5. Bahu Yang Kokoh

60 5 0
                                    

Yoshi menghempaskan tubuh nya di atas ranjang, begitu ia memasuki ruang kamar nya yang sangat rapi dan wangi. Ia memejamkan mata nya sejenak, dan mencoba mengatur nafasnya untuk membuang rasa lelah yang sedari tadi terus menyertainya.

Begitu ia membuka mata, ia segera merubah posisi nya menjadi duduk di tepi ranjang. Yoshi menarik paksa dasi yang terasa mencekik lehernya, dan membuang nya ke sembarang tempat.

Lelaki itu memilih untuk segera membersihkan tubuh nya yang terasa sangat lengket, setelah melakukan aktivitas yang cukup melelahkan jiwa, raga begitu pula dengan pikiran nya.

Seusai membersihkan diri nya, Yoshi beralih mengeringkan rambut nya yang basah menggunakan hair dryer tak lupa juga menyemprotkan parfum nya.

Setelah dirasa penampilan dan keadaan nya sudah cukup baik dari yang sebelum nya, Yoshi pun memilih untuk membaringkan tubuh nya yang lelah di atas ranjang dan mencari posisi nyaman untuk nya tidur.

Namun sayang, belum jadi ia memasuki alam mimpi, ia malah teringat jika memiliki tugas dari Mr. Kim yang belum ia kerjakan sama sekali.

Maka dengan berat hati, ia terpaksa untuk bangkit dsri posisi tidurnya dan duduk di kursi menghadap meja belajar nya, kemudian ia memulai kegiatan mengerjakan tugas Matematika dari Mr. Kim yang terkenal sebagai guru terlogis dan pintar berdebat.

Tak lama pintu kamar nya terbuka, dan masuk lah seorang wanita paruh baya yang kini sudah berada di belakang Yoshi. Yoshi yang terlalu fokus sampai tidak mengetahui bahwa ada orang lain selain dirinya di ruangan ini.

"Wah, putra nya mama pintar sekali. Ditingkatkan ya, nak. Jangan sampai nilai kamu mengecewakan mama dan papa. Kamu kan pewaris tunggal keluarga Kanemoto, setelah kepergian mendiang kakak kamu, jadi sebisa mungkin jangan mempermalukan kami di hadapan keluarga besar mu ya."

Ucap mama nya dengan nada lembut dan manis, bahkan tangan wanita itu tergerak untuk mengelus kepala sang putra.

Namun entah mengapa, perkataan sang mama justru membuat kedua mata Yoshi berembun. Lelaki itu menunduk. "Iya, ma. Yoshi akan berusaha sebisa Yoshi."

"Mama tau, Yoshi nya mama kan anak hebat, jadi pasti akan selalu membanggakan mama dan papa."

"Oh iya, mulai besok selama satu minggu mama sama papa mau jalan-jalan dulu ke Paris. Nanti perusahaan yang handle kamu ya, sayang?" Suara lembut sang mama membuat Yoshi kembali merasakan sakit, saat ia mendengar suara itu mengucapkan sebuah rangkaian kalimat dengan santai, tanpa tahu ada hati yang mulai koyak.

"Iya, ma. Nanti setiap habis pulang sekolah, Yoshi bakal langsung ke kantor." Balas sang putra.

Mama nya tersenyum, ia meninggalkan kecupan di rambut sang putra sebelum akhirnya berlalu dari ruang kamar Yoshi.

Begitu mendengar suara pintu yang tertutup. Tetes demi tetes air mata terus saja membasahi kedua pipi Yoshi, ia mencoba mengerjakan soal yang berada di hadapan nya dengan fokus meskipun harus di iringi dengan tangisan.

Bahkan buku yang menjadi kertas jawaban pun juga turut basah karena tetesan air mata Yoshi. Namun meskipun lelaki itu kini sudah menangis disertai isakan-isakan kecil, ia tetap tidak menghentikan gerak tangan nya yang menulis rumus-rumus sulit dalam pelajaran matematika.

Ia lelah. Ia ingin beristirahat barang semenit saja. Ia ingin menghentikan semua nya untuk sementara. Tapi kenapa orang-orang tak mau mengerti dan terus menganggap ia adalah seseorang yang selalu bisa digantungkan oleh segala sesuatu yang bukan kewajiban nya?

Ia benci dirinya sendiri, yang tidak bisa menolak mereka semua.

'Bang Yoon, Oci kangen'





































"Park Jihoon! Dimana kamu anak sialan?!"

Jihoon yang mendengarnya pun segera merapatkan diri dengan pan try dapur yang berada di belakang nya. Tanpa sadar tangan lelaki itu bergetar.

"Ternyata kau di sana hah?! Kenapa tidak menjawab saat ku panggil?! Apa kau sudah tuli?!" Bentak sang ayah sembari menjambak kuat rambut sang putra.

"A-ampun, yah."

"Tidak ada kata ampun untuk mu kali ini, Park Jihoon! Lagipula aku sedang kesal dengan rekan bisnis ku yang menyebalkan, bukankah kau bisa ku jadikan pelampiasan?" Tanya sang ayah yang tidak dibalas oleh Jihoon, karena lelaki itu sibuk memohon ampun kepada ayah nya dengan posisi bersimpuh di bawah.

"Ampun, Yah. Ku mohon, jangan sekarang." Pinta Jihoon dengan nada bergetar, ia menyatukan kedua telapak tangan nya di atas dan menggosokkan nya dengan kuat.

Bugh

"Berani sekali kau menyentuh sepatu mahal ku! Dasar anak sialan!"

Bugh

Bugh

Ctak

Ctass

Dugh

Brakk

Pria paruh baya itu mendorong Jihoon hingga kepala bagian belakang nya menghantam dinding dengan kuat, bahkan sampai keluar darah.

Srett

Sang ayah menarik kerah baju yang dikenakan oleh Jihoon, membuat sang empu nya terpaksa mendongak di tengah keadaan nya yang sudah hampir sekarat.

"Kau dengar ini baik-baik. Sampai kapanpun, kau bukan anak ku, dan aku bukan ayah mu. Jadi jangan panggil aku dengan sebutan ayah lagi, paham?" Jihoon mengangguk lemas mendengar ucapan ayah nya yang sangat menyakiti hati nya.

Setelah itu tubuh Jihoon dihempaskan begitu saja hingga membentur meja di belakang nya, ketika ayah nya hendak pergi meninggalkan ruangan, perkataan Jihoon menghentikan nya.

"Tapi kenapa?" Tanya Jihoon lirih.

"Bukankah aku adalah anak kandung mu? Aku anak mu, hasil hubungan mu dengan mendiang Ny. Park. Aku memiliki darah asli keturunan keluarga ini. Lalu kenapa aku tidak boleh memanggil mu dengan sebutan ayah?"

"Jangan membawa-bawa istri ku, sialan!" Sentak pria itu lalu keluar dari sana dengan membanting pintu.

Mendengar nya, Jihoon seketika tertawa keras. Tertawa penuh kepedihan yang mendalam, bahkan air mata nya telah membasahi kedua pipi nya yang terdapat lebam-lebam yang kembali ia dapat dari sang ayah.

Sesekali ia terbatuk dan mengeluarkan darah dari sudut bibir nya yang robek.

"Miris banget hidup gue anjing!"

==========

12 DiamondTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang