdiri di delan gawang dengan napas yang menggebu. Permainan berjalan lancar, tim yang bersama dengan Nobi bermain dengan sangat baik, sehingga jarang sekali Nobi.mendapat serangan, sampai di menit-menit terakhir permainan seolah tidak berpihak kepadanya lagi, entah telah direncanakan atau memang tim Nobi mengalami penurunan. Namun, kini Nobi benar-benar harus menjaga gawangnya dengan sangat baik.

"Oy, kalian mundur!" teriak Nobi kepada tim-nya yang kini mereka hanya diam membiakan lawan 'tuk menyerang gawang yang Nobi jaga. "Sialan!" umpatnya.

Seorang siswa bertubuh jangkung menunggingkan senyuman pada Nobi. "Rasain nih banci!" Sebuah tendangan meluncur dengan sangat cepat dan tepat mengenai wajah Nobi sehingga Nobi terpental bahkan kini hidungnya mengeluarkan darah segar.

SANG LIBRA TANPA WARNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang