14. Derita

196 7 0
                                    

"Tolong jangan katakan apapun pada Sky soal penyakit saya, itu akan membuatnya khawatir."

Wanita itu menatap jauh ke depan, sementara pria dibelakangnya tidak bergeming. Pikirannya berkecamuk.

"Bagaimana bisa kau menyembunyikan penyakit separah itu dihadapannya? Suatu hari dia akan tahu dan dia akan semakin membeci saya karena telah menyembunyikan kebenarannya."

"Jika Tuan dengan sungguh ingin bertanggung jawab, Tuan cukup memastikan bahwa ibu saya akan mendapatkan perawatan yang baik."

Keenan masih ingat jelas bagaimana Sky mengatakan itu dengan mata yang memerah karena genangan air mata. Saat itu rasanya ia ingin memeluk Sky dan mengatakan bahwa Sky bisa melepaskan semua beban itu padanya. Namun Sky selalu memasang tembok yang tinggi, ia bahkan tidak mau meneteskan air mata di depannya.

"Sky telah melewati hidup yang sulit sejak dia masih kecil, namun dia tumbuh menjadi anak baik dan kuat yang membuat saya bisa bertahan untuk tidak melilitkan tali di leher saya."

"Dia adalah anugrah yang besar bagi saya, walaupun hadirnya sempat tidak bisa saya terima."

Keenan merasakan penyesalan yang teramat dalam. Segala kesulitan yang dialami keduanya adalah karena dirinya. Entah penebusan dosa seperti apa yang pantas untuknya.

"Dia tidak pernah bertanya soal anda, bukan karena dia tidak penasaran, Sky hanya tidak ingin membuat saya sedih. Saat kecilpun dia sudah berpikir dengan sangat dewasa, dia bilang 'Tidak apa-apa, Mama. Mama saja sudah cukup, Sky hanya ingin bersama Mama.' Saat itu saya tidak sengaja melihat dia memperhatikan seorang anak perempuan yang bermain dengan ayahnya."

Keenan merasa getir, dia bisa merasakan betapa sedihnya ketika seorang anak kehilangan figur seorang ayah, karena ia pun telah kehilangan ayahnya sejak berumur lima belas tahun. Lalu bagaimana dengan Sky? dia pasti sangat menderita selama ini.

"Saya tidak cukup mampu untuk memberikannya kebahagian, tapi setidaknya saya tidak ingin membuatnya bersedih. Kehidupan saya begitu buruk untuknya, saya hanya ingin Sky mendapatkan banyak kebahagiaan."

Keenan membalas dengan penuh tekad. "Kamu tidak perlu khawatir sekarang, saya akan memastikan kamu mendapatkan perawatan terbaik sampai sembuh dan Sky, saya akan mendukung apapun yang ingin dia lakukan. Saya akan berada di sisinya sebagai seorang Ayah."

"Saya merasa lega, terima kasih banyak, saya bisa mempercayakan Sky kepada anda. Saya menitipkannya."

Wanita itu mendorong kursi rodanya menajuh dari pagar pembatas, sementara Keenan hanya melihatnya yang kian jauh. Mereka berbicara tanpa bertatapan sama sekali. Hal ini mungkin akan terasa lebih nyaman bagi keduanya.

"Kamu juga pasti sangat menderita, Amira."

•••

"Kau sedang apa, Langit?"

Sky menghela napas lelah, ia menurunkan buku itu dari pandangannya hingga munculah wajah Samudra yang duduk terbalik membelakangi meja. Ia melipat tangannya dan menatapnya dengan senyum. Sky tidak tahu kenapa, tingkah Samudra jadi semakin aneh setiap harinya.

Gio nampak tidak peduli. Orang di kelas pun melakukan hal yang sama karena mereka tidak berani berbisik secara terang-terangan.

Sky memilih keluar karena tidak nyaman dan Samudra pun masih setia mengikutinya. Setelah tawarannya waktu itu, Samudra terus mendekatinya setiap saat dan mendesaknya. Ia merasa tertekan.

"Kau lihat 'kan, aku hanya diam, bagian mana yang aku mengganggumu?"

"Kehadiranmu saja---"

"Apa?! Aku tidak dengar, Langit."

Blue and Gray [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang