☄️ DUA PULUH LIMA ☄️

1.5K 199 0
                                    

Lepas dari Ibunya yang sulit diajari, sekarang Alrik bisa bernapas lega

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lepas dari Ibunya yang sulit diajari, sekarang Alrik bisa bernapas lega. Berjalan menyusuri koridor dengan kedua tangan yang mengayun riang. Wajahnya tampak terlihat cerah. Berseri-seri mengalahkan sinar matahari yang hampir siang.
      
"Ibu bilang hapus cat kukumu! Kau pikir ini di mana?! Berani sekali memakai cat kuku apalagi warna merah menyala seperti ini!"
      
Seruan garang itu menghentikan langkah Alrik. Wajah cerianya berubah menjadi raut penasaran hanya dalam hitungan detik. Melongok pada ujung koridor tak jauh darinya.
      
Ada seorang siswi yang tengah dimarahi oleh guru kesiswaan di sana. Anehnya, postur siswi itu tampak tak asing di matanya. Wajahnya tertutupi dengan rambut panjang bergelombangnya.
      
"Kamu ini datang ke sekolah untuk belajar atau menerima hukuman?! Tak jera dengan hukuman hah?!"
      
Siswi itu hanya terus menunduk. Menatapi kuku-kuku jari tangannya. Apa salahnya? Cat kukunya tampak bagus di tangannya. Warna merah menyalanya terlihat sangat kontras dengan kulit putih bersihnya. Terlihat seperti apel merah yang berada di genggaman Snow White.
      
"Hapus cat kukumu Talitha! Dan pergi bersihkan perpustakaan utama!"
      
Mata Alrik membola mendengarnya. Hampir tak mempercayai nama yang baru saja dia dengar. Sampai akhirnya keraguannya terpatahkan saat gadis itu mendongak dari tundukan kepalanya. Membuat rambut yang menghalangi wajahnya tersingkir dengan apik.
      
"Baiklah."
      
Tunggu. Sikap tenang apa itu? Seakan Talitha memang sudah mengalami hal serupa seperti ini berulang kali. Alrik masih tidak mengerti dengan apa yang tengah terjadi.
      
Bagaimana anggota OSIS seperti Talitha bisa melanggar peraturan?
      
Remaja itu kembali melangkah mendekat saat guru kesiswaan sudah berlalu pergi. Beribu macam pertanyaan ikut serta di kedua pundaknya. Mengikuti setiap langkahnya.
      
"Apa yang baru saja terjadi? Kenapa kau memakai kutek se---" Ucapan Alrik tercekat saat warna merah itu benar-benar terpampang nyata di depan matanya.

Satu tangannya yang terbebas dari lengan Talitha bahkan sampai menutup mulutnya yang menganga saking terkejutnya.
      
"Hei! Warna menyilaukan apa ini?!"
      
"Kenapa? Bagus kan? Terlihat seksi." Gadis itu mengedipkan satu matanya. Membuat helaan napas panjang berhembus dari bibir Alrik.
      
"Aku baru tahu anggota OSIS bisa melanggar peraturan sekolah. Ohh, apa tugas OSIS terlalu memberatkanmu sampai kau melanggar peraturan?"
      
Kening Talitha mengernyit bingung. Tunggu, sepertinya ada kesalahpahaman di sini.

"Siapa yang anggota OSIS?"
      
"Kau."
      
Lengan Talitha kini terbebas dari cekalan lembut Alrik yang hangat.
      
"Siapa yang bilang?"
      
"Hari pertama, bukankah kita bertemu dua kali? Di koridor dan UKS. Kata Mama kau yang menjadi petugas UKS hari itu."
      
"Iya memang. Tapi bukan berarti aku anggota OSIS." Gadis itu mendelik tak suka. Terlibat dengan anggota OSIS saja sudah terasa sebagai hukuman berat untuknya. Apa lagi menjadi anggota OSIS itu sendiri? Talitha tak pernah membayangkan menjadi manusia taat aturan seperti itu.
      
"Kau bukan anggota OSIS?"
      
"Bukan." Jawabnya enteng. "Saat itu aku dihukum. Menjadi petugas UKS."
      
Wahh. Kesan pertamanya pada gadis ini ternyata sangat melenceng jauh dari ekspektasi. Namun pada akhirnya Alrik terkekeh ringan. Merasa lucu dengan keadaan. Membuat Talitha lagi-lagi mengernyit heran.
      
"Tuh kan. Aku juga tidak percaya kau menjadi anggota OSIS. Kau ini bukan tipe gadis seperti itu. Sungguh."
      
"Apa-apaan kau ini?" Sinis Talitha saat kekehan itu masih belum berhenti terdengar.
      
"Wahh, aku bangga sekali denganmu Talitha. Kau masih tetap menjadi gadis yang kukenal." Ditariknya tubuh itu ke pelukannya. Memeluknya erat masih sambil terkekeh geli. Mengabaikan Talitha yang mulai memberontak di pelukannya.
      
"Lantas bagaimana kau bisa dikenal semua murid di sekolah ini?" Tanyanya saat kekehannya sudah berhenti sepenuhnya. Namun masih belum melepas dekapannya pada Talitha.
      
"Mereka mengenalku karena kenakalanku. Kenapa? Kau kecewa? Setelah ini berencana asing padaku? Baiklah, memang itu yang ku mau."
      
Senyum Alrik mengembang lebar. Dagunya mulai menumpu di atas puncak kepala Talitha. "Bermimpi saja sana." Ujarnya kemudian.
      
"Ahh sialan sekali."
      
Umpatan gadis ini sepertinya sudah mulai terasa tak asing di telinganya.

Not A World To Live In Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang