0.5 Terusik

327 9 0
                                    

Yang satunya adalah pemaksa dan satunya lagi tidak tahu cara menolak. Begitulah kiranya gambaran yang terjadi antara Samudra dan Sky. Sekalipun telah menolak, Samudra selalu punya cara agar orang lain mengiyakan perkataannya.

Ini adalah kali pertama bagi Sky untuk menaiki sebuah motor gede. Ia tak bisa membayangkan bagaimana ia harus naik, bagaimana rasanya ketika motor itu melaju dan banyak hal lain yang tiba-tiba menghinggapi kepalanya.

Samudra memasangkan sebuah helm di kepalanya dengan menunduk ketika memasangkan sabuknya untuk menyamakan tinggi tubuh mereka. Sky menggerakan bola matanya ke kiri dan ke kanan supaya tidak perlu menatap mata cowok itu. Samudra menipiskan bibirnya sebelum kembali berdiri tegak.

Sky dengan ragu berpegangan pada pundaknya ketika naik, ia sempat kehilangan keseimbangan, namun beruntung cowok itu cukup cekatan untuk membantunya.

Jaket yang dilitkan dipinggangnya begitu berguna untuk menutupi bagian roknya yang sedikit tersingkap. Samudra rupanya cukup peka terhadap hal-hal seperti itu.

"Kau bisa jatuh kalau tidak berpegangan padaku, Langit."

Sky hanya memegangi sedikit bagian jas sekolah cowok itu. Samudra yang gemas menarik tangan Sky untuk melingkari perutnya. Ia menyatukan tangan itu dan memeganginya karena sempat ingin gadis itu lepaskan.

"Samudra..." ucap gadis itu dengan pelan, nyaris seperti lirihan. Diam-diam cowok itu menggulum bibirnya menahan senyum. Akhirnya namanya terucap juga di bibir gadis itu. Sky seperti ingin protes namun berakhir dengan tidak mengatakan apapun.

"Ini demi keamananmu, Sky."

Lagi-lagi gadis itu hanya pasrah. Inilah yang Samudra suka darinya. Penurut dan mudah dibujuk.

Begitu motor itu membelah jalanan, Sky berpegangan erat sambil menyembunyikan wajahnya dipunggung cowok itu. Samudra menyunggingkan senyum itu dibalik helm full face-nya, ia sengaja melajukannya dengan kecepatan yang tak biasa.

•••

"Sam mana?" Aiden bertanya ketika ia baru saja bergabung dengan teman-temannya diparkiran. Selain tak melihat batang hidungnya, cowok itu juga tidak melihat kendaraan yang dibawa Sam hari ini.

Sementara Atlas dan Skala saling melempar tatapan satu sama lain. Saat Atlas akan mengatakannya, Skala menjawab duluan sehingga Atlas kembali mengatupkan bibirnya.

"Dia udah duluan."

"Ya udah, gue cabut ya." Aiden menghidupkan mesin motornya setelah sekilas melihat kedua temannya itu mengangguk.

"Mau cepu ya lo!" Atlas langsung melempar tuduhan yang membuat Skala memberikan ekspresi tak terima.

"Gue cepu juga apa masalahnya, Sam gak bilang kalo kita harus tutup mulut."

Atlas berdecak kesal, rasanya ia ingin menoyor kepalanya dengan keras, karena ia merasa ada sambungan yang terputus dalam kepala temannya itu.

"Masa lo masih gak ngerti juga, mereka berdua tuh lagi ngincer cewek yang sama."

"Gue netral ko," kilahnya.

"Iya, tapi better, lo gak usah ngebilangin sesuatu yang bikin mereka tambah panas."

Sementara Aiden baru saja mengalami insiden ketika ia hampir saja menabrak seseorang yang kini terus melontarkan sumpah serapah dihadapnnya. Begitu ia membuka helm-nya, orang itu sempat terkesiap.

Temannya yang sedari tadi berusaha menghentikannya hanya bisa menggerutu, sebab ia telah menduga itu sebelumnya.

"Gue kan udah bilang Flo..." bisik Vanya penuh tekanan. Namun bukannya mengerti, Flora yang terlanjur kesal malah melanjutkan aksinya.

Blue and Gray [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang