"Kenapa, babe?"
Yangyang merasa heran melihat Renjun yang kini malah terpaku menatap layar ponsel, bukannya segera mengemudikan mobil ini pergi untuk mengantarnya pulang. Gak deng, maksudnya menjemput Axel dulu ke sekolah. Baru nganterin dia belakangan, maklum numpang.
Jangan banyak protes. Begitu sih kalau kata Renjun.
"Pacar lo ngirim pap seksi lagi kah?" Yangyang bertanya asal sambil mencondongkan tubuhnya untuk mengintip apa kiranya yang sedang ditatap Renjun sedemikian intens itu.
"Jauh-jauh anjir!" Belum juga melihat isinya, telunjuk Renjun sudah lebih dulu mendorong jidatnya untuk menjauh.
"Sakit, nyet! Kuku lo panjang!" Yangyang protes karena kuku Renjun terasa sedikit menggores dahinya. Perih cuy, asli deh.
Renjun hanya memutar bola matanya malas dan memilih langsung mengemudikan mobilnya menjauhi area kampus. Yangyang juga tidak lagi merecokinya. Sibuk memainkan ponsel setelah menyalakan radio agar suasana tidak terlalu hening.
"Lah… kok langsung ke sini?"
Yangyang baru sadar kalau mereka sudah berada di lampu merah perempatan menuju apartemennya. Sekitar sepuluh menit lagi juga sampai. Seingatnya Renjun bilang akan menjemput Axel dulu ke sekolah.
"Ponakan gue gimana, babe?"
"Anak gue!" Yangyang tertawa mendengar nada bicara Renjun yang entah mengapa terdengar ketus. Ekspresinya juga berubah sedikit suram. Dia baru sadar sekarang.
"Ya itu intinya. Gimana? Dia nunggu lama lagi dong."
"Udah pulang," Renjun menjawab cuek membuat Yangyang semakin bertanya-tanya. "Sama Papa."
Alah, pantesan mukanya kayak disinggahi awan mendung.
"Tumben ya. Paduka Raja lagi gabut kali!" Yangyang mengatakan itu dengan sedikit bercanda. Berharap ekspresi Renjun tidak lagi terlalu suram. Atau mungkin kekhawatirannya sedikit berkurang.
Iya, Yangyang tahu pasti Renjun khawatir mengetahui ayahnya tiba-tiba menjemput pulang Axel begitu. Kejadian langka itu, bahkan mungkin belum pernah sebelumnya.
"Calm, bro. Dia gak bakal diapa-apain kok."
Sebab Yangyang pikir, setidak sukanya keluarga Renjun pada Axel, masa sih mereka tega melukainya. Bagaimanapun juga kan darah keluarga Huang tetap mengalir dalam tubuh bocah itu.
Terus juga, kalau tahu begini dia mending tidak jadi menumpang dan pulang sendiri deh. Supaya tadi Renjun bisa langsung pulang saja langsung ke apartemen.
"Kalau Paduka Raja macem-macem, kita serang aja kerajaannya nanti!" Renjun memutar bola matanya malas saat mendengar ucapan ngawur Yangyang. Memang temannya satu ini suka berucap dengan kalimat-kalimat aneh cenderung tidak masuk akal.
"Makasih ya, babe. Sekarang lo ngebut aja tapi jangan ngebut-ngebut banget juga ntar lo kecelakaan terus koid gue gak punya temen lagi. Sedih."
"Berisik! Masuk aja sana lo!"
"Ini ma—"
Belum juga selesai, Renjun langsung tancap meninggalkan parkiran depan apartemen Yangyang. Benar-benar merealisasikan ucapan temannya itu dan mengebut. Sungguhan ngebut hingga dia bisa sampai apartemen dalam waktu kurang dari dua puluh menit. Setengahnya dari yang biasa dia tempuh.
Saat sampai di basement, dia langsung bergegas keluar dari mobil, lalu sedikit berlari menuju lift. Entah lah, rasanya Renjun ingin segera sampai pokoknya. Dia ingin melihat Axel secepatnya. Walau memang tidak mungkin Papa macam-macam, tapi tetap saja rasa khawatir itu ada.

KAMU SEDANG MEMBACA
Campus Scandal
Fanfiction"Bekerja atau lanjut kuliah?" Ning Yizhuo hanya diberikan dua pilihan oleh sang ayah. Bekerja jelas tidak akan dia pilih sebab dia tidak suka. Inginnya tentu saja hanya bermalas-malasan tapi tetap bisa hidup enak dan senang. Kuliah juga rasanya agak...