21. Another Level of Love

77.7K 5.6K 115
                                    

Biar bisa cepet masuk klimaks, besok kita double up, yuk! Tapi bab ini harus tembus 90 votes dulu. Bisa, kan?

***

Sudah sepuluh menit berlalu, tidak ada obrolan yang terjalin antara Flora dan Naumi. Mereka sibuk dengan kegiatan masing-masing. Flora terus memperhatikan hilir mudik warga ibukota yang datang ke Epicentrum Mall sore ini. Sedangkan Naumi sibuk mengamati wajah datar Flora yang tidak seperti biasanya.

Ting!

Refleks Naumi ikut menoleh pada ponsel yang tergeletak di atas meja. Matanya juga secara spontan membaca isi pesan yang terpampang di layar.

Mas Madha
Saya harus ke kantor dulu untuk bertemu klien. Saya usahakan bisa makan malam di rumah. Kamu jangan lupa istirahat, ya.

Ketika mendengar embusan napas panjang dari samping, Naumi kembali menatap sahabatnya. Flora kembali memperhatikan sekitar dengan sorot mata kosong. Tidak ada minat untuknya membalas pesan Madhava. Padahal, biasanya, notifikasi dari lelaki itu adalah hal yang bisa membuatnya tersenyum lebar.

"Lo lagi kenapa, sih, Flo? Seharian ini lesu banget." Akhirnya, Naumi memutuskan membuka obrolan terlebih dahulu.

"Gue gak kenapa-kenapa, kok," jawab Flora tanpa melirik sahabatnya itu.

"Lagi dapet, ya?"

"Hmm, hari pertama."

Naumi mengangguk paham. "Pantesan beberapa hari ini lo sensi banget."

Tidak ada sahutan lagi. Naumi bingung harus bertanya apa lagi karena jawaban Flora sangat seadanya. Entah karena pertanyaannya yang tidak berbobot atau Flora yang sedang sariawan, lagi-lagi hanya sunyi yang menyelimuti mereka berdua. Percayalah, itu sangat memuakkan.

"Kalau ada masalah, tuh, ngomong. Cerita sama gue. Bukannya malah diem-dieman terus. Kalau tahu cuma dianggurin kayak gini, mendingan gue pulang aja," sindir Naumi, tak bisa lagi menahan kekesalannya. Ia mencolek bahu Flora. "Lo lagi ada masalah sama Pak Madha, ya?"

Perempuan berambut panjang itu mengembuskan napas lagi. "Kita cuma ... berbeda pendapat?" jawabnya, tak yakin.

"Beda pendapat tentang apa sampai-sampai lo kayak mayat hidup begini?"

Flora langsung memusatkan seluruh atensinya pada Naumi. Wajah datarnya berubah serius seketika. "Tentang anak."

Naumi membisu seketika. Dia kira yang membuat Flora enggan membalas pesan Madhava hanyalah perkara kecil. Ia kira, perbedaan pendapat antara suami istri itu seputar obrolan sehari-hari yang masih ringan. Tentu saja, Naumi kaget dengan jawaban Flora. Baru satu jam yang lalu mereka keluar dari kampus, sekarang sudah membicarakan anak saja.

"Pak Madha pengen cepet-cepet punya anak?"

"Enggak. Justru dia malah mau nunda."

Embusan napas lega lolos dari bibir Naumi. "Huh. Syukur, deh."

"Ih! Kok, syukur?" protes Flora seraya memukul bahu sahabatnya lumayan keras.

"Jadi, perbedaan pendapat yang lo maksud, tuh, justru lo yang mau punya anak?"

"Iya." Flora mengangguk mantap.

Naumi memutar bola matanya jengah. "Kemauan dan kesiapan adalah hal yang berbeda, Flora Aristiana. Lo masih kuliah. Tugas dari Bu Wati aja dikerjain sama Pak Madha, lo malah bilang mau punya anak. Nyebut, Flo! Nyebut!"

"Gue bisa, kok, kuliah sambil ngurus anak. Apalagi kerjaan rumah lebih banyak dikerjain Mas Madha, gue bisa fokus jaga anak sepulang kuliah," balas Flora terdengar meyakinkan.

Emergency Wedding [Segera Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang