Masjid yang megah dipenuhi sinar matahari pagi yang lembut. Udara yang tenang membuat daun-daun pohon di halaman masjid bergoyang perlahan seolah-olah turut merayakan keindahan momen ini.
Tepat pada hari ini, Allah telah menyatukan dua jiwa dalam tali suci pernikahan sesuai dengan ajaran Islam.
Setelah beberapa hari yang lalu Keinan melamar Ayesha, pada akhirnya dia memutuskan untuk menikahinya.
Didalam masjid yang tenang, proses akad akan dilaksanakan. Lelaki itu duduk didepan penghulu memakai baju beskap putih dengan sentuhan bordir payet berwarna senada tampak begitu cocok membuatnya terlihat gagah dan meninggalkan kesan seorang pemimpin keluarga, dipadukan dengan peci sebagai ganti blangkon adat menambah kadar ketampannnya.
Terpancar sinar kebahagiaan pada wajahnya yang rupawan, dia sangat siap untuk memulai perjalanan spiritual mereka sebagai pasangan suami istri.
Dengan hati yang penuh kasih, penghulu membimbingnya melalui langkah-langkah prosesi pernikahan.
Suaranya yang tenang dan penuh hikmah menggema di seluruh masjid saat dia membacakan Surah Ar-Rahman.
Disisi lain, sang mempelai wanita yang tengah menunggu dengan balutan gaun pengantin muslimah penuh dengan renda bersiluet A-line yang klasik tampak memesona, menghadirkan kesan timeless.
Paduan hijab putih senada yang disematkan bersama long laces veil menambahkan kesan stunning menyempurnakan penampilannya.Mendengar lantunan merdu itu membuat bulir bening mengalir tanpa disadarinya, hatinya sedikit melunak seketika.
“Ya Allah apapun yang terjadi kemarin dan hari ini, lapangkanlah hatiku untuk menerimanya.
Tolong cukupkan diri ini untuk tidak menyalahkan siapapun, aku percaya bahwa ada kebahagiaan besar yang telah engkau siapkan kepadaku”
“Aku ridha dengan takdirmu, aku ikhlas ya Allah.” Tuturnya dalam batin.
Pada akhirnya setiap manusia akan berada di titik ini. Titik dimana apapun yang terjadi maka terjadilah.
Bukan karena menyerah, hanya mencoba belajar mengikhlaskan.
Sadar posisinya sebagai manusia biasa, tidak bisa menahan apalagi memaksakan sesuatu yang memang seharusnya terjadi.
Momen yang sangat dinantikan tiba. Dalam suasana yang penuh kekhusyukan, tangan yang ia selama ini ia gunakan untuk membesarkan dan merawat putrinya kini terulur berjabat dengan lelaki asing.
Satu titik dalam hidupnya, dimana ia harus menjabat tangan seorang anak laki-laki yang dia tidak mengenalnya 100%, yang mungkin anaknya juga baru berkenalan kemudian ia harus menyerahkan permata hatinya yang sudah ia urus seumur hidupnya
Fikirannya berkecamuk, 'apakah anak laki-laki ini bisa memperlakukan anak perempuan saya minimal seperti saya memperlakukan dia?'
Sebagai seorang ayah, dia memiliki level khusus kasih sayang yang tidak didapatkan anak laki-lakinya.
Kapanpun dan dimanapun, entah seperti apapun dunia mereka, mereka bisa mencapai apapun dalam kehidupannya, tapi... suatu saat ketika mereka memerlukan ayahnya, ayahnya akan selalu ada disitu.
Baginya, Ayes tetaplah peri kecil hidupnya.
“Aku nikahkan engkau, dan aku kawinkan engkau Keinan Madana Pradigta bin Hassan Mahmoud Pradigta dengan puteriku Ayesha Zahra Mirza binti Mirza Ali dengan mahar berupa 19 lot saham 9 karat berlian dan uang tunai sebesar $2023 dibayar tunai." Tutur Mirza dengan suara bergetar menahan tangis
"Qabiltu nikahaha wa tazwijaha alal mahril madzkur wa radhiitu bihi, wallahu waliyu taufiq" ujar Keinan dengan lantang tanpa sedikitpun keraguan
“Bagaimana para saksi?” tanya penghulu
KAMU SEDANG MEMBACA
Skripsi Cinta
SpiritualDisaat yang lain sibuk skripsi ia malah sibuk resepsi. "Ya Allah Ayes mau skripsi bukan malah jadi istri"