prolog

58 7 80
                                    

Selamat datang Wanbuuu!

Semoga ini juga menjadi rumah ternyaman kalian.

Jangan lupa tinggalkan jejak di sini.

Cerita ini khusus aku buat atas janji aku waktu kelas 8. Sekarang aku akan memulai kisah persahabatan ini.

Happy reading ❣️

🏠🏠🏠

Di setiap masing-masing rumah, terdapat masalahnya sendiri. Entah itu karena anak, orang tua, atau permasalahan lainnya. Semuanya ada. Dan, ketiga anak itu merasakan hal yang sama, hanya di bedakan oleh desa tetapi, rasa sakit seakan saling terikat dengan benang merah yang melintang luas di udara. Di atas rumah mereka, seakan menegaskan bawa rasa sakit ini sama. Entah siapa yang paling merasa tersakiti dan tersisihkan keluarga, semuanya tergantung kekuatan mental orang-orang itu sendiri.

Perempuan dengan rambut sebahu yang duduk dengan wajah menunduk di kursi ruang tamu. Piyama yang dia kenakan menandakan bahwa seharusnya, dia masuk kamar dan sekarang tengah tertidur. Tapi, tidak dengan keadaannya sekarang. Di depan perempuan itu, duduk sosok kepala keluarga yang menatapnya serius.

"El," panggil suara berat itu, membuat wajah perempuan yang duduk di depannya mendongakkan kepalanya, menatap wajah kepala keluarga yang sangat jarang sekali tersenyum.

"Oke, papa akan menyetujui kamu masuk sekolah Farmasi. Asalkan kamu harus ikut klub karate dan harus jadi atlet. Bukan orang yang bekerja meracik obat-obatan," ucap papa El serius.

Terdengar suara dengusan kesal. "Turutin aja terus anak bungsu! Anak kesayangan yang apa-apa langsung di iya kan," sindir wanita yang tengah berusaha menenangkan bayinya yang baru berumur lima bulan yang merengek terus.

Wajah El kembali menunduk mendengarnya ucapan kakak perempuannya.

"Sekolah di sini oke, mau tinggal pisah oke. Dulu, gue bahkan ngga ada kesempatan buat minta lanjut ke sekolah yang gue inginkan. Semua itu terjadi karena lo lahir di saat yang tidak tepat," gerutu wanita berumur dua puluh delapan tahun itu. Matanya berkaca-kaca saat mengatakan hal tersebut.

"Cukup Aliyah! Masuk ke kamar kamu sana!" perintah papa El.

El, perempuan itu sebisa mungkin menahan tangisannya. Ia tidak mau sampai harus menangis di depan orang tuanya.

Aliyah berjalan dengan wajah kesal. Ia menoleh menatap sejenak adiknya yang baru akan masuk SMK itu.

Papa El kembali fokus menatap anak keduanya. Memiliki dua anak perempuan, bukan hal yang mudah baginya. Keributan sering terjadi, entah kenapa keduanya jarang sekali akur dan itu terkadang membuatnya kesal.

"Elnara, bagaimana pendapat kamu? Apa kamu setuju?" tanyanya.

Elnara mendongak menatap wajah papanya mantap. "Aku hanya harus mengikuti klub karate kan?"

"Bukan hanya masuk klub, tapi dalam waktu tiga tahun kamu harus bisa menjadi atlet atau setidaknya mengikuti banyak perlombaan. Paham?!"

Elnara tersenyum tipis. Ia mengangguk cepat.

"Ya, akan aku lakukan," ujar Elnara dengan suara yang sudah serak dan genangan air mata yang sudah menumpuk.

DrapetomaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang