[ Area 15+]
[Sequel dari Sera's Transmigration: Perfect Mother]
[Cerita ini akan mendetailkan tokoh Alrik]
[Disarankan baca Sera's Transmigration: Perfect Mother terlebih dahulu sebelum membaca cerita ini]
Dua hari sepeninggalan Sera dari dunianya...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
☄️☄️☄️
Setelah berhasil selamat dari kondisi vegetatif, dan merubah tampilan dirinya, Sera menjalani harinya seperti biasa. Lebih tepatnya, mencoba untuk terlihat biasa saja. Seperti sebelum dia menapaki dunia novelnya.
Sepulangnya dari memotong rambut, Ayahnya membawanya ke kawasan komplek elit yang baru pertama kali ini Sera datangi. Sepertinya Ayahnya tinggal di komplek ini selama menjaganya di rumah sakit empat bulan kebelakang.
Tatapannya berpendar, menatap rumah-rumah besar yang dilewatinya. Semuanya tampak sangat memukau. Berhasil mengingatkannya pada komplek mansion Eidef. Sera mengedip, mencoba menarik pikirannya dari memori yang bersangkutan dengan dunia novel.
Lima menit kemudian, mobil berhenti melaju. Pagar terbuka saat satpam yang berjaga mendorongnya ke sisi gerbang.
Semesta turun dari kursi kemudi. Mengambil kursi roda milik Sera dari dalam bagasi mobil, lalu beralih memindahkan tubuh putrinya ke atas kursi roda dengan gerakan pelan. Sangat hati-hati sekali, seakan takut menyakiti tubuh Sera yang sebenarnya baik-baik saja.
Kakinya juga berfungsi dengan baik. Hanya saja Sean dan Semesta terlalu khawatir pada Sera. Kata mereka tubuh Sera hanya terbaring di bangsal selama 4 bulan tanpa melakukan pergerakan apa pun. Jika Sera melakukan gerakan yang berlebihan dihari ke-tujuh setelah bangunnya gadis itu dari koma. Dikhawatirkan otot-otot tubuh Sera mengalami shock.
Sera yang malas berdebat hanya mengiyakan saja. Pikirannya terlalu penuh dengan usaha mengelakkan memori dunia novel dari ingatannya.
Semesta mendorong kursi roda Sera memasuki rumah. Setelah pintu putih berukir itu terbuka lebar, Sera kembali mengingat saat-saat dirinya mengunjungi mansion Elvaar untuk aksi pengakuan dosanya selama di dunia novel.
Di dunia ini, sepertinya dia akan butuh waktu yang lama untuk melupakan dunia novelnya. Atau bahkan, sepertinya dia tak akan bisa untuk melupakan memori tersebut. Semua yang ada di dunia nyata ini, terasa berkesinambungan dengan dunia novel. Semuanya.
"Di mana kamarku Ayah? Aku ingin istirahat. Bagaimana juga dengan perlengkapan ku di apartemen ku?" Tanyanya tanpa mendongak menatap Semesta yang masih mendorong kursi roda.
"Sementara tinggalah di sini dulu dengan Ayah. Ayah takut meninggalkan mu sendirian di apartemen."
"Hanya kita berdua? Tanpa Sean?" Ujarnya setelah lama mencerna ucapan Ayahnya. Kali ini Sera mendongak, membuat netra keduanya bersitubruk.
Langkah Semesta terhenti, begitupun dengan kursi roda Sera yang ikut berhenti berputar. Sean yang baru menapaki pintu rumah Ayahnya dengan tangan yang penuh dengan perlengkapan Sera selama dirawat di RS menghentikan langkahnya saat mendengar namanya tersebut diperbincangan keduanya.
"Hmm," Semesta mengangguk dengan gumaman singkat. Bibirnya membentuk senyum kecil, dengan tatapan yang menyendu.
"Hanya kita berdua berserta beberapa pekerja. Sean harus tetap tinggal bersama Ibu mu."
Sera tersenyum sinis mendengar kalimat terakhir Semesta.
"Ibu ku? Disaat dia tak pernah menjenguk ku selama seminggu ini? Ayah, apa bahkan perempuan itu tahu kalau aku sudah bangun dari koma?"
Semesta terdiam kaku mendengar pertanyaan Sera. Sementara Sean yang masih berdiri kaku menggeremat tali tas di tangannya dengan kencang. Mencoba menahan emosinya mendengar pertanyaan nanar kembarannya.
"Tidak kan? Hmm, aku rasa jawabannya adalah tidak. Wahh... Dia benar-benar belum berubah. Seharusnya aku tak heran, tapi tetap saja mengejutkan."
Semesta kembali mendorong kursi roda Sera ke salah satu kamar di lantai satu yang akan ditempati gadis itu setelah berhasil kembali menguasai dirinya.