"Mama," suara itu menghentikan pertikaian Ibu dan anak di ruang tengah.
Saking terkejutnya Sera, gadis berambut se atas bahu itu sampai menoleh dua kali pada dua sosok di depan sana. Lalu tatapannya beralih pada tautan tangan mereka.
Wahh, anaknya ternyata memang sudah dewasa.
"Apa yang terjadi? Mama tak apa?" Kembali Alrik tarik lembut lengan Talitha mendekat pada kedua sosok di ruang tengah.
"Kenapa berteriak kesal? Siapa yang membuatmu kesal? Bilang padaku di mana bedebah itu?!" Si kecil Leander kembali berseru kesal. Dia paling anti melihat wajah Sera yang menekuk kesal.
Di sini Talitha membola saat sadar sosok wanita mana yang Alrik panggil dengan sebutan Mama. Bukan sosok wanita berpakaian setelan kerja. Namun sosok wanita muda dengan setelan dres putih bunga-bunga dipadukan sweater biru mudanya.
Siswi baru yang dia temui dua kali di koridor kelas dan di UKS pagi tadi.
Apa yang terjadi? Keadaan macam apa ini? Saking bingung dan takutnya, Talitha kembali mencoba melepaskan diri dari cekalan lembut Alrik. Namun tidak bisa. Remaja itu tak membiarkannya lolos sedikitpun.
"Ada apa dengan lenganmu? Kenapa bisa berdarah?" Tatapan itu berubah tajam. Namun tetap menyorotkan kekhawatiran.
"Ada apa dengan wajahmu Talitha? Kenapa kalian penuh luka?"
Sera tilik seragam keduanya yang sudah aut-autan tak menentu. "Kalian tauran? Di mana?"
"Tak jauh dari sini Sera. Maaf, Ayah tak bisa menjaga mereka dengan baik." Semesta menunduk lesuh. Tak lama dari itu dokter keluarga datang.
"Kenapa kau suka sekali melukai dirimu sendiri? Anak nakal!"
Pundak lebar itu menjadi sasaran kekesalan Sera.
"Setelah ini bagaimana aku menghadapi Ayahmu? Saat tahu anaknya sering terluka saat bersamaku."
Alrik menunduk dalam. Rasa bersalah tiba-tiba menyeruak di dadanya. Rasa bersalah karena belum bisa mempertemukan kedua orang tuanya sampai saat ini.
"Tolong obati lukanya dokter. Dijahit pun tak apa. Anak ini memang keterlaluan." Sera mendelik kesal. Walaupun tak sepenuhnya marah pada Alrik.
Alrik dan Talitha duduk bersisian di sofa yang kosong. Bergantian diobati oleh dokter pria beruban yang mengenakan kaca mata bulat.
"Sakit?" Tanya Alrik saat mendengar ringisan Talitha. Wajah gadis itu sedang dibasuh dengan cairan antiseptik.
"Sakit. Makanya aku bilang biar aku obati sendiri." Talitha mendelik kesal.
Luka Talitha selesai diobati. Sekarang gilirannya Alrik yang diobati luka di lengannya. Sera tahu itu sakit. Gadis itu beranjak menuju dapur. Mungkin minuman manis yang dingin dapat menghilangkan sedikit rasa sakit kedua remaja sebayanya.
Jus buah naga merah sudah tersaji di dua gelas bening yang panjang. Alrik kembali menarik Talitha menuju dapur setelah lengannya selesai diobati. Duduk di kursi meja makan, melihat Sera yang masih sibuk dengan segala urusan dapurnya.
"Minumlah. Sakit bukan? Makanya jangan mencari perkara."
Alrik menarik dua gelas jus. Lalu menyerahkan salah satunya pada Talitha.
"Mama sedang apa?"
Talitha masih tak mengerti dengan panggilan Alrik pada Sera. Gadis itu hanya diam dengan rasa campur aduknya.
"Bolu. Kau mau yang warna apa Talitha?"
Talitha tersentak terkejut. Sera bertanya padanya? Sedikit ragu Talitha menjawab. "Apa saja. Aku suka warna cerah."
"Bagaimana dengan ungu?" Sera menoleh sejenak. Masih dengan wajah datarnya.
"Boleh saja."
"Pergi ajak Talitha ke taman. Aku akan kembali dengan bolu nanti." Ujar Sera setelah sebelumnya mengangguk menanggapi jawaban Talitha.
Alrik mengangguk. Kembali menarik pergelangan Talitha menjauhi dapur. Ke kamarnya. Mengabaikan Sera yang menyuruhnya ke taman. Mereka berdua butuh ruang privasi. Mungkin ada banyak pertanyaan yang bersarang di kepala Talitha sekarang.
Ceklek!
Pintu kamarnya kembali tertutup rapat dari dalam. Alrik meletakan jus yang mereka bawa ke lantai kamar. Di samping karpet berbulunya.
"Kenapa kau memanggil anak itu Mama? Aku pikir Ibu mu wanita yang satunya." Langsung saja Talitha menghujaninya dengan segala macam pertanyaan setelah keduanya duduk di atas karpet berbulu.
"Dia memang Ibuku. Aku ini anaknya yang datang dari masa yang berbeda. Aku melewati portal waktu. Dunia yang saat ini kau tinggali, sebenarnya bukanlah duniaku."
Wajah Talitha menegang. Sejenak dia pikir Alrik hanya sedang bergurau dengan wajah serius. Tapi melihat tatapan sungguh-sungguh yang terpancar di netra itu, membuat Talitha mengartikannya sebagai sebuah kebenaran.
"Apa maksudmu?"
"Aku pergi mendatangi Ibuku. Di masa ini."
"Aku tidak percaya dasar bedebah sialan." Talitha tak suka dengan guyonan ini. Terasa menakutkan untuknya.
Alrik menghela napas dalam. Tangannya tergerak melepaskan lensa kotak yang dia pakai. Membiarkan netra sebiru lautnya dilihat puas oleh gadis di depannya.
"Di duniaku sesungguhnya, kau punya keinginan kuat."
"Matamu---" Kedua tangannya membekap bibirnya. Terpana sekaligus ngeri dengan netra biru yang baru kali ini dia lihat secara nyata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not A World To Live In
Fiksi Remaja[ Area 15+] [Sequel dari Sera's Transmigration: Perfect Mother] [Cerita ini akan mendetailkan tokoh Alrik] [Disarankan baca Sera's Transmigration: Perfect Mother terlebih dahulu sebelum membaca cerita ini] Dua hari sepeninggalan Sera dari dunianya...