Michael tidak mengira, ucapan adiknya beberapa waktu lalu akan memberi dampak yang cukup besar. Membuatnya seolah kehilangan pegangan hidup.
Anneliese sudah tiada?
Siapa memang yang akan percaya?
Mana bisa jiwa orang lain semudah itu menempati raga seseorang?
"Benar-benar omong kosong!"
Michael berhenti menggerutu, mengernyit bingung saat langkahnya membawa ia kembali pada kamar Anneliese. Sejak kapan? Michael bahkan tidak sadar. Langkah yang tadinya memelan kini tertahan, begitu tiba di depan pintu ruangan milik sang adik yang terbuka lebar.
Kamar luas itu entah kenapa terlihat lebih suram. Tidak ada siapa pun di dalam sana, penerangannya pun lebih redup dari hari-hari biasa. Kilatan cahaya pertanda akan turunnya hujan dari balik jendela besar yang masih terbuka separuh, tampak janggal. Angin bertiup kencang, membuat tirai yang seharusnya tenang pun bergerak cepat.
"Kakak," Bisikan halus yang mendadak saja terdengar tepat di salah satu sisi telinganya, membuat Michael refleks berjengit kaget.
Ia memutar tubuh. Tidak ada siapa pun yang terlihat. Sekelilingnya kosong, bahkan pelayan yang sering berlalu lalang dan prajurit yang biasanya berjaga, tidak menampakkan wujud mereka sama sekali.
"Kakak,"
Lagi, Michael memutar tubuh. Panggilan itu terdengar lebih jelas dan berada tepat di belakangnya. Namun, yang terlihat justru adiknya sedang berlutut menghadap pintu, jauh di dalam kamar. Anneliese hanya menunduk dan membiarkan kedua tangannya terkulai lemah di sisi tubuh. Rambut panjangnya menutupi seluruh wajah.
"Kakak sakit,"
Suara itu terdengar sangat jelas, seolah mereka berdua sedang berbicara dalam jarak yang begitu dekat. Michael ragu, telinganya salah tangkap.
"Aku benar-benar menyesal, kenapa Kakak dan Ayah masih menghukumku? Rasanya, sakit. Sangat-sangat sakit. Sakit sekali!"
Michael tidak bisa menjawab apa pun, bibirnya seolah terkunci rapat.
"Sakit, sakit, sakit!" Anneliese mulai menjambaki rambutnya seperti orang gila, semakin dalam pula menundukkan pandangan.
"Anne ..."
Tingkah anarkis Anneliese mendadak saja berhenti. Gadis itu terdiam beberapa lama, sebelum ucapan pedihnya kembali mengudara.
"Apa Kakak tahu, sesakit apa? Tidak, kan?" Suaranya memelan yang lantas berubah nyaring dalam sekejap. "KAKAK TIDAK TAHU!"
Michael merasa jantungnya dicabut paksa, melihat bagaimana Anneliese yang berteriak, tiba-tiba saja mengangkat pandangan. Menunjukkan wajah pucatnya yang sudah ternodai air mata berdarah. Kilat kembali menerangi kamar, disusul gemuruh petir yang kian memekakkan telinga.
Gaun tidur adiknya yang berwarna putih, pelan-pelan dipenuhi warna merah pekat. Michael menangis dalam diam. Hatinya pilu sekali. Sedikit pun ia tidak bisa bergerak, walau sangat ingin berlari memeluk Anneliese. Pintu yang tertutup kencang sesaat kemudian, seolah menjawab seluruh dukanya.
Ia ... telah gagal menjadi kakak.
Segalanya rusak dan tidak bisa lagi untuk diperbaiki.
▫Log ▫ In▫
Mimpi bertemu Anneliese barusan, adalah bunga tidur paling buruk sepanjang Michael hidup. Jejak air matanya bahkan masih terasa. Bagaimana ia terbangun dengan kepala yang menumpu beberapa dokumen di atas meja, membuatnya sedikit lega.
Setidaknya, apa yang telah ia alami beberapa waktu lalu, tidaklah nyata.
Walau, hatinya masih merasa berat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Login to Princess
Fantasi[BUKAN NOVEL TERJEMAHAN] (JANGAN LUPA FOLLOW SEBELUM BACA) _______ Andai, malam itu Roseline Joan tidak melonggarkan kepekaannya, apakah dia akan tetap kehilangan nyawa dengan cara yang konyol? Jika saja, ia tidak menemukan diary aneh yang berisi ce...