Sebagian orang mengenalnya dengan nama Roseline Joan.
Sebagian lagi, mengenalnya dengan code nama J-four.
J4, nama lain itu, benar-benar membuatnya disegani dalam banyak hal. Relasinya berkembang pesat dan berdampak pada meningkatnya jumlah sekutu. Namun, J-four juga memberinya beban hidup yang tidak terkira.
Sebagai anak bungsu dari empat bersaudara, dia sama sekali tidak mendapat perbedaan dalam menerima didikan orangtua. Tidak peduli Rose satu-satunya putri yang kini dimiliki oleh keluarga Joan. Ia tetap diajari cara bermain dalam dunia hitam. Dunia yang hanya mengenal; siapa yang kuat, dialah yang akan bertahan dan berada di puncak rantai makanan.
Rose tidak pernah mengeluh banyak. Hanya sempat menangis di awal-awal pelatihan, itu pun jika tidak salah ingat, usianya masih sekitar empat tahun. Dengan sang Ayah yang menjadi pimpinan kartel mafia di daratan Amerika Utara dan sebagian Asia Timur, serta sang Ibu yang memiliki profesi sebagai pembunuh bayaran, Rose sudah tidak bisa lagi heran dengan ajaran kasar yang selalu mereka berikan.
Ketiga kakak lelakinya bahkan lebih kejam, hanya memberi waktu beristirahat di kala ia benar-benar telah sekarat. Walau begitu, sekejam apa pun mereka bersikap satu sama lain, pada akhirnya tidak bisa saling membenci.
Sempat Rose berpikir, untuk berhenti sejenak ketika ia lelah. Namun, sayang, dunia yang dia hadapi bahkan selalu menuntutnya untuk waspada. Terutama saat berada di luar mansion, kelengahan bisa menjadi jalan menuju kematiannya.
"Kau mau ke mana?" Joan Franklin, sang kakak sulung bertanya tenang.
Rose menghentikan langkahnya yang baru saja melewati pintu utama mansion, memandang balik lelaki dewasa yang sudah berpaling dari permainan catur si kembar identik.
"Mencari udara segar sebentar. Sejam dari sekarang, aku pastikan sudah sampai rumah."
Franklin tidak menanggapi banyak, kembali mengamati permainan catur si kembar usai memberi pesan singkat. "Jangan terluka."
"Ya," Rose mengangguk saja, bergegas meninggalkan teras mansion tanpa kata lagi.
Jika dipikir ulang, sudah lama sekali ia tidak mengendarai mobil dengan santai sambil menikmati pemandangan di luar mansion selayaknya manusia normal. Selama ini, hanya ada misi, misi, dan misi. Selain itu, pelatihan rutin. Rose benar-benar hidup bagai robot bernyawa.
Hanya untuk malam ini, saja ... ia ingin melepas sedikit kewaspadaan dalam dirinya.
Menjadi Roseline tanpa bayang-bayang J-four atau nama belakangnya.
Lima belas menit berlalu, mobil yang ia kendarai telah sampai di salah satu café terkenal, tempat di mana anak muda biasa menongkrong dengan teman sebaya atau kekasih. Rose membawa buku diary berisi cerpen yang tidak sengaja ditemukannya dua hari lalu. Hanya kebetulan saja, buku itu masih ia simpan di dashboard mobil.
Sepanjang keramaian yang Rose lewati menuju spot indoor, tidak ada satu pun dari orang-orang di sana yang terlihat tidak menikmati hidup. Walau ada yang bertengkar atau menangis karena sang kekasih di antara banyaknya tawa, mereka sungguhan bisa leluasa menikmati hidup sebagai makhluk yang memiliki perasaan. Sangat bebas mengekspresikan emosi.
Rose ... sedikit iri.
Selama ini, ia bahkan tidak bisa merasakan hal-hal semacam itu.
Sekarang pun tidak muncul perasaan antusias atau menggebu sama sekali. Berbeda dari yang ia bayangkan. Rasanya, terlalu monoton. Hampa, benar-benar sama seperti ketika Rose makan malam di dalam rumah. Sekitarnya ramai, tapi yang ia dapatkan hanyalah ketersisihan.
Di meja makan yang hanya ada dirinya seorang, Rose mendengus. Memilih abai kembali pada pemikiran tidak bergunanya barusan. Sembari menunggu datangnya makanan yang ia pesan, benaknya sibuk tenggelam pada cerpen di buku diary tak bertuan yang sekarang telah resmi menjadi miliknya.
Cerita pendek yang secara singkat mengisahkan seorang putri kerajaan yang berakhir tragis dan mati mengenaskan di tangan sang calon suami.
Cerita historical-fantasy yang menggunakan nama-nama wilayah fiksi dan penggambaran tempat yang tidak jauh berbeda dengan bumi. Isinya nyaris membuat Rose memutar bola mata. Cerpen yang ia baca, benar-benar terasa sekali tidak nyatanya.
Sang penulis terlalu mengkhayal.
Keluarga penyihir?
Jenderal perang?
Kaisar?
Putra Mahkota?
Lalu, yang terakhir... putri kerajaan yang teraniaya?
Rose ingin tertawa senyaring mungkin, apa lagi setelah melihat catatan aneh di akhir buku.
Siapa pun yang membaca cerita ini dari awal sampai akhir selain aku sebagai sang penulis, aku berharap kau bisa masuk ke dalam cerita ini dan mengubah alurnya. Tidak masalah, separah apa pun butterfly effects yang akan ditimbulkan, asal sanggup menemukan akhir bahagia. Aku sangat ingin seseorang menempati salah satu karakter utama dan berjuang keras mengubah akhir yang tragis dari cerita ini.
Siapa pun kau yang menemukannya, saat ini mungkin aku sudah meninggalkan dunia. Sesungguhnya, aku pun tidak percaya dengan apa yang sudah kutulis. Tapi, buku pemberian nenekku ini sangat berharga.
Beliau selalu menyuruhku berhati-hati untuk menulis di buku ini tanpa memberitahu sebabnya, dan sekarang aku menyesal. Segala tulisanku tidak bisa dihapus bahkan dengan cara apa pun.
Aku berharap, setelah kau berhasil masuk ke dalam dunia yang ada di cerita ini, bukuku mampu hangus terbakar dengan sendirinya. Mencegah siapa pun membacanya ulang.
Rose menutup buku diary dalam genggamannya cukup keras. Sungguh, daripada alur cerita yang cukup sampah itu, lebih menghibur apa yang tertulis di belakangnya.
Pesan sang penulis ...
Yang bahkan lebih fantasi dari ceritanya sendiri.
Sayang beribu sayang, rasa ingin mengomentari buku itu tidak bisa bertahan lama.
Rose terlambat menyadari sebuah peluru yang bergerak cepat ke arahnya. Suara pecahan kaca dari sisi samping dan jeritan panik orang-orang yang menyusul sesaat kemudian, menjadi akhir apa yang bisa ia dengar sebelum kegelapan menguasai.
Tubuh Rose luruh dengan cepat menghantam lantai, bersamaan kursi yang masih didudukinya. Buku diary tak bertuan itu, turut lepas dari genggaman. Tergeletak mengenaskan di dekat raga tak bernyawa.
Larutan merah yang dengan cepat menganak sungai dari luka di kepala Rose, perlahan menyebar. Mengotori setiap lembar diary. Hingga beberapa detik terlewat, buku yang sempat Rose hina habis-habisan, kini terbakar dengan sendirinya. Meninggalkan jejak abu di antara banyaknya darah.
Perjalanan J-four ... hanya berakhir sampai di sini.
Anak bungsu keluarga Joan, telah dinyatakan tewas malam itu juga.
Meninggalkan dendam besar yang berakhir pertumpahan darah di kemudian hari.
* * *
Cerita baru lagi, transmigrasi lagi. Kali ini bakal makai latar belakang kerajaan. Harap diingat ya, ini bakal full bahasanya baku semua.
Jangan lupa kasih dukungan juga, kalau suka 💋 Nyenengin orang bisa dapet pahala cmiaw.
231001, Sun.
Amell_5
KAMU SEDANG MEMBACA
Login to Princess
Fantasi[BUKAN NOVEL TERJEMAHAN] (JANGAN LUPA FOLLOW SEBELUM BACA) _______ Andai, malam itu Roseline Joan tidak melonggarkan kepekaannya, apakah dia akan tetap kehilangan nyawa dengan cara yang konyol? Jika saja, ia tidak menemukan diary aneh yang berisi ce...