Tubuh Anatasya menegang kaku mendengar ucapan Sera yang terucap dengan bibir yang menyungging sinis. Anastasya limbung setelah berhasil menguasai dirinya kembali dari rasa keterkejutan yang bukan main.
Sera... Sudah memiliki empat orang anak? Sebanyak itu di umur yang masih terbilang belia? Jadi kapan tepatnya anaknya menikah? Seperti pria yang Sera nikahi? Dan seperti apa wajah keempat cucunya?
Tanpa Ana sadari, dirinya baru memikirkan lagi dunia Sera. Setelah lama waktu berlalu.
"Nyonya... Maaf, anda butuh air?"
Ana mengangguk kaku mengiyakan tawaran pegawai perempuan yang masih berdiri memperhatikannya dan Sera sejak tadi.☄️☄️☄️
Sera mengusap kasar air matanya yang kembali jatuh membasahi pipi. Apa-apaan ini? Kenapa dia harus bertemu seseorang yang mematahkan hatinya? Disaat dia baru merasakan kebahagiaan setelah dibelenggu rasa rindu yang tiada tara.
Ting!
Pintu lift terbuka. Sera melangkah lunglai di tengah koridor yang sepi. Dirinya tak langsung masuk setelah berdiri cukup lama di depan pintu. Tatapan matanya masih terlihat kosong. Pertemuannya dengan Ibunya, ternyata seberpengaruh ini pada dirinya.
Ceklek!
"Kenapa Mama hanya berdiri di sana? Apa, Mama menangis? Kenapa? Siapa yang membuat mu menangis? Mana bedebah itu biar ku hajar dia!"
Sera menghela napas dalam. Mengangkat wajahnya menatap wajah khawatir Alrik yang memerah. Alrik tengah emosi saat ini.
"Ada apa dengan wajah mu? Kenapa merah sekali? Apa kau ini badut?"
"Mama---"
"Siapa yang menangis? Aku? Untuk apa aku menangis? Anak ku ada di sini. Mempunyai anak laki-laki sangat menenangkan untuk ku. Seperti mempunyai Super Hero pribadi."
Senyum lebar Sera menenangkan hati Alrik. Ibu nya tak apa-apa. Benaknya berucap.
"Benar. Lagi pula siapa yang bisa membuat mu menangis? Kau manusia yang tidak mudah menangis. Kau kuat, aku tahu itu. Kenapa aku bertanya kau habis menangis apa tidak? Konyol sekali aku."
Tawa kecil Alrik menular pada Sera. Senyum gadis itu makin merekah ruah. Seakan sebelumnya tak ada hal yang membuatnya sedih. Satu tangan Sera mengusap hangat pipi Alrik yang dipenuhi dengan luka memar.
Lalu berpindah dan menjewer telinga Alrik. "Benar. Tidak akan ada yang bisa membuat ku menangis. Astaga, sampai sekarang aku masih berpikir, akan aku apa kan wajah mu ini!"
"Sakit! Mama sakit!"
"Kau pikir aku peduli bedebah? Setelah apa yang kau lakukan pada wajah mu ini? Hah?!"
Sera menutup rapat pintu. Melempar barang belanjaannya ke atas kasur setelah melepas jewerannya pada telinga Alrik.
"Lihat-lihat! Aku yakin sudah menyuruh mu mandi tadi, tapi kenapa belum mandi? Kau benar-benar berubah jadi anak pembangkang!"
Alrik mundur dua langkah menjauhi Ibu nya. Ibunya saat berteriak, masih tampak menakutkan di matanya. Namun anehnya hatinya jadi menghangat.
"Iya! Benar! Aku ingin jadi anak pembangkang!" Serunya lantang dengan tubuh yang menegak sempurna.
"Apa?!" Mata Sera membulat lebar.
"Aku ingin menjadi anak pembangkang agar terus diomeli oleh mu! Karena aku suka setiap kali kau mengomeli ku!"
"Anak ini--- apa kau sedang menyindir ku karena terus mengomeli mu?!"
"Tidak! Itu karena hati ku menghangat setiap kali kau mengomeli ku! Aku senang kau omeli! Jadi omeli aku terus, dan aku akan terus menjadi anak pembangkang!"
Sera terdiam. Tercenung mendengar ucapan Alrik yang lugas dan tegas. Itu juga--- sesuatu yang dia inginkan dari sosok Ibunya. Omelan yang dapat menghangatkan hatinya.
"Baiklah. Teruslah membangkang agar aku bisa mengomeli mu. Terus lah menjadi anak pembangkang, dan jangan pernah mencoba menjadi anak yang bisa melakukan semuanya sendiri tanpa bantuan ku. Kau mengerti?"
Air mata yang mengumpul di kelopak mata Sera membuat Alrik terdiam sepenuhnya. Tatapannya kembali khawatir. Dia salah. Ibunya, benar-benar sedang kenapa-kenapa.
"Sebenarnya apa yang terjadi? Siapa yang membuat mu sedih? Hmm? Katakan pada ku. Akan ku hajar dia. Katakan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Not A World To Live In
Teen Fiction[ Area 15+] [Sequel dari Sera's Transmigration: Perfect Mother] [Cerita ini akan mendetailkan tokoh Alrik] [Disarankan baca Sera's Transmigration: Perfect Mother terlebih dahulu sebelum membaca cerita ini] Dua hari sepeninggalan Sera dari dunianya...