17. Bianglala

0 0 0
                                    

Perasaan cinta selalu mengubah segalanya, bahkan perasaan itu bagaikan keajaiban yang mampu mengubah semua rasa menjadi tawa. Kesakitan yang menyerang Nobi pun sudah tidak terasa, ia hanya ingin kekasihnya mengetahui senyuman yang ia pancarkan, bukan tangisan yang pastinya akan menimbulkan sebuah rada kekhawatiran. Kali ink Nobi menggenggam tangan Kiara erat, langkah mereka menelusuri pasar malam yang terletak agak jauh dari tempat mereka tinggal.

Dengan sebuah sweeter hitam oversize yang dilengkapi dengan rok sekolah yang masih ia pakai, kini Kiara menatap semua wahana yang tersedia di pasar malam dengan mata berbinar. "Aku mau naik itu, ya Kak." Menunjuk ke sebuah bianglala.

Nobi menatap apa yang Kiara tunjukan. "Kamu gak takut, Ra?"

Kiara langsung menatap Nobi dengan bibir bawahnya yang maju beberapa senti. "Maksud Kakak apa? Aku penakut gitu?"

"Aku suka kok kalo kamu penakut."

"Kenapa?"

"Biar minta sama aku temenin." Nobi tersenyum jahil.

Kiara tersenyum lalu semakin erat menggenggam tangan Nobi. "Ayo naik." Menuntun Nobi ke arah bianglala.

Setelah memesan tiket Nobi dsn Kiara pun naik. Wahana bianglala mulai berputar lambat menghantarkan Nobi dan Kiara ke atas lalu ke bawah bergantian. Tatapan Kiara masih berbinar dikala bianglala naik ke atas. Namun, sedikit terkejut ketika bianglala mulai turun, wajah cantik yang semakin terlihat indah ketika tawa Kiara muncul membuat Nobi tidak pernah berhenti menatap gadis yang kini rambutnya terurai indah.

"Kamu seneng, Ra?" tanya Nobo yang duduk si depan Kiara.

Kiara tersenyum, lalu mengangguk. "Banget."

"Ra."

"Iya?"

"Aku boleh duduk di samping kamu?" tanya Nobi lembut.

"Ish, nanti miring Kak. Jangan ya."

Nobi yang awalnya tersenyum pun langsung murung. "Oke." Dengan menarik napas panjang, Nobi menatap ke luar sangkar bianglala.

Bianglala terus berputar, hingga sampai pada puraran terakhir. Namun, seketika Kiara dan Nobi terkejut di saat mendengar teriakan dari pengunjung yang berada di bawah sana, asapnyang sangat tebal muncul di mesin bunag lala yang membuat wahaan itu tiba-tiba berhenti. Semua pengunjung yang sudah bersada di bagian bawah turun, terkecuali pengunjung yang berada di sangakr atas, merela diperimtagkan untuk diam dan jangan bergerak.

Nobi dan Kiara yang berada di posisi paling atas pun mengikuti imstruksi yang diberikan. Kiara yang awalnya ketakutan dan panik muali mengontrol dirinya sendiri, ia menarik nalas panjang berkali-kali, mata yamg sedari tadi tertutup pun mulai ia buka perlahan, dalam dirinta ia menenangkan dirinya sendiri. Namun, berbeda dengan Nobi yang sedari tadi tidak pernah menutup matanya. Namun, cengkeramannya sanagt erat ke sangkar bianglala tersebut.

Kiara yang menyadari hal tersebut pun hanya bisa menatap bingung. "Kak," panggilnya yang sama sekali tidak dijawab oleh Nobi, Kiara berusaha untuk merentangkan tangannya ke arah tangan Nobi yang tengah menggenggam sangkar bianglala itu. "Kakak kenapa?"

Nobi menelan salivanya berkali-kali, detak jantungnya tidak dapat ia tenangkan, napas menggebu dengan keringat yang mulai membasahi wajahnya. "Ara," gumamnya pelan.

Kiara yang meliaht kondisi Nobi pun terkejut, dengan sangat hati-hati ia berlutut di bawah bangku sangkar. "Kak, Kakak kenapa?" Menggenggap pergelangan tangan kiri Nobi yang terletak di atas paga Nobi.

"Ara." Nobi meneteskan air matanya yang membuat Kiara semakin khawatir.

"Kak? Kakak kenapa?! Kakak takut, hah?" Menggoyangkan tubuh Nobi. "Jangan takut, Kak. Di sini ada aku. Ada Ara, Kak."

SANG LIBRA TANPA WARNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang