Kini kesebelas pemuda itu sedang duduk di depan ruang ICU tempat di mana Haruto terbaring koma. Sedangkan di dalam sana, terdapat ibu dari Haruto yang tengah menggenggam tangan sang putra dengan air mata yang menetes deras, bibir tipis nya tak henti-henti nya mengucap kata-kata penyemangat untuk Haruto.
Mashiho yang melihat nya dari balik kaca pun tanpa sadar meneteskan air mata. 'Kapan ya Mama kayak gitu ke gue?'
Begitu juga dengan Hyunsuk yang kini menundukkan kepala nya agar teman nya yang lain tak dapat melihat air mata yang sekarang membasahi pipi nya. 'Ya Tuhan, ku mohon, sembuhkan lah ibu ku.'
Lain lagi dengan Doyoung yang justru mengalihkan pandangan nya, ini terlalu menyakitkan. Kala ingatan tentang sang ibu yang selama ini selalu mengharapkan nya mati agar putra nya yang lain dapat terbebas dari penyakit yang selama ini menggerogoti nya.
"Ji, gue pengen ketawa." Jihoon menoleh ke arah Junkyu yang kini terlihat seperti menahan tawa nya, sembari melihat ke dalam sana melalui kaca. Ia menaikkan satu alisnya bingung.
Seakan tahu apa yang dibingungkan oleh sang kawan, Junkyu pun berkata, "Pas sehat aja anaknya gak diurusin, giliran dah koma di rs, malah nangis-nangis sambil mohon-mohon biar cepet sadar."
Jihoon kembali memandang ibu Haruto yang berada di dalam sana. Ia tak tahu banyak tentang Haruto, namun setelah mendengar ucapan Junkyu barusan, ia dapat memahami nya secara garis besar.
"Orang tua tuh lucu ya, bang." Sahut Jeongwoo yang berada di samping kiri Junkyu. Tanpa menatap sang lawan bicara.
Tanpa bertanya pun Junkyu tahu bahwa adiknya itu berbicara padanya dan Jihoon. "Ga semua orang tua lucu, Woo. Mungkin gegara kita satu geng ini kelakuan macem badut sirkus, jadinya dapet ortu juga lucu nya mirip guru sirkus."
Jeongwoo tertawa kecil mendengarnya. Namun tiba-tiba saja air mata nya mengalir dengan deras. Dan Junkyu hanya membiarkan nya, karena ia tahu, Jeongwoo sedang mengeluarkan emosi nya selama ini.
Hanya karena ia jarang kumpul bersama sahabat nya yang lain karena harus bekerja, bukan berarti ia tidak mengetahui bagaimana kabar keadaan para sahabat nya. Ia tahu, namun ia memilih untuk bungkam. Biarkan mereka bercerita dengan sendirinya satu dengan yang lain. Begitu pun juga dengan Junkyu sendiri.
Drttt drttt
Yedam menatap layar ponselnya yang menampilkan nama sang Mama, ia melirik ke arah jam di ponselnya. 20 : 30 PM, pantas saja sang Mama sampai menghubungi nya.
Ia menghela napas kasar, lalu berdiri. "Guys, gue pergi bentar ya mau angkat telpon." Setelah mendapat balasan acungan jempol oleh yang lain, Yedam pun segera melenggang pergi dari sana.
Mashiho yang tadi sempat melihat nama yang tertera di layar ponsel Yedam pun menjadi khawatir. Sedikit banyak ia mengetahui apa yang terjadi pemuda yang berada di angkatan yang sama dengan nya itu.
Setelah memastikan Yedam sudah berjalan lumayan jauh, Mashiho pun berdiri lalu mengikuti arah yang tadinya di lewati oleh Yedam. Kemudian langkah nya terhenti, ketika melihat Yedam yang sedang berdiri di taman rumah sakit sembari berbicara dengan orang yang di seberang sana.
"Maaf, Ma. Yedam sedang ada tugas kelompok di rumah teman."
"Kamu pikir Mama bodoh?! Berani sekali kamu berbohong pada Mama! Tadi Mama udah tanya sama wali kelas kamu, dan katanya tidak ada kegiatan apa-apa!"
Yedam menghela napas nya lelah, Mama nya benar-benar berlebihan dalam mengekang nya. Ia memijat pangkal hidung nya pelan. "Maaf Ma, tapi Yedam sedang ada kepentingan."
"Kepentingan dengan teman-teman berandalan mu itu?! Iya?! Sudah berapa kali Mama bilang, jangan sering-sering bergaul dengan mereka! Nanti kamu ketularan bodoh!"
"Ma, Yedam sedang sibuk sekarang. Yedam tutup telepon nya sekarang ya, Ma."
"DASAR KURANG AJAR! PULANG SEKARANG! BELAJAR! YE--
Tut
Remaja itu mendudukkan diri nya di bangku taman, sembari menatap ke arah langit yang dipenuhi oleh bintang. Ia menyentuh sudut bibirnya yang terasa perih akibat pertarungan mereka dengan anggota Dream tadi.
Jika ia pulang sekarang, dan Mama nya melihat luka tersebut. Dapat Yedam pastikan, selain terluka secara batin akibat ucapan pedas sang Mama, lantai kamar mandi yang sangat dingin juga akan menjadi teman nya untuk bermalam.
Yedam lelah, ia muak, namun ia begitu lemah. Ia tak bisa membantah segala perintah sang Mama, karena rasa sayang nya lebih besar dari segala sakit yang sang Mama berikan pada nya selama ini.
Melihat situasi yang sepertinya sudah pas untuk ia ke sana, Mashiho pun menghampiri salah satu suster yang membawa troli berisi obat-obatan lalu meminta salah satu obat merah beserta kapas dan plester yang ada di sana, dan syukurnya diperbolehkan.
Mashiho segera menghampiri Yedam yang sedang duduk sendirian. Dengan gerakan cepat Mashiho menarik Yedam agar menghadap ke arah nya, lalu ia segera mengobati luka di sudut bibir Yedam dan jidat nya. Raut terkejut yang diperlihatkan oleh Yedam pun tak ia indahkan, karena ia sedang fokus dengan kegiatan nya.
"Cio..."
"Stt." Mashiho meletakkan jari telunjuknya di bibir Yedam.
"Gue lagi fokus." Mendengar ucapan Mashiho, Yedam pun tak kuasa menahan air mata nya.
"Nah, sekarang uda selesai." Ujar Mashiho sembari membereskan beberapa barang yang ia minta dari suster tadi.
Kini tak ada perbincangan di antara kedua nya, Mashiho masih membiarkan Yedam untuk menangis bahkan sampai terisak sepuas yang ia mau.
Tangan nya bergerak untuk menarik Yedam ke pelukan nya lalu menepuk-nepuk kepala Yedam seolah sedang menenangkan anak kecil yang menangis.
"Cio... gue cape dituntut ini itu terus. Kepala gue rasa nya mau meledak, dipaksa terus buat nerima segala materi yang dikasih Mama gue. Gue butuh istirahat. Gue ga bisa, gue ga sehebat itu, Cio..." Mashiho masih mendengarkan segala hal yang diucapkan oleh Yedam tanpa memotongnya sedikit pun.
"Gapapa, Yedam. Semua nya pasti akan berjalan dengan cepat, semua nya pasti akan lo lalui. Gue tahu, pasti sulit banget. Tapi, lo bener-bener hebat, jangan sampe nyerah ya. Kasian sama yang lain, mereka sayang banget sama lo. Jangan pernah nyerah buat dapetin kebahagiaan yang selama ini lo idam-idamkan. Sekarang nangis dulu gapapa. Asalkan jangan lupa buat bangkit lagi."
Sungguh, Yedam sangat bersyukur dikaruniai oleh Tuhan, para sahabat sebaik mereka bersebelas. Yedam tak tahu, jika tak ada mereka, ia bisa bertahan sampai sekarang atau tidak.
==========
KAMU SEDANG MEMBACA
12 Diamond
Fiksi Penggemar"ʏᴏᴜ ɴᴇᴠᴇʀ ᴡᴀʟᴋ ᴀʟᴏɴᴇ." ᴛʀᴇᴀꜱᴜʀᴇ ꜰᴛ. ᴍᴀꜱʜɪʜᴏ & ʙᴀɴɢ ʏᴇᴅᴀᴍ