While You were Sleeping (1 : His Fiancee)

745 60 3
                                    

Jennie sebetulnya tidak percaya apa yang terjadi dengan apa yang ia teriakkan barusan. Padahal, ia sama sekali tidak membawa satu pun polisi bersamanya. Beruntungnya, para pria yang baru saja melukai pria yang membuat debaran tidak beraturan pada jantungnya itu, segera lari tanpa repot menolehkan kepalanya.

Meski diliputi keheranan, Jennie bergegas menghampiri pria yang tergeletak itu. Pria itu mengaduh kesakitan dengan sebuah noda merah yang penuh di tangannya. Jennie tak melihat seluruh kejadian sebelumnya. Itu juga terjadi sangat singkat, dan bagaimana bisa ada darah yang sudah menggunung banyak di tangan pria itu?

"Oh!" Tangannya segera meredam teriakannya sendiri. Keterkejutan itu melandanya ketika ia melihat ada sebuah rembesan besar yang membentuk lingkaran pada kaos pria itu. Apa... itu luka tembak? Tapi tak ada suara tembakan... Atau tusukan?

"Kau... kau baik-baik saja?"

Itu pertanyaan bodoh dan Jennie sangat tahu itu. Ia juga tak mungkin bertanya seperti itu setelah ia juga mulai terkejut dengan tingkah heroiknya tadi. Jika benar itu luka tusuk, maka ia tadi bisa saja ikut ditusuk dong?

"God, gue belum siap buat mati muda. Masih banyak cicilan. Belum juga ngerasain pake iphone."

"Saya telpon polisi ya?"

Itu bukan dia yang berbicara lagi. Melainkan seorang ibu-ibu dengan sebuah tas yang dihimpit di lengannya. Tas tersebut menyemburkan beberapa batang sayuran yang buat Jennie adalah indikasi kalau ibu ini baru saja kembali dari pasar. Gadis itu pun mengangguk, kala itu langsung disibukkan lagi menatap takut kepada pria idamannya.

Tak lama setelah ibu itu menelpon, seorang satpam mendekat dan lari terburu-buru ke arah mereka. Jika ingin mengandalkan polisi, sebetulnya akan percuma saja. Untung saja satpam ini datang dan langsung berjongkok di sebelah Jennie.

"Ditusuk?"

Jennie mengangguk saja, walaupun ia juga tidak begitu yakin.

Satpam tersebut tiba-tiba meraih tangan Jennie dan menaruhnya di atas luka pria itu. "Tolong usahakan hentikan pendaharannya. Saya coba cari bantuan secepat mungkin."

Tapi, bagaimana?

Jennie ingin sekali bertanya. Tapi, satpam itu lebih cepat berlari menjauh dibanding dengan keberaniannya dalam mengeluarkan suara. Terpaksa, ia menekan lebih dalam luka pria itu. "Ngggh!" Erangnya tertahan. Mungkin menyebabkan saraf-saraf pria itu mengirim rasa sakit yang lebih ke otaknya.

"Maafkan aku... bertahanlah..."

Nah, ini baru Jennie berani berbicara lagi. Ibu-ibu di dekatnya hanya berdiri dengan kecemasan yang dialirinya menggunakan ketukan sepatu yang berpindah-pindah di tempat dan kecil. Berharap yang sama dengan Jennie, dan bantuannya bisa bermanfaat untuk pria itu.

Selang beberapa menit, beberapa satpam datang dengan berlari. Rupanya, mereka tersadar bahwa keadaan ini cukup genting dan tak dapat menunggu pihak kepolisian ataupun rumah sakit terdekat. Lekas, mereka mengangkat tubuh pria itu, pelan dan pelan, namun tetap menyuruh Jennie untuk menekan luka untuk memperlambat pendarahan. Salah satu dari mereka mencoba mengecek denyut nadi di tangan pria itu. "Cukup lemah."

Kata-kata itu yang terakhir diingat Jennie. Mereka semua terserang kepanikan dan ia tidak mengerti dengan proses selanjutnya selain ia sudah menginjakkan kakinya di dalam sebuah ruangan putih dengan kedua tangannya yang dipenuhi darah.

"Pagi yang aneh."

Dan, sadar tidak sadar, ia hanya berharap pagi itu hanyalah sebuah mimpi.

.

.

.

"Mmm... kau tahu dimana pria yang terluka tadi pagi?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 12, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Short Story Of JenSooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang