B A H K A N salju turun terlalu deras. Siang yang hangat lenyap dari harapan. Siapa saja akan segan keluar tanpa ada kepentingan. Dari balik kaca berembun mengaburkan pandang pada pepohonan terpopok salju―warna putih telah mendominasi sekeliling di luar sana. Mobil yang ditumpanginya melaju hati-hati kendati tengah terburu. Perintah tetaplah perintah. Orang seperti ia dan sang sopir di kursi depan, tak sepantasnya memprotes tugas. Berkat mantel dengan warna cokelat memudar badannya terlindung, walau sama saja di dalam mobil tertutup aman dari udara luar. Namun ia tidak hanya akan diam duduk menunggu pekerjaannya beres sendiri.
Jalanan licin membuat roda mobil menggelincir tidak pasti dan memengkol-mengkol. Atau sebab sang sopir belum ahli?
Si sopir memukul roda setir kesal. Tetap ada keuntungan dari radio penyiar yang terus dibiarkan mengoceh memecah hening. Jalan utama ditutup.“Kita harus sampai pukul satu, tidak bisa lebih dari itu.” Dengan khawatir, ia tahu pasti jika mereka telat ke tempat tujuan, segalanya akan lebih buruk dari badai tadi pagi.
Tidak ada lagi obrolan, keduanya sama-sama tahu konsekuensi yang ditakutkan. Ketika mobil tiba di persimpangan; jika melaju ke kanan akan mengarahkan mereka pada jalan utama yang ditutup, ke sana tidak lagi menjamin bisa menerobos lewat. Maka si pengemudi mengambil jalur kiri, mereka mungkin sampai tepat waktu, seminimnya, itu pun dengan kecepatan dinaikkan dari sebelum. Menambah kadar bahaya. Dan semoga saja jalanan tersebut sudah bebas dari tumpukan salju yang lebih tinggi.
Tiada mobil lain menjadi simpangan, barangkali orang-orang tidak sekonyol mereka dengan menerobos sisa badai tadi pagi. Langit tampak berkabut dan hutan di sisi kanan-kiri diselimuti salju. Ia menggigil takut saat roda mobil melaju membuat tubuhnya yang anteng bergoyang. Tidak ada petugas untuk mengeruk salju menumpuk di jalanan, tetapi jalanan ini telah dibersihkan biarpun kembali tertutup salju. Hujan salju masih belum terlalu reda hingga terlalu riskan adanya badai susulan.
Ia tengah berpegangan erat pada tali pengaman ketika laju mobil melambat. Atensinya mengarah ke depan menembus kaca yang lebih terang ketimbang di kedua sampingnya. Berjarak tiga meter dari moncong mobil terdapat setumpuk salju tinggi dan seperti sengaja membendung jalan. Namun merasa sekeliling mereka begitu sepi, tidak mungkin orang iseng di tengah kedinginan ini, itu pun bukan ulah dari pohon yang tumbang.
Laju roda lambat mendekatkan lagi sebelum dihentikan, sang sopir tidak mematikan mesin saat keluar dan hawa dingin menerobos ke dalam biarpun cepat-cepat pintu itu ditutup kembali. Ia tidak mendengar dari bibir di luar yang mengepulkan uap. Namun saat pandangnya menuju kembali ke tumpukan salju di depan, dan butuh dua ketukan kesadaran untuk menyadari munculnya percikan api sebelum ledakan seperti gunung erupsi terjadi. Dua detik tidak bisa membuatnya lari. Ledakan dahsyat menimbulkan serangan pecahan kaca dari depan, ia cekatan membuka pintu dan mobil berakhir turut meledak untuk kedua kali. Seperti gunung api yang memuntahkan lava, salju-salju memuncrat, begitu kemudian api melahap-lahapnya sembari di hujani titik-titik putih dari langit tidak lekas memadamkan. []
[A/n]
tenang, ini romance yang santai. lanjut chapter satu jika ada yang minta untuk dikenalkan dengan mr. rutledge.

KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐀𝐑𝐆𝐄𝐓 ✓
FanfictionKecelakaan tidak merenggut nyawanya melainkan identitas. Kim Jina bukan seorang baik hati hingga tidak turut menuai keuntungan atas kesalahan fatal Taehyung Rutledge; yang mengubah wajah Jina menjadi serupa Jane Fletcher. Namun, fakta bila keterliba...