Pukul sebelas malam, Mashiho baru saja sampai di rumah nya, setelah bermain dengan waktu yang cukup lama bersama teman-teman nya.
Sebenarnya Mashiho masih ingin berada di sana, bersama teman-teman nya yang lain. Mengingat ada beberapa teman nya yang sekarang ini masih di basecamp atau bahkan bermalam di sana.
Namun sayang nya Mashiho tidak seberani itu untuk melakukan nya. Sampai di rumah pada pukul sebelas malam saja ia sudah sangat menyalahi aturan yang di buat oleh sang Mama selama ini.
Kini yang bisa dilakukan oleh Mashiho hanyalah berdoa seraya memohon semoga mama nya sekarang ini sudah terlelap di ranjang nya.
Ia berjalan mengendap memasuki rumah nya yang total gelap gulita, entah mama nya sengaja atau memang sedang mati lampu. Namun seperti nya opsi kedua sangat tidak mungkin, mengingat mama nya yang sangat detail dalam melakukan sesuatu, termasuk mengurusi saluran listrik di rumah nya.
Karena pandangan yang tak bisa bekerja dengan baik dalam kegelapan, tanpa sadar Mashiho menabrak salah satu meja dan menjatuhkan gucci mahal yang berada di atas nya.
Pyarr
Jantung lelaki itu berdegub dengan kencang, bahkan seluruh anggota tubuh nya sekarang sudah bergetar hebat, kala lampu yang tadi nya padam tiba-tiba saja menyala dengan terang, dan memperlihatkan sang mama yang berdiri di atas tangga dengan banyaknya pengawal yang berdiri tegak di seluruh penjuru ruangan.
Ya Tuhan, apa yang harus ia lakukan sekarang?
"Cio sayang. Kenapa baru pulang hm? Apakah sudah lupa jika punya rumah?" Wanita berpakaian layaknya bos besar di suatu perusahaan itu menuruni satu-persatu anak tangga dengan langkah elegan nya.
Mashiho yang diberi pertanyaan hanya bisa menunduk dan terdiam. Kata-kata yang di ucapkan dengan nada lemah lembut yang bisa membuat orang lain terlena itu justru terdengar mengerikan di telinga Mashiho, karena ia sudah tahu bagaimana perangai sang mama yang sebenarnya.
"Kenapa diam saja? Cio sekarang sudah bisu kah?" Tangan lentik wanita itu mengusap rambut Mashiho yang membuat tubuh sang putra semakin bergetar.
Kini tangan lentik nya sudah berpindah tempat, dan beralih mencengkeram dagu putra semata wayang nya dengan kuat sehingga Mashiho terpaksa mendongak kan kepala nya, bahkan dapat ia rasakan kuku tajam milik wanita berstatus sebagai ibu nya ini sudah berhasil menembus kulit wajahnya.
"M-maafkan C-cio, ma. C-cio --
"Sudah cukup." Jari telunjuk wanita itu berada di depan mulut Mashiho, seolah melarang remaja laki-laki itu untuk bersuara lagi.
"Apapun alasan nya, bukan kah anak nakal harus di hukum?" Tanya nya yang membuat Mashiho spontan menggelengkan kepala nya ribut sembari menyatukan kedua telapak tangan nya di depan dada nya.
"Mama, k-kumohon jangan."
Namun sepertinya wanita itu hanya menganggap suara Mashiho sebagai angin lalu. "Lara! Cepat ambilkan makanan basi yang tersisa dua hari yang lalu!"
"Baik, nyonya!"
Mendengar hal itu, Mashiho lantas memohon lebih keras lagi agar dijauhkan dari hal-hal yang selama ini menyiksa nya. Melihat sang putra yang hampir menangis di hadapan nya, wanita itu justru tertawa lantang.
"Jangan lupa bawa kan air bekas cuci piring menggunakan gelas!" Perintah nya yang segera dilaksanakan oleh sang ajudan.
Begitu pelayan nya datang sembari membawakan apa yang ia perintah kan tadi, wanita itu segera menarik rambut Mashiho agar mau duduk di sofa, tanpa mempedulikan putra nya yang kesakitan namun tak berani memberontak.
"Sekarang makan malam mu sudah di hidangkan, apa yang kau tunggu? Cepat makan!" Sentak mama nya pada Mashiho yang hanya bergeming di tempat nya.
Karena geram, wanita itu menarik rambut Mashiho hingga putra nya itu mendongak dengan ekspresi kesakitan. "Cepat makan makanan mu, Mashiho!"
Tak mau mendapat siksaan yang lebih dari ini, Mashiho segera memasukkan makanan yang berada di hadapan nya ke dalam mulutnya dengan paksa.
Mama nya tersenyum senang, lalu menepuk kepala belakang Mashiho beberapa kali. "Ah, putra nya mama lahap sekali makan nya. Seperti nya mama harus menambahkan porsi makan mu sekarang ya, Cio nya mama tidak boleh kelaparan."
Mendengar ucapan mama nya yang hendak menambahkan makanan yang pasti nya tidak layak untuk di makan oleh manusia, Mashiho segera menggeleng. Namun ketika mendapat tatapan tajam dari sang mama, entah mengapa nyali nya hilang seketika.
"Ariel! Ambilkan selai coklat, saus, tomat busuk dan mayonais sekarang!"
"Baik, nyonya!"
Dan benar saja, begitu barang yang di perintahkan oleh sang mama sampai. Wanita itu segera mencampurkan semuanya di atas makanan basi milik Mashiho, bahkan wanita itu juga mengaduk nya, hingga sekarang dari bau nya saja dapat membuat orang yang mencium nya merasa mual.
Ya Tuhan, tolong kuatkan Mashiho sekarang.
Pada pukul dua belas malam lebih tiga puluh menit, Junghwan sampai di rumah nya. Tadi nya ia tanpa sengaja tertidur di basecamp hingga tepat tengah malam, ia terbangun.
Awalnya ia ingin menginap di sana saja mengikuti para kakak nya yang menginap, namun semua itu dilarang oleh Junkyu yang ternyata selepas pulang kerja langsung menuju basecamp, katanya besok masih harus sekolah, makanya tidak boleh menginap. Bahkan ketika Junghwan pulang tadi, di sepanjang perjalanan salah satu kakak nya itu mengawalnya hingga sampai tujuan.
Katanya "anak kecil gak baik pulang sendiri pagi-pagi."
Ish, padahal Junghwan kan sudah besar!
Tapi tak apa, Junghwan juga merasa bersyukur tadi terbangun dari tidur nya, karena dengan begitu ia dapat bertemu dengan Junkyu selain di sekolah dan hari minggu.
Setelah melambaikan tangan kepada Junkyu yang hendak pergi dari kawasan rumah nya, ia pun berjalan mendekati pintu rumah nya.
Begitu ia membuka pintu. Sepi. Itulah yang di rasakan oleh anak berusia enam belas tahun itu saat ini. Namun ia memilih abai dengan perasaan sesak yang menyergap dada nya.
Suasana yang selalu ia temukan setiap masuk ke dalam rumah nya sendiri. Karena itulah mengapa selama ini Junghwan lebih suka menghabiskan waktu di luar bersama teman-teman yang sudah ia anggap sebagai kakak nya sendiri, dari pada harus berada di dalam rumah nya sendiri yang bahkan terasa asing untuk ia tempati.
Ia segera merebahkan diri di ranjang nya sembari menatap langit-langit kamar nya. Beberapa detik kemudian, Junghwan merubah posisi tidurnya menjadi miring. Ia menatap sebuah figura yang berada di atas nakas nya.
Tangan nya bergerak, mengambil figura tersebut dan mendekap nya erat sembari memejamkan kedua matanya. Hingga diam-diam tanpa orang lain tahu ia meneteskan air mata nya ketika mengingat kenangan sepuluh tahun silam yang seperti nya sudah mustahil untuk ia rasakan lagi.
Ia merindukan suasana cerah dan gembira seperti yang ditunjuk kan foto dalam figura yang berada di dekapan nya.
Foto yang menampilkan dua orang dewasa sedang tertawa bahagia bersama putra semata wayang mereka yang masih berusia enam tahun.
==========