6. Sosiopat

3 1 1
                                    

Ruang kerja yang tertata rapih dengan sebuah gorden hitam besar yang menutupi jendela ruang kerja tersebut. Ruang kerja yang didesain khusus hanya untuk Adipati yang sangat tidak menyukai dunia sosial, bahkan jika di kantor pun ia lebih suka jika pertemuan dengan klain diwakilkan oleh sekretarisnya yang sudah 10 tahun bersamanya itu. Adipati yang kali ini tengah duduk seraya memeriksa berbagai dokumen yang terletak di atas mejanya seketika  menutup dokumennya di saat Maya datang dengan membawa obatnya.

"Aku boleh masuk, Mas?" tanya Maya lembut.

"Kamu udah masuk baru nanya?" Adipati berdiri. "Cepat bawa ke sini obatnya."

Maya berjalan dengan pandangan yang selalu ia tundukan. "Ini Mas." Memberikan pil yang selalu Adipagi konsumsi agar mengurangi penyakit yang sejak dahulu menyerangnya itu. Maya menatap Adipati lekat, terkadang ia kasihan melihat penderitaan yang mendekap suaminya itu. Namun, di lain sisi ia pun tidak bisa membohongi dirinya jika ia tidak tega melihat anaknya dipukul seperti hewan. "Mas."

Adipati mematap Maya. "Kenapa?"

"Maaf, Mas. Apa Mas tidak terlalu kelewatan ke anak kita?" Maya menunduk.

"Karena?"

Maya semakin menunduk
"Aku memang jahat ke dia, Mas. Tapi jujur aja, aku enggak pernah pukul dia."

Adipati tersenyum sinis, lalu berjalan mendekat ke arah Maya, sehingga napas Maya pun terdengar olehnya. Ia mendekatkan wajahnya ke samoing telinga Maya. "Kadang sakit dibadan enggak sebanding dengan sakit di hati." Meletakan tangan kanannya ke pundak Maya. "Kamu juga sering jadikan dia bahan pencari uang 'kan? Jadi, apa hanya aku saja yang jahat?" Mundur beberapa langkah menjauh dari Maya.

Tungkai Maya seketika melemas seakan tidak mampu untuk menopang tubuhnya itu. Apa durinya juga kejam kepada Nobi? Apa selama ini ia benar-benar menyiksa Nobi? Tanpa seizinnya air mata menetes begitu saja. Dalam hati terdalamnya ia tidak ingin menyiksa Nobi. Namun, ketika ia menatap wajah Nobi ada sebuah dendam yang seolah membuat rasa benci menyeruak begitu saja.

Wajah Nobi yang sangat mirip dengan Adipati membuatnya selalu benci kepada Nobi saat kecil, ditambah kehidupan sengsaranya setelah Nobi hadir, bahkan ibundanya Pun meninggal hanya demi menyelamatkan Nobi. Setelah kejadian itu Maya didiagnosis mengidap depresi, terkadang ia tidak sadar jika dirinya meyakiti Nobi, karena ketika rasa marah itu timbul ia akan meluapkan kepada Nobi.

"Kamu tahu, saya juga tersiksa Maya!" Adipati mengguncangkan tubuh Maya kasar sehingga sebuah nampan yang sedari tadi dipegang oleh Maya terjatuh. "Bahkan kamu saja sudah tau masa lalu saya 'kan? Jawab saya Maya. Jawab!"

"I---iya, Mas Iya ...." Maya menangis penuh ketakutan, ia takut jika luapan emosi suaminya itu akan diluapkan kepadanya. "Sakit, Mas ...," rintihnya di saat cengkeraman Adipati semakin kuat di pundaknya.

Adipati melepaskan cengkeramannya kasar. "Pergi kamu! Saya ingin sendiri!" teriaknya yang langsung dituruti oleh Maya.

Adipati merasa gelisah, susana tempat ini terasa sangat panas yang membuat bulir keringat membasahi setiap inci tubuh Adipati, dinding rumah ini pun 'tak luput dari amarahnya yang menyeruak. Masa lalunya terbayang begitu saja, bentakan, tendangan, umpatan, pukulan, hingga kekerasan seksual yang ia alamai dagulu terlukis nyata. Kekerasan yang dilakukan oleh ayah angkatnya menghidupkan monster pada diri Adipati. Penyakit sosiopat yang ia derita sejak 15 tahun lalu berhasil merubah Adipati yang dahulu periang menjadi monster yang 'tak pernah bisa ia redakan.

○●○

Keyzina Adipati, saat ini tengah duduk di bangku kuliah semester 4 jurusan manajemen, Keyzina memiliki paras yang cukup cantik, penampilan Keyzina selalu rapih dan bersih, bagi Keyzina penampilan merupakan hal yang paling penting. Sejak dahulu hidup Keyzina tidak jauh dari kehidupan  Nobi saat ini, bagi Keyzina Ayahnya memang sangat mengutamakan nilai dibanding apa pun itu.

SANG LIBRA TANPA WARNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang